Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagai perayaan hari lahirnya yang ke-77, penyair Sapardi Djoko Damono meluncurkan tujuh buku sekaligus pada Rabu malam (22/3) di Bentara Budaya Jakarta. Tak hanya itu, perayaannya pun turut dimeriahkan dengan penampilan musikalisasi dan pembacaan puisi.
Sebagai sahabat Sapardi, Goenawan Mohamad membuka gelaran itu dengan membacakan sebuah puisi dari novel
Hujan di Bulan Juni (2013), yang kemudian dilanjutkan dengan sambutannya.
"Hari ulang tahun Sapardi itu 20 Maret, kemudian Hari Puisi 21 Maret. Antara puisi dan Sapardi memang dekat, ketika bicara Sapardi pasti referensinya ke puisi bukan kuliner," ujarnya seraya mengenang kedekatannya dengan Sapardi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya beruntung kenal dia karena tiga hal. Pertama, sama-sama menyukai puisi. Kedua, kenal beliau sejak 1960an. Dan ketiga, masih bersama melewati usia 75 tahun," katanya.
Di akhir sambutannya, Goenawan menuturkan, "Sapardi tidak ulang tahun, tapi dilahirkan kembali."
Tujuh buku yang diluncurkannya itu berupa enam buku puisi dan satu buah novel, termasuk
Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?,
Ayat-ayat Api,
Duka-Mu Abadi,
Kolam,
Namaku Sita,
Sutradara itu Menghapus Dialog Kita, dan novel
Pingkan Melipat Jarak, yang merupakan novel kedua dari trilogi
Hujan Bulan Juni.
"Bangga sekali rasanya bisa menerbitkan ulang karya-karya salah satu penyair terbesar Indonesia, Pak Sapardi Djoko Damono. Setelah sekian tahun enam buku puisi Pak Sapardi kurang tertangkap radar pembaca," ujar Mirna rulistianti Editor Senior Bidang Sastra Gramedia Pustaka Utama.
Sementara itu, musikalisasi dan pembacaan puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono dilakukan oleh Goenawan Mohamad, Joko Pinurbo, Tina Talisa, Iwan Setyawan, Ni Made Pumama Sari, Cyntha Hariadi, Tatyana Soebianto, dan M. Umar Muslim.
"Kalau disuruh pilih dengan siaran, saya mending siaran seperti dulu, sampai memecahkan rekor MURI 41 jam daripada ini [baca puisi], deg-degan," ujar mantan pembaca berita TV Tina Talisa yang membacakan puisi berjudul
Perahu Kertas.
Selain itu, penulis novel Iwan Setyawan yang ikut membacakan puisi berjudul
New York, 1971 turut menyampaikan pendapatnya soal sosok Sapardi.
"Saya suka baca puisi sejak SD, dan jatuh cinta pertama dengan puisi pak Sapardi. Kesalahan terbesar saya saat menuliskan puisi
Aku Ingin dalam buku saya adalah kurang satu kata, tapi itu yang kemudian buat saya bertemu beliau," katanya.
Ni Made Purnama Sari, salah satu penyair muda yang ikut membacakan puisi malam ini, berpandangan bahwa Sapardi telah memperkaya kesusastraan Indonesia lewat puisi dan prosanya.
"Dia menunjukan, bahwa antara kreasi, studi, dan profesi dapat seiring sejalan, hal yang membutuhkan disiplin tersendiri," ujarnya.
"Beliau dosen yang baik, sekaligus penyair terpujikan, oleh karena itu saya gembira dapat turut jadi bagian dari perayaan 77 Tahun Pak Sapardi," katanya.
Sapardi Djoko Damono telah menerbitkan sejumlah buku puisi, esai, fiksi, dan drama asli dan terjemahan, sejak 1969. Penghargaan atas pencapaian selama ini telah diterimanya dari Freedom Institute (2003), Akademi Jakarta (2012), dan Habibie Award (2016).
Tak hanya di dalam negeri, karya Sapardi juga dihargai hingga mancanegara. Ia pernah menerima Cultural Award (Australia, 1978), Anugerah Puisi Putera (Malaysia, 1984), dan SEA-WRITE Award (Thailand, 1988).