Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah 28 tahun berdiri, bioskop Buaran kini tinggal kenangan. Bioskop legendaris itu resmi dirobohkan sejak satu minggu terakhir.
Kabar itu diterima
CNNIndonesia.com melalui pesan singkat dari Agus Salim Zebua, operator di bioskop tersebut pada Selasa (28/11).
"Sudah sejak seminggu lalu berhenti dan kemudian bertahap dirobohkan," katanya saat dihubungi via telepon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bioskop Buaran atau Buaran Theatre yang terletak di Jalan Raden Intan Raya, Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur merupakan salah satu bioskop lawas yang masih bertahan di tengah gempuran bioskop modern seperti sinepleks.
Buaran Theatre, atau orang awam memanggilnya Butet, diresmikan pertama kali oleh Walikota Jakarta Timur Mas Sunaryono pada 14 Juli 1989. Bioskop ini menjadi saksi bisu perkembangan film Indonesia lebih dari dua dekade.
Agus tak memungkiri bioskop yang memiliki empat ruang teater dengan masing-masing berkapasitas sekitar 250 orang itu memang telah mengalami penurunan jumlah penonton secara signifikan sejak empat tahun terakhir.
Menurut Agus, itu dipicu oleh Bioskop Buaran yang tak mengikuti zaman akan perubahan teknologi digital dan kemudian menimbulkan efek domino pada bioskop tersebut.
 Tak ada wanita cantik penyobek karcis yang menunggu di depan ruang teater. Sebuah karcis bertuliskan HTM Rp15 ribu tanpa nomor tempat duduk menjadi akses masuk menuju ruang studio. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
"Kurang lebih sejak empat tahun lalu, bioskop-bioskop sudah tidak pakai proyektor, berubah ke digital. Sedangkan di bioskop Buaran masih pakai mesin lama, sehingga tidak bisa putar film baru," paparnya.
Sepinya peminat akan film-film lawas yang diputar menimbulkan kerugian bagi bioskop. Uang pendapatan tak sanggup lagi menutup kebutuhan seperti tagihan listrik dan perawatan gedung.
"Saya dengar dari pak manager, satu bulan ruginya Rp25 juta sampai Rp35 juta, untuk bayar PLN. PLN bisa sampai Rp29 juta, belum uang makan dan gaji karyawan," ungkapnya.
Agus mengisahkan, sehari-hari, penonton yang datang hanya segelintir dengan jumlah sekitar 10-15 orang yang membeli tiket seharga Rp10 ribu pada hari kerja dan Rp15 ribu pada akhir pekan.
"Paling sekali putar film hanya empat sampai lima orang, memang sepi karena tidak ada film baru," katanya.
Terakhir, film yang diputar hanyalah film barat
Machete (2010) dan sejumlah film lawas Indonesia.
Agus tak sepenuhnya menyalahkan keputusan pemilik bioskop yang memilih untuk menutup dan menyewakan tanahnya untuk pihak lain.
 Meski Tergolong lawas dan murah, kondisi didalam bioskop tergolong bersih dan nyaman. Pendingin udara masih berfungsi dan tampilan audio visual dapat dinikmati. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.) |
"Memang itu kuasa mereka untuk menjual atau bagaimana, walaupun sebenarnya saya rasa (pemilik) sanggup beli mesin baru untuk mempertahankan laju bioskop, tapi mungkin sudah ada niat lain," tuturnya.
Namun bagi Agus, yang kini ia pikirkan adalah nasibnya bersama 22 orang karyawan lain yang statusnya masih digantung.
"Kalau di PHK juga enggak, karena kan kalau PHK ada suratnya," kata pria yang telah 20 tahun bekerja di sana tersebut.
Ikuti perjalanan CNNIndonesia.com ke Bioskop Buaran dalam galeri FOTO: Nasib Bioskop Buaran yang Jadi Buangan (end)