Film Berlatar Agama Islam Ada Sejak 1960-an

CNN Indonesia
Sabtu, 10 Jun 2017 08:16 WIB
Kalau dahulu film agama mengandung penyebaran ideologi atau dakwah yang kental, kini ada pergeseran menjadi penceritaan soal nilai yang lebih personal.
Film dengan latar agama Islam memang mulai menjamur sejak kemunculan 'Ayat-Ayat Cinta' pada 2008. Namun, ternyata film-film ini sudah ada sejak tahun 1960an. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Film dengan latar agama Islam memang mulai menjamur sejak kemunculan Ayat-Ayat Cinta pada 2008. Namun, ternyata film-film ini sudah ada sejak tahun 1960-an.

Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta Hikmat Darmawan bercerita, pada 1950-an hingga 1960-an persaingan antarpartai dan antarideologi di Indonesia cukup keras. Belum lama sepenuhnya lepas dari cengkeraman penjajah tentu membuat suasana politik belum begitu stabil.

Pada masa itu, tiga pelopor perfilman Nusantara, yakni Usmar Ismai, Asrul Sani dan Djamaludin Malik bergabung dengan Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia). Ini merupakan lembaga seni-budaya yang digagas oleh Nahdlatul Ulama (NU).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karenanya, ketiga tokoh tersebut mengusung nilai-nilai ideologi Islam yang berhadapan dengan ideologi komunis pada saat itu.
“Mereka kemudian berpikir, Lesbumi harus ada karya-karya yang mencerminkan ideologi-ideologi religiositas yang humanis juga. Maka mereka membuat beberapa film, misalnya Para Perintis Kemerdekaan. Lalu Asrul Sani dan Usmar Ismail membikin film tentang perjalanan haji yang di dalamnya ada banyak sekali perbincangan filosofis soal keadaan di dunia modern yang mereka lihat,” ujar Hikmat kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.

Hikmat melihat, dari 1960-an sudah ada kesadaran penuh dari para sineas di masa itu untuk sengaja membuat film dengan ideologi atau konstruksi nilai-nilai Islam. Selain Para Perintis Kemerdekaan, pada 1977 Asrul Sani dan Chaerul Umam juga membuat film bernapaskan Islam dengan judul Al-Kautsar. Ide skenario film itu juga akhirnya dikembangkan oleh Asrul untuk karya lainnya yang bertajuk Titian Serambut Dibelah Tujuh (1982).

“Banyak sekali film sepanjang 1970-an sampai 1980-an yang sebetulnya punya nuansa religius. Tapi kemudian Chaerul Umam pada 1990-an terlibat dalam pengajian, jadi ada pengentalan nilai-nilai Islam. Dia tidak puas dengan capaian lama, akhirnya dia menciptakan film dakwah. Saya kira film dakwah ini beda konstruksinya,” katanya.
Hikmat menyebut salah satu film dakwah garapan Chaerul dengan skenario Asrul adalah Nada dan Dakwah (1991) yang dibintangi Rhoma Irama. Ia menjelaskan, film itu bukan sekadar menampilkan sisi religius, melainkan juga mendakwahkan Islam sebagai ideologi paling unggul di hadapan yang lain.

“Yang menarik adalah, Asrul memasukkan cerita tentang persoalan sengketa tanah antara pihak korporasi dengan masyarakat lokal, yang solusinya tidak dengan doa, tapi betul-betul diselesaikan dengan politik tanah juga, yakni mengajukan alternatif kepemilikan tanah bersama,” ujarnya.

Jadi Lebih Personal

Ini seiring dengan banyaknya bacaan-bacaan novel remaja Islam yang masalahnya cinta-cintaan, jodoh-jodohan, pria tampan yang kemudian memilih gaya hidup Islami kemudian tobat atau poligami.Hikmat Darmawan, Ketua Komite Film DKJ
Tren memasukkan ideologi dan nilai Islam ke dalam film itu, menurut Hikmat, berubah ketika memasuki tahun 2000-an.

Apalagi, tuturnya, dengan adanya novel Ayat-Ayat Cinta yang kemudian memunculkan keinginan para sineas untuk mengadaptasikannya menjadi sebuah film bernapaskan Islam yang memuat unsur dakwah dengan lebih khusus.

“Jadi ada konstruksi Islam yang bukan hanya superior, tapi punya ciri-ciri khas, seperti nilai-nilainya diterjemahkan atau diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yang persoalannya seringkali tidak terlalu jelas apa hubungannya dengan ide-ide superioritas Islam," katanya.

"Maksudnya, superioritas bukan lagi pada persoalan sosial, melainkan persoalan pribadi,” ia menambahkan.

Hkmat memaparkan, persoalan pribadi yang dimaksud adalah terkait dengan gaya hidup, cinta, cara memilih pasangan, pilihan untuk berpoligami, dan lain sebagainya.

“Ada banyak sekali ini seiring dengan banyaknya bacaan-bacaan novel remaja Islam yang masalahnya cinta-cintaan, jodoh-jodohan, pria tampan yang kemudian memilih gaya hidup Islami kemudian tobat atau poligami,” katanya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER