Titik Balik di Pulau Buru dan Pesan Pramoedya untuk Anak Muda

CNN Indonesia
Sabtu, 17 Agu 2019 17:07 WIB
Pramoedya Ananta Toer dipandang mengalami titik balik dalam kesastraan saat dibuang di Pulau Buru, dan menyimpan pesan untuk anak muda melalui 'Bumi Manusia'.
Pramoedya Ananta Toer dipandang mengalami titik balik dalam kesastraan saat dibuang di Pulau Buru, dan menyimpan pesan untuk anak muda melalui 'Bumi Manusia'.(Dok. Pribadi Pramoedya Ananta Toer)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi sastrawan Ajip Rosidi, momen Pramoedya Ananta Toer dibuang ke Pulau Buru menjadi titik balik kesastraan pria asal Blora tersebut. Hal itu dirasakan Ajip begitu membaca naskah Bumi Manusia buatan Pram selama di Buru.

Penjara dan tahanan menjadi hal yang biasa sebenarnya bagi Pram. Ia pernah ditahan tiga tahun saat masa kolonial, satu tahun saat Orde Lama.

Menjadi anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) membuat Pram dicap sebagai seorang komunis semasa hidupnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga pada 1965, ia menjadi tahanan politik di Pulau Nusakambangan, lalu Pulau Buru tanpa proses pengadilan.


Saat itu, Pram dilarang menulis. Namun, sastrawan asal Blora ini tetap berkarya dan menghasilkan Tetralogi Buru: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.

Pram memulai kisah dengan menceritakan secara lisan kepada teman-temannya jalan cerita dalam novel-novel tersebut.

Ia pun baru benar-benar menulis pada 1975 dan naskahnya dititipkan kepada beberapa orang, salah satunya adalah seorang pastur.

Pastur itu kemudian menyerahkan beberapa naskah kepada Ajip Rosidi dan meminta langsung dibaca. Sebagai seorang teman, Ajip langsung melahap naskah-naskah tersebut semalaman.

"Setelah baca, saya sampai mikir, apa Pram harus dipenjara dulu baru bagus tulisannya? Karena yang ditulis saat di penjara bagus sekali. Sebelumnya tidak ada yang sebagus itu," kenang Ajip saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Lokasi bekas bangunan Markas Komando (Mako), tempat satrawan Pramoedya Ananta Toer biasa menuliskan karya-karyanya,Lokasi bekas bangunan Markas Komando (Mako), tempat satrawan Pramoedya Ananta Toer biasa menuliskan karya-karyanya. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Buah tangan Pram di Pulau Buru adalah sedikit dari karya sastrawan itu yang membekas dalam benak Ajip. Sebelum keberadaan Bumi Manusia, Ajip terpukau dengan karya Pramoedya bertajuk Bukan Pasar Malam.

Bukan Pasar Malam dirilis pada 1951 dan sempat menjadi salah satu karya yang dilarang beredar pada 1965.

Melalui Tetralogi Buru, Ajip menilai Pram benar-benar mendalami karakter yang ditulis dengan jalan cerita yang kuat. Pram memang menghadirkan kisah cinta Minke dan Annelies dengan latar kolonialisme dan berbagai masalah sosial seperti perbedaan kasta dan kelas.

Ajip berpendapat Pram menunjukkan dirinya bukan seorang komunis melalui karya-karyanya, termasuk Bumi Manusia, meski menjadi anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi kebudayaan sayap kiri di Indonesia yang mendorong seniman mengikuti doktrin realisme sosialis.

"Realisme sosialis kan gampangnya dilihat tokohnya pasti akan hidup dan menang. Tapi di Bumi Manusia dan yang lain siapa tokoh yang begitu? Enggak ada," kata Ajip.


Pandangan serupa disampaikan Mujib Hermani, salah satu orang terdekat Pram yang ikut dalam menerbitkan novel-novelnya di Lentera Dipantara, atau dulu dikenal sebagai Hasta Mitra.

Mujib mengatakan jalan cerita serta kisah sejarah yang disisipkan Pram dalam novel fiksi lebih kuat dan terasa setelah ditahan di Pulau Buru.

Selain itu, Mujib teringat dengan pesan yang disampaikan Pram ketika Bumi Manusia mulai diterbitkan dan dijual pada 1980-an.

"Pram hanya berpesan buku ini harus sampai ke anak-anak muda. Pokoknya harus dibaca anak-anak muda," kata Mujib.


Pram melalui karyanya ingin mendorong nasionalisme generasi muda. Pesan itu pun terasa masih bisa diterima saat ini.

Pesan itu, kata Mujib, yang membuat dirinya tak patah arang menjual buku-buku Pram kepada orang lain meski harus berhadapan dengan risiko penjara minimal lima tahun.

Bumi Manusia merupakan buku yang dilarang beredar oleh jaksa agung karena dianggap membahayakan Pancasila sebagai ideologi negara.

Puluhan tahun berlalu. Karya-karya Pram kini sudah bisa dinikmati bebas tanpa rasa takut. Bumi Manusia dan Perburuan bahkan sudah bisa dinikmati di layar lebar sejak 15 Agustus.

[Gambas:Video CNN] (chri/end)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER