Mengenang Sajak Sapardi, Aku Ingin Hingga Hujan Bulan Juni

CNN Indonesia
Minggu, 19 Jul 2020 11:46 WIB
Sapardi Djoko Damono sang legendaris sastrawan, yang dikenal banyak orang melalui karya puisi-puisi nya. Sapardi Djoko Damono juga berprofesi sebagai Guru besar pensiun Universitas Indonesia (sejak 2005) dan Guru besar Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tahun 2009.Jakarta. Selasa 12 April 2016.CNN Indonesia/Andry Novelino
Sapardi Djoko Damono wafat. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Penyair Sapardi Djoko Damono meninggal dunia di usianya yang genap menginjak 80 tahun. Sapardi meninggal setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit bilangan BSD Minggu (19/7) pagi. 

Sapardi dikenal sebagai seorang sastrawan yang kerap menyampaikan buah pikirnya melalui sajak dan puisi sejak 1950an. Dia juga terkenal sebagai penyair angkatan 1970. Di usianya yang tak lagi muda Sapardi juga masih aktif menulis puisi. 

Meski telah tutup usia, karya Sapardi Djoko Damono tak pernah lekang oleh waktu. Sapradi memang terkenal dengan puisi-puisi romannya yang kerap menyampaikan perasaan atau kerinduan akan sesuatu atau seseorang. 

Yang Fana adalah Waktu menjadi salah satu puisi legendaris karya Sapardi. Mungkin, puisi ini juga bisa menjadi salah satu gambaran ketiadaan Sapardi tak menghapusnya dari ingatan para pecinta syair roman buah tangannya semasa hidup. 

Selain Yang Fana adalah Waktu, karya fenomenal lain yang lahir dari buah pikir Sapardi adalah Hujan Bulan Juni. Karya ini menjadi salah satu kumpulan puisi yang cukup terkenal bahkan sampai diangkat ke layar lebar. 

Selain Yang Fana adalah Waktu dan Hujan Bulan Juni, Sapardi memiliki lusinan karya lainnya yang dicintai dan digandrungi berbagai kalangan. Berikut deretan puisi yang masuk dalam deretan beberapa karya terbaik milik Sapardi.

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu,

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu,

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu. 

Puisi ini menjadi karya paling fenomenal dari Sapardi Djoko Damono. Puisi ini disebut memiliki makna kesabaran dan kebijakan yang tiada batas dari seseorang.


Aku Ingin


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada"

Karya ini menjadi salah satu karya romantis nan menyedihkan milik Sapardi. Puisi ini bisa dibilang menggambarkan perasaan yang amat mencintai seseorang bahkan digambarkan juga seperti pengorbanan. Karya ini juga menjadi salah satu puisi yang muncul dalam buku Hujan Bulan Juni. 


ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,
pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari."

Sapardi melalui puisi ini seolah menyampaikan alasan dirinya masih terus menulis meski usianya tak lagi muda. Lewat puisi yang juga tercatat dalam buku Hujan Bulan Juni ini, Sapardi seolah menyampaikan bahwa setiap manusia akan kekal meski telah tiada malui karya dan tulisan-tulisan yang ditinggalkannya. 


Hanya


Hanya suara burung yang kau dengar
dan tak pernah kaulihat burung itu
tapi tahu burung itu ada di sana
hanya desir angin yang kaurasa
dan tak pernah kaulihat angin itu
tapi percaya angin itu di sekitarmu
hanya doaku yang bergetar malam ini
dan tak pernah kaulihat siapa aku
tapi yakin aku ada dalam dirimu

Puisi ini menjadi satu dari 74 puisi yang terangkum dalam Buku Melipat Jarak, karya Sapardi setelah buku Hujan Bulan Juni. Puisi Hanya ini pendek namun banyak memberi makna melalui kata-kata yang dia ramu tanpa perlu metafora berlebihan. 


Sajak-sajak Kecil tentang Cinta 

Mencintai angin
harus menjadi siut
mencintai air
harus menjadi ricik
mencintai gunung
harus menjadi terjal
mencintai api
harus menjadi jilat
mencintai cakrawala
harus menebas jarak
mencintai-Mu
harus menjelma aku

Puisi ini bersanding dengan puisi Hanya dalam buku Melipat Jarak. Melalui karyanya ini Sapardi seolah ingin menyampaikan perasaan cinta terhadap seseorang. Dia seolah ingin menyampaikan bahwa bagaimanapun yang bisa mencintai mu adalah diri ku. 

Menjenguk Wajah di Kolam

Jangan kauulang lagi
menjenguk
wajah yang merasa
sia-sia, yang putih
yang pasi
itu.
Jangan sekali-
kali membayangkan
Wajahmu sebagai
rembulan.
Ingat,
jangan sekali-
kali. Jangan.
Baik, Tuan."

Puisi ini tergolong masih muda. Puisi Mejenguk Wajah di Kolam bersanding dengan 14 puisi lain dalam buku Perihal Gendis yang terbit pada Oktober 2018 lalu.

(tst/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER