Jakarta, CNN Indonesia -- Teknik dan seni membuat perahu Pinisi yang turun-temurun dimiliki bangsa Indonesia kini telah diakui menjadi Warisan Budaya Takbenda dunia versi UNESCO.
Dalam sidang yang berlangsung di Jeju, Korea Selatan, Kamis (7/12), UNESCO menetapkan teknik membuat kapal Pinisi asal Sulawesi Selatan tersebut masuk dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda umat manusia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebelumnya telah mendaftarkan seni teknik membuat kapal Pinisi ke UNESCO pada 2015 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai bangsa Indonesia tentunya rasa syukur dan bangga dengan ditetapkannya seni pembuatan perahu Pinisi dalam
representative list UNESCO," kata Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud dalam pernyataan resmi yang diterima
CNNIndonesia.com, Kamis (7/12).
"Mewakili pemerintah, [kami] mengucapkan rasa terima kasih kepada masyarakat atas kepeduliannya sehingga karya budaya ini ditetapkan," lanjutnya.
Hilmar menyebut, dengan penetapan seni teknik pembuatan kapal Pinisi, ia berharap bangsa Indonesia terutama generasi muda untuk lebih mengakui dan bangga serta menggali nilai tradisi lalu mengembangkannya.
Dalam sidang penetapannya, UNESCO menekankan perlunya Indonesia membuat sejumlah upaya untuk tetap menjaga ketersediaan kayu sebagai bahan baku Pinisi sehingga teknologi tradisional tersebut berkelanjutan.
 Dalam membuat kapal Pinisi, dibutuhkan sejumlah prosesi adat. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe) |
Sidang juga menilai Indonesia perlu membuat program baik melalui pendidikan formal, informal, maupun informal untuk melestarikan ilmu dan seni pembuatan kapal Pinisi kepada generasi muda.
Pinisi merupakan kapal layar tradisional khas Indonesia yang berasal dari suku Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan. Dikenal sebagai jenis kapal, Pinisi pada dasarnya merupakan nama layar.
Kapal Pinisi umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, tiga di ujung depan, dua di bagian depan, dan dua di bagian belakang.
Dua layar utama dalam kapal Pinisi memiliki makna mendalam, yaitu didasarkan pada dua kalimat syahadat. Sedangkan tujuh buah layar menggambarkan jumlah ayat dalam surat Al-fatihah, yang merupakan pembuka kitab suci alquran.
Kapal Pinisi diketahui telah ada sejak sebelum 1.500 Masehi. Menurut naskah
Lontarak I Babad La Lagaligo pada abad ke-14 Masehi, Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading. Ia merupakan putera mahkota Kerajaan Luwu.
Sawerigading konon membuat Pinisi untuk berlayar ke negeri Tiongkok guna meminang seorang putri bernama We Cudai.
Dalam membuat perahu Pinisi, dibutuhkan serangkaian prosesi adat. Prosesi dimulai dengan upacara kurban, upacara pengusiran roh penghuni kayu bahan baku kapal, dan sejumlah upacara lainnya sepanjang pembuatan Pinisi hingga selamatan jelang peluncuran.
 Prosesi adat membuat Pinisi dilakukan mulai dari pemilihan kayu hingga peluncuran. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe) |
Dengan penetapan teknik pembuatan Pinisi, maka Indonesia telah memiliki delapan elemen budaya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Tujuh lainnya adalah wayang, keris, batik, angklung, tari saman, noken papua, dan tiga genre tari tradisional bali.
(end)