Studi: 53 Persen Pengguna Konten Bajakan Sadar Langgar Hukum

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Kamis, 07 Jun 2018 09:01 WIB
Sebuah survei di Inggris menemukan 53 persen pengakses konten bajakan sadar tindakannya itu salah. Namun sejumlah faktor mendorong mereka tetap melakukannya.
Ilustrasi DVD bajakan. (REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah studi mengungkapkan bahwa sebagian besar pengakses situs berisi konten bajakan menyadari bahwa tindakan yang dilakukan tersebut adalah kesalahan.

Studi yang dilakukan oleh konsultan anti-bajakan Muso pada sekitar seribu orang Inggris dewasa menunjukkan 53 persen dari responden menyadari bahwa mengakses atau menggunakan konten baik berupa film, musik, dan lain hasil bajakan adalah melanggar hukum.

Namun penelitian itu juga menunjukkan sebab orang masih tetap memilih mengakses situs bajakan, yaitu 35 persen responden menjawab karena biaya mengakses situs bajakan lebih terjangkau, 35 persen responden menjawab konten yang diinginkan tidak tersedia di saluran resmi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Serta sisanya menjawab beberapa konten tidak tersedia di negara mereka, dalam hal ini seperti di Inggris.

Penelitian Muso juga menemukan bahwa sebesar 83 persen pengguna situs bajakan sebelumnya telah mencari konten yang mereka inginkan di layanan resmi.

Dan sebanyak 91 persen di antara mereka yang mengakses konten digital sebenarnya memiliki akun di layanan berbayar secara resmi, seperti Netflix, Amazon Prime Video, Spotify, atau Apple Music.

Akan tetapi Variety menyebut hasil studi ini masih dapat diragukan, lantaran Muso menyebut melakukan survei melalui CitizenMe, sebuah aplikasi yang memberikan uang kepada penggunanya yang menyelesaikan sejumlah kuis.


Meski kejujuran dari studi ini bisa diragukan, temuan Muso ini masih menunjukkan peluang pembajakan dapat dikurangi atau dihilangkan bila ada alternatif pilihan yang resmi.

"Kami ingin menantang secara medasar persepsi bahwa penonton konten bajakan tidak mau membayar atas konten tersebut," kata Paul Briley, chief commercial officer Muso dalam pernyataannya.

"Bila pemilik konten menerima bahwa ini adalah penonton dengan minat tinggi, mereka dapat mengeksplorasi cara baru membuat konten mereka lebih mudah diakses, mendapatkan penonton, dan menciptakan pendapatan baru dalam prosesnya." kata Briley.


Namun Variety menyebutkan anggapan Muso ini tidak menjawab peluang keberadaan masyarakat yang memang enggan membayar konten, atau mendapatkannya secara cuma-cuma.

Sejumlah layanan digital telah hadir untuk menjangkau masyarakat kelas menengah ke bawah seperti Netflix dan Spotify.

Namun kehadiran layanan ini ternyata tak menghentikan atau menghilangkan pembajakan. Pada 2017, tercatat sebesar 300 miliar kunjungan pada situs berkonten bajakan. Angka ini naik 1,6 persen dari 2016, menurut data Muso.

Firma itu pun menyebut bahwa layanan digital yang paling banyak dibajak baik secara unduhan atau streaming adalah acara televisi dan musik dengan tren yang cenderung meningkat. Di sisi lain, jumlah pembajakan film justru menurun. (end)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER