Jakarta, CNN Indonesia -- Tak terasa, 22 tahun sudah Benyamin Sueb meninggalkan dunia hiburan Indonesia. Artis serba bisa yang akrab disapa Bang Ben itu meninggal karena serangan jantung usai bermain sepak bola pada 5 September 1995. Namun hingga kini, nama Benyamin tetap melekat dalam kenangan.
Semasa hidupnya, Benyamin dikenal sebagai artis peran, komedian, sutradara, serta penyanyi. Dia telah menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film.
Namun sebelum mencapai hal tersebut, Benyamin harus menjalani pahitnya hidup sejak masih balita. Di usianya yang masih dua tahun, dia harus merelakan ayahnya meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu pun membuat Benyamin harus menghabiskan masa kecilnya sebagai pengamen keliling kampung sejak usia tiga tahun. Dia sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda
Ujang-Ujang Nur sambil menggoyangkan badan.
Benyamin memang punya darah seni. Sifat jahil dan talenta menghibur ia warisi dari sang kakek, Saiti yang merupakan peniup klarinet. Kakek lainnya juga pemain teater rakyat.
Orang yang merasa terhibur dengan aksi Benyamin biasanya memberi dia recehan lima sen atau sepotong kue sebagai imbalan. Merasa itu menguntungkan, Benyamin dan tujuh kakaknya lantas membuat Orkes Kaleng. Dinamai begitu karena alat-alatnya banyak dibuat dari kaleng.
 Peringatan 20 tahun meninggalnya Benyamin Sueb. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
Berbekal alat musik dari bahan bekas itu, mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu. Kelompok musik ‘kaleng rombeng’ yang dibentuk Benyamin saat dirinya masih berusia enam tahun itulah yang menjadi cikal bakal kiprah sang komedian di dunia seni.
Cita-cita Jadi Pilot Berujung Jadi KondekturKendati telah menekuni dunia seni sejak kecil, Benyamin pernah punya cita-cita ‘normal’ seperti anak kebanyakan. Beranjak dewasa, ia mencoba mendaftar jadi pilot. Sayang, niat tersebut urung dilakukan lantaran terganjal restu ibunda.
Ia akhirnya menekuni pekerjaan sebagai pedagang roti dorong. Hingga pada 1959, ia ditawari bekerja di perusahaan bus PPD, dan langsung diterima. Benyamin merasa itu satu-satunya kesempatan, meski tugasnya hanya kondektur, dengan trayek Lapangan Banteng-Pasar Rumput.
Tapi itu tak lama. Benyamin kemudian berhenti karena menemui praktik korupsi. Menurutnya, rekannya yang bertugas sebagai sopir kerap mencatut uang dari ongkos penumpang.
Setelah itu, Benyamin menjajal berbagai bidang.
Ia pernah mengikuti Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960), Kursus Administrasi Negara (1964), bekerja di Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960), Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1969), bahkan jadi Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).
Terjun ke Dunia HiburanBaru pada 1970, Benyamin bergabung dengan Naga Mustika, grup musik yang berdomisili di sekitar Cengkareng. Itulah yang mengantarkan namanya jadi salah satu penyanyi terkenal.
 Benyamin Sueb identik dengan budaya Betawi. (CNN Indonesia/ Endro Priherdityo) |
Selain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani untuk berduet dengan Benyamin. Dalam perkembangannya, duet Benyamin dan Ida Royani menjadi kolaborasi penyanyi paling populer pada zamannya di Indonesia. Mereka menghasilkan hit seperti Hujan Gerimis.
Lewat popularitas di dunia musik, Benyamin pun mulai mendapat kesempatan bermain film.
Ia terlibat di film-film seperti
Banteng Betawi (1971),
Biang Kerok (1972), dan
Intan Berduri (1972) yang membuatnya mendapat Piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik. Di tahun yang sama,
Si Doel Anak Betawi yang disutradarai Sjumanjaya semakin memopulerkannya.
Torehan Benyamin di dunia hiburan bukan itu saja. Di perayaan hari kelahirannya ke-51 pada 5 Maret 1990, Benyamin mendirikan Radio FM bernama Bens Radio. Itu menjadi salah satu peninggalannya sebelum wafat lima tahun kemudian. Hingga kini, radio itu masih ada.
Persembahan Konser Teatrikal Kenang BenyaminKini, untuk mengenang sosok yang berpengaruh besar pada seni hiburan Indonesia khususnya budaya Betawi, Teater Abang None (Abnon) Jakarta mempersembahkan konser teatrikal dengan judul
BABE, Muka Kampung Rejeki Kota yang mengangkat kisah perjalanan hidup Benyamin.
Disutradarai Agus Noor dan diproduseri Maudy Koesnaedi, konser teatrikal ini akan digelar pada 15 dan 16 September 2017 di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
 Foto Benyamin pernah dipamerkan. (CNN Indonesia/ Endro Priherdityo) |
Kisah dalam pertunjukan itu sendiri, disebutkan Maudy, terinspirasi dari buku biografi perjalanan hidup Benyamin yang ditulis Ludhy Cahyana dan Muhlis Suhaeri pada 2005.
“Gagasan menambah sebutan BABE sebagai judul dalam pertunjukan ini, karena semasa hidupnya beliau akrab disapa Babe sekaligus menjadi sosok ayah bagi kami semua. Babe adalah seniman yang memberikan inspirasi bagi masyarakat, khususnya Betawi,” ujar Maudy.
Ia melanjutkan, dalam keterangan pers yang diterima
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu, “Kejenakaan Babe seringkali mengingatkan kepada kita untuk tetap semangat dan ceria.”
Konser teatrikal
BABE, Muka Kampung Rejeki Kota turut dimeriahkan Tommy Tjokro, Indra Bekti, Imam Wibowo, Ayumi Astriani, Astry Ovie dan abang none Jakarta lainnya.