Habibie, Ki Manteb, dan Ikhtiar Membuat Wayang Dilirik Dunia
CNN Indonesia
Minggu, 01 Des 2019 13:11 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Ki Manteb Sudarsono boleh jadi lahir dan besar di desa. Tetapi dengan dedikasi penuh dan keberanian, ditambah sedikit 'kenakalan', namanya kini dikenal dunia. (Dok. Ki Manteb Soedharsono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ki Manteb Soedharsono duduk di sofa rumahnya di Banyumas, Jawa Tengah. Ia sedang mengingat pengalaman menginjakkan kaki di negeri seberang di medio 1990-an.
Tak sekadar berdiri di tanah orang, ia bahkan pernah mendalang di pertunjukan wayang kulit di Amerika Serikat, Jerman, Swiss, Jepang, Inggris, Thailand, Prancis, Suriname sampai Spanyol.
Tidak pernah tebersit dalam pikiran penggemar kopi panas dan es teh itu bahwa dirinya akan berperan sebagai agen yang memperkenalkan salah satu warisan budaya Indonesia kepada dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tetapi di sana lah ia waktu itu. Tahun 1992, B.J. Habibie meminta Ki Manteb untuk pentas di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Spanyol. Pada saat tampil, ia melihat ada banyak, banyak sekali orang. Bahkan Raja Spanyol saat itu disebut turut berada di kerumunan manusia yang datang untuk menonton pertunjukan wayang tersebut.
Ki Manteb menengok pada Habibie. Ia bertanya, "Pak, kira-kira wayang saya ini bisa enggak, Pak, mendunia?"
Ki Manteb Soedharsono mendapat pengakuan dunia tentang perannya dalam perkembangan wayang dan dalang di Indonesia. (CNN Indonesia/ M Andika Putra)
Ki Manteb takkan melupakan jawaban Habibie. Pria yang dikenal sebagai Bapak Teknologi Indonesia itu berkata, "Bisa. Tergantung Pak Manteb sejauh mana mau berjuang. Itu sama saja dengan [membuat] pesawat."
Sejak saat itu, ia menyaksikan hasil optimisme Habibie dengan mata kepala sendiri. Pada 2004, Ki Manteb diundang oleh UNESCO untuk tampil di markas besar lembaga PBB tersebut, sekaligus menerima penghargaan yang diselenggarakan tahunan.
Kala itu, Ki Manteb bersaing dengan 28 kontestan lain dari berbagai negara. Ia pun memilih menampilkan pertunjukan wayang dengan lakon Dasamuka Lena. Ki Manteb kemudian ditetapkan sebagai penerima UNESCO Awards 2014.
Ki Manteb menuturkan, semua bermula setelah pihaknya mengirimkan video yang menampilkan salah satu pertunjukan wayang yang ia dalangi.
Tak dinyana, UNESCO memanggilnya. Maka Ki Manteb memutuskan membawa rombongan lengkap, persis seperti yang terlihat di video.
Penampilan Ki Manteb hari itu diklaim ditonton oleh perwakilan ratusan negara.
"Ternyata saya ndalang itu sama dengan di dalam video. Dilihat 130 negara. Di Gedung UNESCO itu penuh, melihat saya itu. Habis ndalang yang lima menit [seperti dalam video] itu dilanjutkan [mendalang pertunjukan] wayang dua jam," tuturnya.
Penghargaan tersebut bukan satu-satunya. Ki Manteb juga pernah menerima penghargaan NIKKEI Asia Prize pada 2010 dari kategori Culture and Community.
Ki Manteb Soedharsono telah malang melintang enam dekade di dunia wayang. (CNN Indonesia/ Aulia Bintang)
Surutnya Pewayangan di Indonesia
Namun nasib pertunjukan wayang tak semanis itu di negeri sendiri. Pada 1975, ketika kaset merajai industri belum memiliki banyak pilihan seperti hari ini, pertunjukan wayang pun sempat tersingkir. Kondisi itu tak ayal membuat para dalang kebingungan mencari cara menyambung hidup.
"Orang punya gawe [acara] besar-besar yang menyetel kaset. Timbang wayang koyo ngono wae, penak ngerungokke kaset [daripada wayang yang cuma gitu-gitu aja, lebih enak mendengarkan kaset]," kata Ki Manteb.
Ki Manteb yang kesal dengan situasi tak mengenakkan itu, bersiasat dengan memasukkan unsur modern dalam pertunjukan wayang yang selama ini selalu punya pakem lurus dan kaku. Dengan berani, ia menambahkan instrumen seperti drum dan biola sebagai pengiring, juga memakai smoke gun untuk menyajikan pengalaman visual baru bagi penonton.
Ki Manteb kala berfoto dengan Megawati yang saat itu menduduki kursi Presiden Indonesia. (dok. Ki Manteb Soedharsono)
Strategi terbukti berhasil. Pertunjukan wayang kembali populer. Namun keputusan Ki Manteb tak urung menuai kritik.
"'Dalang ora manut pakem' [dalang tidak ikut aturan]," kata Ki Manteb menirukan, "Biarin, saya tidak ikut pakem, yang penting saya menyenangkan masyarakat."
Prinsip Ki Manteb sederhana. Pertunjukan wayang adalah untuk rakyat. Ia memilih tak ambil pusing terhadap kritikan tersebut.
Ia menilai zaman keemasan pertunjukan wayang adalah di era pemerintahan Presiden Soeharto. Sebagai dalang yang telah malang melintang selama beberapa dekade, Ki Manteb sudah pernah tampil di depan banyak pembesar negeri, seperti Gus Dur, Susilo Bambang Yudhoyono, sampai Megawati.
Kiprah konsisten Ki Manteb itu tersebut bahkan mengundang komentar dari Habibie. Sang dalang berkata, Habibie pernah menyebut dirinya sebagai 'manusia langka'. Tampaknya, celetukan itu benar adanya.