Jakarta, CNN Indonesia --
Batara Guru melahirkan kejujuran, Sambo.Juga semangat, Brama.Dan rasa, Hindra.Lalu kekuatan, dia itulah Batara Kayu. Tapi dia ingin melahirkan kebijaksanaan, maka lahirlah Wisnu, lambang keabadian.Lantunan berjudul
Batara Wisnu ini membuka kelanjutan kisah
Mahabarata: Asmara Raja Dewa yang dipentaskan
Teater Koma pada November lalu. Pentas kali ini diberi tajuk
Goro-Goro: Mahabarata 2 yang digelar di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta sejak Kamis (25/7) hingga 4 Agustus mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisahnya berfokus pada Semar dan Togog yang ditugaskan untuk turun ke Marcapada dan menghamba kepada raja-raja di sana. Semar menjadi panakawan para ksatria yang membela kebenaran, sedang Togog menghamba kepada para raksasa penyebar kejahatan.
Berita Seni Budaya Lainnya |
Kini, Semar mengabdi kepada Raja Medangkamulyan, Prabu Srimahapunggung. Togog menghamba kepada Raja Raksasa Kerajaan Sonyantaka, Prabu Bukbangkalan. Di suatu masa, karena cintanya ditolak, Batara Guru mengutuk Dewi Lokawati menjadi tanaman padi, dan padi itu dianugerahkan kepada kerajaan Medangkamulyan untuk jadi bahan makanan utama Wayang Marcapada.
Ketika Medangkamulyan panen padi melimpah-ruah, Sonyantaka malah diserang paceklik, maka Bukbangkalan yang serakah sangat bernafsu untuk merampok Medangkamulyan.
Meski dicegah Togog, niatnya itu tetap dilaksanakan. Di tengah jalan, Bukbangkalan ia juga bersekutu dengan Batara Kala.Di saat bersamaan, Srinandi, adik Srimahapunggung, turun dari kahyangan untuk menjenguk kakaknya. Dia ditemani Cangiki dan Limbuki, dua Panakawan perempuan.
 Pementasan teater Goro-Goro: Mahabarata 2 yang digelar di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta. (Foto: Dok. Image Dynamics/Teater Koma) |
Malangnya, dalam perjalanan itu Srinandi diteror Batara Kala yang jatuh hati pada kecantikannya. Srinandi dan kedua dayangnya pun berusaha kabur. Hingga akhirnya memutuskan bersembunyi begitu sampai di Medangkamulyan, menjadi padi di persawahan luas.
Atas saran Bukbangkalan, Batara Kala merapal ajian agar pasukan raksasa Sonyantaka berubah menjadi hama pemakan padi untuk mencari Srinandi. Bencana paceklik pun mengancam kerajaan Medangkamulyan.
Sarat Pesan dan Realita SosialSudah menjadi tabiat Teater Koma, pertunjukannya menyuguhkan perpaduan dari nyanyian, tarian, hingga benang merah cerita yang relevan. Panggung megah, properti dengan detail mengesankan hingga iringan musik yang memukau pun masih menjadi nilai lebihnya.
Lewat kisah ini, Nano pun masih secara sarkas menyertakan potret kehidupan sosial politik yang belakang terjadi di Indonesia. Potret itu digambarkan lewat percakapan Semar, bersama tiga orang anaknya Gareng, Bagong dan Petruk.
Berita Seni Budaya Lainnya |
"Goro-Goro: Mahabarata 2 mengajak penonton untuk membayangkan dan memikirkan seperti apa pemimpin yang diinginkan, pemimpin yang mencintai perdamaian demi kenyamanan dan kemakmuran bersama atau justru yang mencintai pertikaian demi meraih kekuasaan tertinggi," ujar
Nano.
Selain itu, ia menekankan persoalan betapa pentingnya padi bagi kehidupan. Tanpa menggurui, Nano mencoba menyampaikan pesan tentang bagaimana untuk menuai hasil yang baik maka dibutuhkan usaha lewat cinta dan kasih yang tulus.
Pada bagian ini, ia juga coba menggabungkan unsur Jawa lewat karakter Dewi Srinandi dan tokoh Sunda Dewi Lokawati untuk menambahkan kekayaan cerita.
Terlepas dari cerita, Nano tampak menunjukkan ia semakin meningkatkan kualitas dalam mengadaptasi perkembangan zaman ke dalam karyanya. Permainan teknologi kian berani, bahkan memunculkan efek tiga dimensi di atas panggung. Pada beberapa pementasan sebelumnya, ia hanya menambah itu sebagai aksen saja.
Namun kini, ia memberinya ke dalam pementasan secara utuh.
Hal itu terlihat sejak tirai dibuka, latar dihiasi dengan dua layar proyektor yang menyatu dengan panggung dan properti yang ada. Latar yang disuguhkan pun gambar-gambar indah memanjakan mata, dengan tata cahaya yang melengkapinya.
Selain itu, Nano juga coba memadukan cerita tentang legenda kuno perwayangan ke dalam tampilan yang lebih modern. Dari segi kostum yang ditata oleh Rima Ananda, warna-warna yang digunakan lebih mencolok dan beragam. Dia juga memberi ragam aksen seperti kacamata hitam pada penari Rengkong, kemudian dayang-dayang seorang permaisuri tak lagi didandani dalam busana tradisional, tapi diganti dengan kostum bak badut bernuansakan hitam putih.
Sementara dari segi musik, Nano yang dibantu oleh penata musik Fero A. Stefanus menambah sentuhan musik jazz hingga hip hop.
Perpaduan ini sendiri diakui Nano memang demi menyasar generasi muda untuk tertarik pada pertunjukan teater.
"Saya berusaha semoga mereka tertarik. Karena paling tidak yang saya berikan adalah sebuah cerita fiksi yang bisa diikuti. Mengacu pada pemimpin yang baik seperti apa, semua ada di Mahabarata, dan ini bisa sebagai pelajaran," katanya yang ditemui usai pementasan Rabu (24/7).
Pementasan teater Goro-Goro: Mahabarata 2 yang digelar di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri) |
Untuk pertama kalinya, Slamet Rahardjo Djarot ikut berperan dalam pementasan Teater Koma. Aktor senior pemenang Piala Citra dan dedengkot Teater Populer ini terlibat dengan memainkan peran sebagai Batara Guru.
"Kembali ke panggung teater ini ibarat pulang kampung karena saya sendiri terlahir dari panggung teater. Pentas teater memiliki nilai tersendiri karena interaksi dengan penonton dan peran yang langsung direkam oleh mata penonton, bukan teknologi kamera. Bermain teater ini menjadi detoks diri untuk mengembalikan inspirasi dan kesegaran berekspresi," ujar Slamet Rahardjo.
Pementasan
Goro-Goro: Mahabarata 2 ini didukung pula oleh aktor dan aktris seperti Idries Pulungan, Budi Ros, Ratna Riantiarno, Sari Madjid, Netta Kusumah Dewi, Rangga Riantiarno, Tuti Hartati, Dorias Pribadi, Ratna Ully, Daisy Lantang, Alex Fatahillah, Raheli Dharmawan, Emanuel Handoyo, Bayu Dharmawan Saleh, dan lainnya.
Lakon
Goro-Goro: Mahabarata 2 dipentaskan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki setiap hari, mulai 25 Juli sampai dengan 4 Agustus 2019, pukul 19.30 WIB kecuali hari Minggu, 28 Juli dan 4 Agustus 2019, pukul 13.30 WIB. Harga tiket yang dijual mulai dari Rp60 ribu hingga Rp500 ribu.
[Gambas:Video CNN] (agn/rea)