Riwayat Bioskop Buaran, dari Kerusuhan 98 hingga Sarang Tikus

Agniya Khoiri | CNN Indonesia
Minggu, 03 Des 2017 11:15 WIB
Setelah 28 tahun, riwayat Bioskop Buaran berakhir. Para pekerja sempat berkisah soal cerita unik yang mereka alami selama puluhan tahun bekerja.
Setelah 28 tahun, riwayat Bioskop Buaran berakhir. Para pekerja sempat berkisah soal cerita unik yang mereka alami selama puluhan tahun bekerja. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Reruntuhan besi dan kayu yang menumpuk di tanah itu sedikit demi sedikit mulai diangkut dengan truk. Di tengah rintik hujan, para pekerja tampak masih giat melaksanakan tugas mereka untuk membenahi puing-puing gedung.

Pemandangan itu ditemui CNNIndonesia.com ketika memasuki kompleks Bioskop Buaran, bioskop legendaris yang selama 28 tahun kokoh berdiri di persimpangan Jl. I Gusti Ngurah Rai dan Jl. Dr. Krt. Radjiman Widyodiningrat, Klender, Duren Sawit Jakarta.

Sejak 25 November lalu, bioskop yang diresmikan oleh Walikota Jakarta Timur Mas Sunaryono pada 1989 itu telah berhenti beroperasi secara total. Tak hanya itu, sejak akhir November pula, gedung bioskop yang bersebelahan dengan Buaran Plaza ini mulai dibongkar untuk nantinya dirobohkan dan diganti dengan bangunan lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekilas melihat pondasi bangunan, Bioskop Buaran masih berdiri kokoh. Namun ketika menelisik ke dalam, yang tersia hanya bangunan kosong berisi sofa usang serta puing-puing.

Sofa itu yang kemudian digunakan sejumlah mantan karyawan bioskop pada hari itu untuk berkumpul, melepas kerinduan. Beberapa dari mereka memang ada yang membantu proses pembongkaran gedung.

"Cuma tinggal sofa usang aja nih mbak, sama itu papan peresmian gedung. Udah dibongkar semua, dulu ada foto-foto di sini," kata Agus Salim Zebua, selaku Operator Film seraya menunjuk beberapa tempat di bekas lobi utama Bioskop Buaran.

Reel film yang digunakan Bioskop Buaran ketika masih beroperasi. Reel film yang digunakan Bioskop Buaran ketika masih beroperasi. (Dok. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Para mantan karyawan yang tengah asyik bersenda gurau pun menyambut hangat CNNIndonesia.com pada Kamis (30/11) lalu untuk ikut bergabung dengan mereka.

"Daripada di rumah enggak ngapa-ngapain. Sudah beberapa hari habis dzuhur tidur, ashar tidur, malamnya malah enggak bisa tidur. Kebanyakan tidur siang mbak," ujar Mariana, mantan penjaga kantin bioskop seraya mengisyaratkan alasan mengunjungi bekas tempatnya bekerja kembali.

Sambil mempersilakan duduk, ia pun bercerita bahwa para mantan karyawan Bioskop Buaran yang juga dikenal Buthet (Buaran Theater) telah dianggapnya seperti keluarga. Suka dan duka telah mereka lalui bersama, termasuk masa-masa saat bioskop ini ditinggalkan zaman.

"Saya sudah 23 tahun di sini, jadi ya berat dan sedih pasti untuk melepasnya," katanya.
"Apalagi ibaratnya kami yang bekerja dari masa jaya-jayanya, terus sekarang yang bongkar juga kami, sedih ya tapi mau bagaimana," sahut Agus.

Menurutnya, Bioskop Buaran yang tak mengikuti zaman akan perubahan teknologi digital menimbulkan efek domino pada bioskop tersebut.

"Kurang lebih sejak empat tahun lalu, bioskop-bioskop sudah tidak pakai proyektor, berubah ke digital. Sedangkan di Bioskop Buaran masih pakai mesin lama, sehingga tidak bisa putar film baru," paparnya.

Sepinya peminat akan film-film lawas yang diputar otomatis membuat bioskop rugi. Pendapatan tak sanggup lagi menutup pengeluaran seperti tagihan listrik dan perawatan gedung. Hingga akhirnya, resmi ditutup

Kerusuhan 98 dan tukang antar reel film

Tak mau berlarut-larut, mereka kemudian memilih untuk berbagi ragam kenangan berkesan hingga mendebarkan selama puluhan tahun bekerja di sana.

"Dulu saat kerusuhan 98, saya baru kerja setahun dan itu dijaga super ketat sama aparat. Pas itu film yang lagi tayang Titanic, rame itu dan akhirnya ditutup menghindari kerusuhan," kenang Agus.

Riwayat Bioskop Buaran, dari Kerusuhan 98 hingga Sarang TikusBioskop Buaran ketika masih beroperasi. (Dok. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Tidak hanya berhenti pada penutupan sementara, menurutnya kerusuhan 98 menyebabkan reel film yang bergantian dengan bioskop di Yogya Plaza Klender ikut terbakar.

"Jadi sebagian reel filmnya ada di Yogya Plaza, pas malnya kebakar reel-nya ikut kebakar, enggak bisa diputar dong dan harus tunggu lagi copy-annya," tambahnya.

Dia juga bercerita soal kenangan pengantar film di Buthet layaknya di film Janji Joni. Bioskop Buaran juga pernah mengalami hal serupa kala pengantar reel film terlambat datang dan diprotes penonton.

"Yang antar filmnya kena macet, jadi dulu kan reel 1-nya diputar di sini, reel kelanjutannya masih di bioskop lain yang putar duluan. Nah pernah udah sampai reel 2, yang bagian tiganya belum datang, kami buat pemberitahuan lalu disorakin 'wuuu' gitu," kata Agus sembari tertawa mengenang masa lalu.

Kegaduhan lain pun pernah terjadi di gedung bioskop yang memiliki empat teater ini. Diceritakan Agus, saat pemutaran film Ayat-Ayat Cinta, penonton yang datang membludak, antrian mengular, hingga memenuhi seluruh ruang utama bioskop.

"Wah itu kaca sampai pecah-pecah, saking penuhnya desak-desakan berebut dapat tiket. Saking hebatnya, itu film diputar sampai tiga bulan, ada yang datang untuk nonton kelima kalinya. Ramai terus," tuturnya.

Sarang tikus dan 'penunggu' Gedung 1 dan 3

Soal fasilitas yang ditawarkan, Agus menyebut Bioskop Buaran cukup apik. Mesin jarang rusak, mereka pun punya genset yang dapat diandalkan ketika listrik padam. Paling tidak hanya butuh dua menit untuk menanti mesinnya bekerja.

"Kalau ada bocor ya gitu-gitu aja, gedung aman. Paling tikus, itu juga baru beberapa tahun belakangan ini. Dulu sih tukang bersih-bersihnya rajin semprotin pembasmi nyamuk, nyediain racun tikus," ujar pria yang telah 20 tahun bekerja di gedung itu.

Riwayat Bioskop Buaran, dari Kerusuhan 98 hingga Sarang TikusBioskop Buaran ketika masih beroperasi menggunakan proyektor yang sudah ditinggalkan. (Dok. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Keberadaan tikus di gedung bioskop Buaran pun cukup dikenal di kalangan masyarakat. Mentari Chairunnisa misalnya, warga Buaran yang pernah menonton di bioskop tersebut mengungkap cerita itu.

"Saya nonton di sana waktu kecil, filmnya itu Petualangan Sherina, terus yang terakhir saya tonton Ayat-Ayat Cinta, habis itu enggak lagi karena sudah mulai jelek," ungkapnya.

Dia menambahkan, "Buthet tuh banyak yang bilang sarangnya tikus sama kecoa lah, buat tempat mesum lah, sampai rumor jarum HIV di kursinya. Jadi males nonton di sana lagi semenjak makin bobrok dan banyak rumor aneh."

Terkait keanehan, Agus mengakui bahwa bioskop ini pun juga menyimpan cerita horor.
"Di gedung satu dan tiga ada yang nunggu, suka gangguin kalau ada orang baru. Dulu pernah pas film Pocong 2 ada yang sampai kesurupan," ujarnya.

"Itu sampai satu botol minyak kayu putih di ruang manajer habis dipakai buat nolong yang pingsan-pingsan kesurupan," tambahnya.

Namun kini, itu hanya menjadi sekelumit kenangan yang tersisa dalam benak Agus dan kawan-kawan. Dalam satu bulan ke depan, bangunan itu ditargetkan akan diratakan dengan tanah dan mulai dibangun untuk yang lain.

Para mantan karyawannya pun hanya bisa meratapi tempat yang menjadi saksi bisu kegigihan mereka bekerja sehari-hari sejak dulu kala. Terlebih, pesangon yang mereka inginkan belum sesuai harapan dan masih dalam tahap negosiasi.

"Ya harapan kami, setelahnya kami diberikan 'bekal' yang layak untuk melanjutkan hidup, entah untuk membangun usaha atau lainnya," harap Agus. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER