Menakar Kekuatan Zombi Meraup Cuan dari Layar Lebar

CNN Indonesia
Minggu, 16 Agu 2020 15:31 WIB
Zombi dianggap punya penggemar yang setia dan menjual ketakutan juga keabsurdan, yang pada umumnya menarik bagi penonton.
Zombi dianggap punya penggemar yang setia dan menjual ketakutan juga keabsurdan, yang pada umumnya menarik bagi penonton. (dok. Victor & Edward Halperin Productions/Penteo Films S.L. via IMDb)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tak butuh waktu lama bagi sekuel film Train to Busan, Peninsula, untuk menarik banyak penonton. Hanya dalam waktu satu pekan sejak perilisan pada 15 Juli lalu di Korea Selatan, film ini meraih lebih dari 2 juta penonton.

Pencapaian itu terbilang luar biasa, mengingat Peninsula tayang di tengah pandemi virus corona yang melanda Korea Selatan dan belum semua bioskop di Negeri Gingseng ini kembali beroperasi.

Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan Peninsula begitu laris. Faktor pertama adalah rasa penasaran terhadap cerita Peninsula yang merupakan kelanjutan dari Train to Busan (2016).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui Train to Busan merupakan film zombi asal Korea Selatan yang menuai pujian dari berbagai pihak. Bahkan film garapan sutradara Yeon Sang-ho itu juga menjadi film pertama pada 2016 yang mendapat lebih dari 10 juta penonton.

Faktor kedua adalah kemunculan sosok zombi yang menjadi fokus cerita. Akademisi film Institut Kesenian Jakarta, Satrio Pepo Pamungkas menilai zombi merupakan karakter yang tidak lekang oleh waktu dalam medium film.

"Zombi ini punya penggemar yang menurut saya setia. Selain itu film zombi juga menjual ketakutan dan keabsurdan, yang pada umumnya menarik bagi penonton," kata Satrio kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Kembali ke masa lalu, zombi sudah menjadi fokus cerita sebuah film sejak 1932. Tepatnya lewat film asal Amerika Serikat (AS) bertajuk White Zombie yang disutradarai Victor Halperin dan diproduseri Edward Halperin dengan biaya produksi sekitar US$50 ribu.

White Zombie tayang perdana tanggal tanggal 28 Juli 1932 di Rivoli Theatre, New York. Tidak ada catatan pasti pendapatan White Zombie pada pekan perdana rilis, namun film ini disebut sukses besar dari segi finansial sebagai film independen.

Sehari setelah tayang perdana di New York, White Zombie berlanjut tayang di berbagai daerah. Dua di antara nya adalah di Providence, Rhode Island, dan Indianapolis, Indiana. Dari dua daerah itu, White Zombie meraup pendapatan US$14,9 ribu pada pekan pertama sejak rilis.

Film White Zombie (1932)Meski sukses secara komersial, White Zombie tak mampu membuat para kritikus terpukau. (dok. Victor & Edward Halperin Productions/Penteo Films S.L. via IMDb)

Kesuksesan White Zombie berlanjut pada penayangan di daerah lain. Tercatat, penayangan di Claveland, Ohio, meraup US$6,5 ribu.

Kemudian di Kanada mendapatkan US$6,5 ribu dan dilanjutkan dengan penayangan di sejumlah kota kecil di Amerika Serikat pada 1933 dan 1934 yang membuat film ini masuk box office.

Meski sukses secara komersial, White Zombie tak mampu membuat para kritikus terpukau. Film ini, kala dirilis, banyak menuai kritikan karena cerita dan akting yang dinilai buruk.

Terlepas dari itu semua, White Zombie berhasil menjadi pionir film panjang soal zombi. Sejak saat itu film zombi tidak pernah putus, seperti Revolt of the Zombies (1936), The Ghost Breakers(1940), I Walked with a Zombie (1943) dan Voodoo Island (1957).

