Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Komunikasi dan Informatika,
Johnny G. Plate, menggelar mediasi antara Direktur Utama Televisi Republik Indonesia,
Helmy Yahya, dan Ketua Dewan Pengawas
TVRI, Arief Hidayat Thamrin, pada Jumat (6/12).
Mediasi ini dilakukan setelah beredar Surat Keputusan Dewan Pengawas TVRI tentang penonaktifan sementara Helmy sebagai dirut.
"Ketua Dewan Pengawas dan Pak Helmy akan dimediasi pak menteri di Kominfo," kata Direktur Program dan Berita TVRI, Apni Jaya Putra, di kantor TVRI, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedianya, Lembaga Penyiaran Publik TVRI mengadakan konferensi pers mengenai kisruh tersebut. Dengan meiasi ini, konferensi pers itu pun dibatalkan.
"Konferensi pers ditiadakan menunggu mediasi di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bisa bergeser ke sana setelah salat Jumat, dengan tugas jurnalistik yang bisa dilakukan, mohon stand-by di Kominfo," ucap Apni.
Kisruh ini bermula ketika beredar SK Dewan Pengawas LPP TVRI Nomor 3 Tahun 2019 tertanggal 4 Desember 2019, lewat media sosial, pada Kamis (5/12). Dalam SK itu, tertulis Helmy dinonaktifkan sementara dari kursi direktur utama TVRI.
"Menonaktifkan sementara Saudara Helmy Yahya, MPA, AK, CPMA, CA, sebagai Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia," demikian bunyi pernyataan yang ditandatangani oleh Arief tersebut.
Berdasarkan SK tersebut, Dewan Pengawas memutuskan menetapkan Supriyono yang sebelumnya menjabat Direktur Teknik LPP TVRI sebagai Pelaksana Tugas Harian (Plt) Dirut LPP TVRI.
Surat keputusan tersebut tidak mencantumkan alasan penonaktifan Helmy Yahya sebagai Dirut TVRI. Setelah itu, Helmy pun menerbitkan surat yang menyatakan bahwa SK tersebut cacat hukum dan tidak berdasar.
"Penetapan nonaktif sementara dan pelaksana tugas harian direktur utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI periode tahun 2017-2022 adalah cacat hukum dan tidak mendasar," tulis Helmy dalam pernyataannya kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (5/12).
[Gambas:Video CNN]Helmy juga menyatakan bahwa SK tersebut tidak berlaku. Pasalnya, anggota direksi TVRI baru bisa diberhentikan apabila tidak melakukan pekerjaan sesuai perundang-undangan, terlibat tindakan yang merugikan lembaga, melakukan tindakan pidana dan tidak lagi memenuhi syarat.
"Selain itu dalam dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI tidak ditemukan istilah penonaktifan," kata Helmy Yahya dalam surat tertanggal 5 Desember tersebut.
(adp/has)