Jakarta, CNN Indonesia -- Memiliki 34 provinsi dengan 17.504 pulau, rasanya wilayah Indonesia memang terlalu luas untuk diperhatikan, bahkan oleh 255 juta penduduknya.
Tidak jarang, banyak masalah yang belum terselesaikan. Salah satunya ialah soal penggusuran lahan hijau atas nama turisme yang semakin meresahkan di Bali.
Bukan hanya soal para petani atau peladang yang bakal kehilangan mata pencaharian. Penggusuran lahan hijau di Bali juga mengancam kesakralan provinsi dengan 83,5 persen penduduknya pemeluk agama Hindu itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena semua yang ada di alam memiliki kesinambungan. Banyak tempat-tempat sakral yang harus dijaga dari keduniawian."
Begitulah yang secara singkat dikatakan Made Anggir, salah satu petani di kawasan Ubud yang diwawancara dalam film dokumenter pendek berjudul
Sawah, karya dokumentaris asal Inggris, Marko Randelovic.
Hanya berdurasi sekitar lima menit, tapi film itu cukup berhasil membawa penontonnya memikirkan kenyataan yang mengerikan; apakah yang terjadi jika manusia tidak pernah merasa puas memerkosa alam, dengan terus menggusur sawah, ladang, peternakan, untuk mendirikan bangunan hotel atau restoran baru?
Sawah bukan film dokumenter pertama Randelovic. Sejak merantau ke Indonesia pada Juni, ia sudah membuat beberapa film dokumenter yang bisa disaksikan di situsnya,
markorandelovic.com.
Namun, film
Sawah bisa dibilang karyanya yang patut diperhatikan, walau sebenarnya yang diceritakan bisa lebih menarik jika dipaparkan lebih dalam.
Berkolaborasi dengan komunitas yang juga prihatin dengan penggusuran sawah dan ladang di Bali,
SawahBali.org, pemuda berusia 25 tahun ini mencoba menyampaikan pesan; bahwa kelestarian lahan hijau tidak akan tergantikan dengan uang penggusuran Rp500 juta, demi membangun bangunan baru tempat turis bisa asyik mengunggah
selfie-nya selama liburan di Bali.
Dalam waktu produksi dua minggu, ia dan tim kecilnya memelototi rutinitas Made Anggir, yang mungkin luput dari perhatian ratusan juta penduduk, termasuk pejabat pemerintahan, di Indonesia.
Gambar-gambar pemandangan sawah terasering berpadu dengan pernyataan-pernyataan menarik dari Made Anggir, tentang kegiatannya bersawah, penawaran uang penggusuran dari investor dan cerita legenda kesakralan tanah Bali.
"Sulit untuk mengungkap semua masalah yang terjadi atas isu lahan hijau di Bali, karena film ini memang hanya dibuat selama lima menit. Tapi saya memilih untuk mengungkapkan garis besarnya dengan durasi seminim mungkin, agar film ini tetap menarik untuk ditonton," kata Randelovic, saat diwawancara oleh
CNNIndonesia.com pada Selasa (13/9).
Saat ini, film
Sawah telah disaksikan sebanyak 124 ribu kali semenjak diunggah di akun
Facebook Randelovic pada Agustus.
Sejumlah pemberitaan pun telah ditulis atas isu yang muncul dalam film ini. Perdebatan tentu saja muncul, tapi pemuda dengan latarbelakang pendidikan jurnalisme dan politik ini merasa tidak perlu ambil pusing.
"Salah satu tujuan saya ialah mengungkapkan isu ini ke ranah yang lebih luas. Perdebatan mungkin menjadi salah satu jembatannya. Bali adalah tempat yang indah. Ya, semoga ini menjadi salah satu cara saya untuk membantu menyelamatkannya," ujar Randelovic menutup pembicaraan.
Randelovic sudah pasti bukan orang pertama yang mengkhawatirkan eksploitasi lahan hijau di Tanah Air. Jerinx 'Superman Is Dead' sebelumnya juga sudah berteriak soal penolakan reklamasi di Tanjung Benoa.
Tapi setidaknya, film
Sawah menjadi salah satu pengingat, agar penduduk Indonesia tidak lupa untuk memerhatikan tanah dan air yang menghidupinya.
(ard)