Bahkan menurut Gary Don Rhodes dalam bukunya, White Zombie: Anatomy of a Horror Film (2001), ia menyebut film ini memberikan pandangan baru bagi sejarah genre horor dan menjadi bahan studi film selama berdekade-dekade setelahnya.

"Narasi unik White Zombie, teknik sinematikanya, dan pemosisian penonton mungkin juga berkontribusi pada marginalisasi dalam sejarah film," tulis Rhodes.

Tiga Posisi

Sementara itu, Satrio melihat perilisan film zombi yang rutin pada setiap dekade sebagai proses pemupukan konsep makhluk zombi pada penonton secara tidak langsung.

Meski belum diketahui secara pasti sejatinya zombi betul-betul ada atau tidak, imaji soal makhluk horor itu sudah terpatri dalam kepala penonton lewat berbagai film.

"Akhirnya karakter zombi dalam perfilman menjadi kuat. Sampai sekarang bahkan masih banyak film zombi. Seperti yang saya bilang di awal, karakter zombi ini tidak lekang oleh waktu," kata Satrio.

Film Night of the Living Dead (1968)Night of the Living Dead (1968) karya George A Romero disebut salah satu film zombi paling menguntungkan sepanjang masa, lengkap dengan banjir pujian. (dok. Image Ten/Living Dead Media via IMDb)

Gelombang kedua kesuksesan film zombi terjadi pada dekade '60-an. Mayoritas cerita film zombi mulai berubah dan tak lagi mengacu pada folklor Haiti seperti White Zombie.

Night of the Living Dead (1968) karya George A Romero disebut salah satu film zombi paling menguntungkan sepanjang masa, lengkap dengan banjir pujian. Romero pun didaulat sebagai 'bapak' film zombi modern.

Bahkan pada 1999, film ini terpilih masuk dalam koleksi Perpustakaan Kongres dan disebut sebuah film yang berpengaruh baik secara budaya, sejarah, maupun estetika.

Night of the Living Dead dibuat hanya dengan bujet US$114 ribu, namun mampu menghasilkan box office sebesar US$30 juta.

Bila dibanding film zombi pada masa sebelumnya, Night of the Living Dead merupakan salah satu film zombi dengan cerita yang paling bagus. Tidak heran bila film ini menuai banyak pujian dan meraup untung 250 kali biaya produksi.

"Dari sini bisa dilihat, bahwa meski karakter zombi kuat, cerita dalam sebuah film juga sangat penting. Selain itu yang tidak kalah penting dalam budaya populer ada siapa aktor yang membintangi film tersebut," kata Satrio.

Poster I Am Legend.I Am Legend dianggap mengandung cerita yang kuat serta logis, dilengkapi dengan latar cerita yang jelas. Kombinasi yang sangat tepat dalam sebuah film. (Dok. Warner Bros via IMDB)

Satrio mencontohkan film zombi bertajuk World War Z (2013) yang dibintangi Brad Pitt dan I Am Legend (2007) yang dibintangi Will Smith dalam era modern.

Dua film ini mengandung cerita yang kuat serta logis, dilengkapi dengan latar cerita yang jelas. Kombinasi yang sangat tepat dalam sebuah film.

Sampai akhir penayangan, World War Z meraup pendapatan sebesar US$540 juta dan I Am Legend sebesar US$585 juta. Pendapatan yang besar untuk film zombi.

Pada akhirnya, kata Satrio, produser dan sineas akan mengacu pada tiga posisi ekonomi ketika membuat film, yaitu pleasure, meaning, dan social identity.

Kalau tiga posisi ekonomi selalu diterapkan dalam film, produser dan sineas bisa menguasai industri.

"Tiga posisi ekonomi sangat penting untuk semua film, bukan hanya film zombi. Tapi kalau diterapkan pada film zombi, potensi film tersebut laku di pasaran lebih besar," tutup Satrio.

[Gambas:Youtube]



(adp/end)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER