'Harapan,' Dokumenter Miris Kehidupan Pengemis di Bali

Ardita Mustafa | CNN Indonesia
Kamis, 08 Des 2016 13:13 WIB
Di balik gemerlap Bali, ada yang duduk dan menyodorkan tangan di pinggiran jalan. Film 'Harapan' berkisah singkat mengenai fakta miris itu. Cuplikan film 'Harapan'. (Dok. Marko Randelovic)
Jakarta, CNN Indonesia -- Industri pariwisata sudah sangat berkembang di Pulau Bali. Hotel, restoran, mall dan kelab malam berjejer rapi siap untuk dikunjungi. Tapi, di balik gemerlapnya, ada beberapa orang yang terlihat duduk dan menyodorkan tangan di pinggiran jalan, pengemis yang memohon belas kasihan wisatawan yang melintas.

Berbagai poster peringatan larangan memberi uang untuk pengemis sudah dipajang di beberapa sudut kota. Penertiban oleh Satpol PP pun sudah dilakukan. Sayangnya, hal itu belum bisa membuat Pulau Dewata sepi dari gerombolan pengemis.

Kuta dan Ubud menjadi kawasan yang cukup dipadati oleh banyak pengemis, seperti yang dikisahkan dalam film dokumenter pendek berjudul Harapan, karya sineas asal Inggris, Marko Randelovic, yang dirilis pada akhir November kemarin.

Film ini dapat disaksikan di akun Facebook Marko Randelovic.

Sebelumnya, Randelovic telah membuat film dokumenter berdurasi sama berjudul Sawah, yang mengungkap fakta menakutkan mengenai penggusuran sawah di Bali.

Kali ini, ia bekerja sama dengan komunitas sosial Bali Buda, Muntigunung dan Future for Children, yang telah ada di Bali sejak 10 tahun yang lalu.

Dalam filmnya, dikisahkan kalau sebagian besar pengemis di Bali merupakan wanita yang masih dalam usia produktif. Salah satunya ialah Ketut Suka, wanita berusia sekitar 35 tahunan yang berasal dari Munti Gunung, Karangasem.

Kawasan ini memang sudah lama dikenal sebagai desa pengemis, karena sebagian besar warganya berprofesi sebagai pengemis.

Duduk dan menyodorkan tangan di pinggir jalan menjadi pilihan Ketut Suka dan teman-temannya, karena ia merasa tidak ada yang bisa dilakukan di desanya.

Jarak yang jauh dari pusat kota membuat desanya yang sebenarnya indah ini tak tersentuh industri pariwisata seperti desa di Bali lainnya.

Belum lagi tanahnya yang gersang dan tak bisa ditanami.
'Harapan,' Dokumenter Miris Kehidupan Pengemis di BaliSuasana gersang Desa Munti Gunung. (Dok. Marko Randelovic)
Satu-satunya pekerjaan rutin yang dilakukan warga di sana ialah berjalan kaki selama lima jam menuju danau untuk mengambil air setiap harinya.

Menjadi pengemis tentu saja bukan pilihan bagi Ketut Suka dan teman-temannya. Ia merasa malu dan lelah menjalani profesinya.

“Saya harus duduk di pinggir jalan, kadang sampai tertidur, sampai uang pemberian orang dirasa cukup untuk dibawa pulang,” ujar Ketut Suka.

Kehidupan Ketut Suka dan teman-temannya mulai berubah setelah komunitas sosial yang disebutkan di atas menaruh perhatiannya.

Dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, komunitas sosial itu mulai bergerak “karena gerah melihat pemerintah yang terus berdiam diri.”

Setelah membangun penampungan air hujan agar warga tak kesulitan air, komunitas sosial itu mulai mengajak warga untuk membuat kerajinan tangan untuk dijual ke pasar. Ketut Suka dan teman-temannya pun kini memiliki profesi baru, yaitu sebagai pengrajin.
'Harapan,' Dokumenter Miris Kehidupan Pengemis di BaliKesibukan wanita Desa Munti Gunung yang sebelumnya menjadi pengemis. (Dok. Marko Randelovic)
Randelovic memproduksi filmnya selama dua bulan, berikut dengan bolak-balik ke Munti Gunung, Kuta dan Ubud. Beruntung, ia tidak diganggu oleh preman setempat yang biasanya menguasai gerombolan pengemis.

“Mendaki gunungnya tentu saja melelahkan hahaha... Tapi yang lebih menantang ialah saat merekam kegiatan pengemis di Kuta dan Ubud. Jalanan itu selalu ramai dan saya tidak ingin membuat mereka merasa tak nyaman,” kata Randelovic, saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com pada Kamis (8/12).

Keberadaan pengemis memang menjadi pertanyaan tersendiri bagi seorang ekspatriat seperti Randelovic. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Ubud pada tahun lalu, ia terkejut melihat ada wanita yang mengemis sambil menggendong anak kecil.

Sejak saat itu, ia berniat untuk mengungkap kisah mereka dalam karyanya.

“Memang tidak ada jaminan, kalau mereka tak akan kembali ke jalanan. Tapi setidaknya, saat ini mereka disibukkan dengan pekerjaan yang lebih manusiawi untuk menghidupi keluarganya. Saya rasa mereka akan lebih memilih profesi barunya,” ujar Randelovic.

Randelovic lanjut mengatakan kalau masalah sosial yang sama juga terjadi di negara lain. Ia menyayangkan masalah seperti ini harus terjadi di pulau seindah Bali, yang menjadi salah satu pintu gerbang mengenal Indonesia di mata dunia.

“Saat tinggal beberapa lama di Bali, saya mengetahui pulau indah ini memiliki banyak masalah sosial, mulai dari pengemis, penggusuran sawah sampai penolakan reklamasi pantai. Saya percaya masih banyak orang baik di dunia yang akan membantu Bali untuk mengatasinya,” kata Randelovic menutup pembicaraan.

(ard/ard)
TOPIK TERKAIT
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER