Cerita Amaroso Perankan Soeharto di Film G-30S PKI

CNN Indonesia
Minggu, 01 Okt 2017 11:29 WIB
Sebelum berperan sebagai Soeharto dalam film G-30S PKI, Amaroso melakukan observasi terhadap perilaku Soeharto selama seharian.
Sebelum berperan sebagai Soeharto dalam film G-30S PKI, Amaroso melakukan observasi terhadap perilaku Soeharto selama seharian. (CNN Indonesia/Rayhand Purnama).
Jakarta, CNN Indonesia -- Amaroso Katamsi menjadi aktor yang ditunjuk untuk berperan sebagai Soeharto dalam film G-30S PKI. Sang sutradara Arifin C Noer memilih Amaroso secara langsung kala itu.

Ada beberapa alasan yang membuatnya tertarik mendalami peran sebagai Jenderal Soeharto.

"Karena saya aktor. Jadi, kalau ada peran menantang saya suka. Kedua, ceritanya menarik, ada sejarahnya," ujarnya di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/9) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, sebelum berperan sebagai presiden RI kedua itu, ia sempat bertatap muka dengan Soeharto yang saat itu masih aktif sebagai Jenderal.

Namun, pertemuan tersebut merupakan observasi terhadap perilaku Soeharto. Keduanya bertemu di peternakan milik Soeharto di Tapos, Bogor.

"Bukan konsul (konsultasi). Saya observasi langsung selama satu hari penuh. Saya minta izin observasi. Saya menghadap ke Tapos dan ikutin dia," terang dia.

Ada kepribadian Soeharto yang baru diketahui Amaroso saat pertama bertemu, yakni ramah. Namun, tak hangat. "Ya, itu ramah, tapi tidak hangat. Satu lagi, saya baru tau kalau beliau jago bahasa Inggris, saya soalnya tahu gunakan translater (penerjemah) melulu," imbuh dia.

Ia mengungkapkan, selama berperan sebagai Soeharto, baik dalam film G-30S PKI maupun dua film lainnya menjadi orang yang sama, tidak pernah ada komentar yang dikeluarkan oleh Soeharto.

"Beliau saja tidak ada komentar apapun. Tidak ada, malah Bu Tin (istri Soeharto) yang ngomong. Kamu kok bisa ya, kan belom kenal lama sama bapak," tutur Amaroso menirukan ucapan Bu Tin.

Ia menyadari hingga kini film yang diperankannya penuh dengan kontroversi. Penyebabnya, isi yang terkandung dalam film tersebut memiliki unsur politik.

"Ini film politik, setiap peristiwa politik itu selalu sudut pandang siapa yang ngomong. Nah, ada dua pihak, pihak sini dan sana. Sini bilang bener dan sana salah. Sehingga, segala argumentasi begitu dan itu politik, biasa," ucapnya.

Ia menjelaskan, dalam perannya di film tersebut, dapat dipastikan tidak ada keterkaitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam melengserkan Soekarno yang saat itu masih menjadi presiden.

"Tapi, peristiwa itu adalah penculikan dari jenderal oleh dewan revolusi. Nah, sebelumnya mereka rapat untuk PKI. Tapi, tetap mempertahankan Bung Karno (Soekarno) karena memang masih kuat," katanya.

"Tidak ada melengserkan. Tidak ada. Jika kemudian secara perlahan tersingkir, itu urusan lain. Tentu nanti ada kaitannya, tapi pada saat itu enggak," imbuhnya menambahkan.

Terkait rencana Presiden Joko Widodo yang bakal membuat versi baru dari film tersebut, ia menolak untuk kembali bermain. Usia yang sudah memasuki senja menjadi alasan Amroso.

“Nggak mungkin, kan sudah tua. Tapi, kalau diputar ulang, ya silahkan. Dan untuk dibuat kembali, buatlah dengan hati yang jujur,” pungkasnya.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER