Jakarta, CNN Indonesia -- Film
1917 yang malang melintang di atas panggung ajang penghargaan sebenarnya memiliki cerita yang "biasa", tak terlalu istimewa. Kisahnya, ada dua tentara muda Inggris, Schofield (George MacKay) dan Blake (Dean-Charles Chapman), yang diberi tugas.
Mereka berdua harus melintasi wilayah kekuasaan Jerman untuk menyampaikan pesan penting kepada resimen tentara Inggris. Bila pesan tersampaikan, mereka bisa mencegah kematian sekitar 1.600 tentara, salah satunya kakak Blake.
Faktor yang membuat film ini menjadi sangat bagus dan mampu menghasilkan nominasi juga penghargaan bergengsi adalah eksekusi. Sam Mendes yang berperan sebagai sutradara, produser dan penulis naskah menggarap 1917 dengan teknik one-shot.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
REVIEW FILM NOMINE BEST PICTURE OSCAR 2020 |
Dengan teknik pengambilan gambar one-shot, penonton akan melihat film dari awal sampai akhir lewat satu sudut pandang kamera. Sepanjang film kamera yang dioperasikan, camera person harus bergerak mengikuti aktor yang bergerak selama cerita berlangsung.
Tentu saja itu bukan hal yang mudah, baik untuk aktor atau camera person. Bila aktor salah atau lupa dialog dan camera person salah menggerakkan kamera, adegan yang sudah direkam terpaksa harus diulang.
Belum lagi camera person harus bergerak perlahan agar gambar tidak goyang. Walau kini sudah ada alat untuk menyeimbangkan kamera, tetap saja teknik one-shot tidak mudah untuk diaplikasikan. Butuh kesabaran dan persiapan yang matang.
Meski begitu, 1917 tidak benar-benar mengaplikasikan teknik one-shot secara utuh dari awal sampai akhir film dengan durasi 119 menit. Tetapi 1917 menampilkan film yang terasa seperti diambil dengan satu kamera.
 Review Film 1917: ada dua tentara muda Inggris, Schofield (George MacKay) dan Blake (Dean-Charles Chapman), yang diberi tugas. (François Duhamel/Universal Pictures via AP) |
Ada beberapa adegan dalam film ini yang terasa pengambilan gambar one-shot berhenti untuk disambung kembali. Seperti ketika kamera lebih fokus pada benda-benda yang ada ketimbang aktor yang sedang berdialog. Atau ketika memasuki ruangan yang sangat gelap sehingga pada layar terlihat hitam.
Namun hal itu tidak masalah karena transisi tersebut sangat halus dan tidak terasa seperti diedit. Sangat rapi. Perpindahan kamera yang mengikuti adegan juga tidak membuat pusing seperti sejumlah film lain yang juga menggunakan teknik one-shot.
Selain itu, pergerakan kamera dalam film ini sangat baik. Teknik one-shot tidak membatasi film ini untuk menyajikan sinematografi yang nyaris sempurna. Salah satu gambar terbaik adalah adegan ketika Schofield berlari ke arah kamera.
Aktor MacKay dan Chapman juga mampu berakting dengan baik sepanjang film. Mereka bisa menjaga kontinuitas emosi dari awal sampai akhir film, akting mereka terasa nyata dan tidak dibuat-buat seperti film bertema perang kebanyakan.
 Review Film 1917: Sutradara 1917 Sam Mendes layak dapat penghargaan Best Director Oscar 2020. (Paul Drinkwater/NBC via AP) |
Selain dari segi teknis pengambilan gambar, yang membuat 1917 ini semakin menarik adalah penggarapan naskahnya. Meski cerita film ini cenderung "biasa saja", penonton mampu dibuat tegang saat perang dan penasaran akan kelanjutan ceritanya walau karakter film ini hanya dua orang.
Kombinasi teknik pengambilan gambar dan penggarapan naskah itulah yang membuat film 1917 mampu tampil sebagai film "sangat bagus" hingga layak diberi penghargaan.
Hanya ada sedikit kekurangan dalam film ini. Yaitu sulih suara yang tidak sinkron dengan mulut. Tapi hal itu bisa dimaklumi, mengingat film ini dibuat dengan teknik one-shot.
Sampai saat ini 1917 sudah mendapat penghargaan Best Motion Picture dan Best Director di ajang penghargaan Golden Globe Awards 2020. Film ini juga mendapat 10 nominasi Academy Awards alias Oscars 2020.
Dalam Oscar 2020, film 1917 layak mendapat penghargaan Best Director dan Best Cinematography, namun film ini belum cukup untuk Best Picture.
[Gambas:Youtube] (end)