Jakarta, CNN Indonesia -- Dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara selama ini telah menjadi agenda di berbagai konferensi dunia. Namun, kali ini North Korean Human Rights International Film Festival (NHIFF) 2016 mengajak masyarakat Indonesia melihat situasi sebenarnya yang terjadi di negara yang dipimpin Kim Jongun itu melalui film.
Ini merupakan tahun pertama NHIFF digelar di Indonesia. Film dokumenter buatan sineas Rusia, Vitaly Mansky, yang berjudul
Under The Sun dipilih untuk ditayangkan dalam pembukaan festival ini di The Ice Palace Concert Hall, Lotte Shopping Avenue, Jakarta Selatan, Senin (28/11). Film ini bercerita soal bagaimana kehidupan warga Pyongyang, ibu kota Korea Utara.
Tim produksi film ini mengaudisi seorang gadis kecil berusia 8 tahun, Lee Jinmi. Melalui Jinmi, penonton diajak untuk mengikuti cerita bagaimana warga Pyongyang mempersiapkan perayaan ulang tahun sang pemimipin yang selama ini 'didewakan’ warga Korea Utara, Kim Jongil. Jongil adalah putra pendiri Korea Utara, Kim Ilsung, dan ayah Kim Jongun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, di tengah proses syuting film dengan mengikuti kehidupan sehari-hari Jinmi dan kedua orangtuanya, tim produksi mendapati fakta-fakta bahwa seluruh set film ini tak lebih dari manipulasi semata.
Misalnya, tempat tinggal Jinmi sebenarnya adalah kompleks apartemen yang baru saja dibangun. Tak hanya itu, makanan yang lengkap dan enak yang disantap oleh keluarga Jinmi saat adegan makan malam sebenarnya telah disiapkan, karena pada kenyataannya rumah itu tidak memiliki peralatan dapur bahkan yang sederhana sekalipun.
Menurut salah satu pejabat NHIFF sekaligus aktivis HAM dan demokrasi di Korea Utara, Yu Jaekil, Mansky sebenarnya tidak berniat untuk membuat film ini. Pemerintah Korea Utara meminta pemerintah Rusia untuk membuatkan iklan pemerintah. Pemerintah Rusia lantas memberi mandat Mansky untuk menyanggupi permintaan tersebut.
“Alasan mengapa sutradara bisa melakukan syuting di Pyongyang adalah karena Korea Utara ingin membuat iklan pemerintah. Namun, (setelah mendapati fakta-fakta dugaan pelanggaran HAM), sang sutradara berubah pikiran dan membuatnya menjadi sebuah film. Film ini lalu diputar di Korea Selatan,” ujar Jaekil dalam diskusi setelah penayangan
Under The Sun.
Jaekil menuturkan, sineas manapun sebenarnya tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk membuat film seperti ini di Korea Utara, mengingat kuatnya idealisme komunis di negara itu.
Ia menjelaskan, NHIFF telah memutar sekitar 80 film di Korea Selatan, Kanada, Amerika Serikat, Perancis, dan Jerman. Tahun ini, pihaknya memutuskan untuk memberikan kesempatan kepada Indonesia bersama Australia sebagai tuan rumah festival ini.
“Saya dengar di Bandung pernah digelar Konferensi Asia Afrika yang pertama pada 1955. Selain itu, sepengetahuan saya, Indonesia merupakan salah satu negara pemimpin di Asia Tenggara. Karenanya, jika Indonesia bisa sadar akan realita di Korea Utara, maka itu akan menjadi dukungan besar bagi kami untuk menyebarkannya ke seluruh dunia,” ujar Jaekil.
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Cho Taiyoung, berpandangan bahwa Korea Utara mungkin adalah luar negeri bagi negara lain, namun bagi warga Negeri Ginseng, penduduk Korea Utara adalah saudara.
“Jadi kami merasakan kepedihan yang dirasakan mereka (warga Korea Utara yang hak asasi manusianya dilanggar) juga,” kata Taiyoung dalam sambutannya.
Ia melanjutkan, “Misalnya saja, jika Anda mengetahui bahwa tetangga Anda yang seorang wanita dipukuli oleh suaminya, apakah Anda hanya tidur dan membiarkannya? Tidak kan? Karena itu adalah pelanggaran HAM. Karena itulah kita harus belajar soal pelanggaran HAM di Korea Utara, sehingga kemudian kita bisa mengambil tindakan.”
Taiyoung menegaskan, seorang pemimpin negara seharusnya lebih mementingkan bagaimana meningkatkan perekonomian dan menjamin kesejahteraan warganya. Namun, menurutnya, alih-alih mengurusi rakyatnya yang kelaparan, pemimpin Korea Utara malah sibuk membuat misil dan nuklir.
“Dia juga membuat patung mendiang ayahnya yang sangat besar,” ujarnya.
Selain
Under The Sun, NHIFF juga akan memutar empat film lainnya. Film dokumenter berjudul
Madam B akan diputar di Library Hall, Universitas Padjajaran pada Selasa (29/11) pukul 13.00 WIB.
Sementara tiga film pendek berjudul
The Regular Hire,
I Love South Korea, dan
Aria akan diputar di Jakarta Indonesia Korean School (JIKS) pada Rabu (30/11) pukul 10.00 WIB. Keempat film yang dibuat sineas Korea Selatan tersebut bercerita tentang pengungsi asal Korea Utara.
(res/wis)