ANALISIS

Menimbang Solusi Arif Selain Melarang Ondel-ondel Mengamen

CNN Indonesia
Kamis, 25 Mar 2021 15:30 WIB
Pemprov DKI kemukakan wacana aturan melarang Ondel-ondel mengamen. Namun, sejumlah pihak menentang pelarangan yang bersifat satu sisi tersebut. Foto: (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemprov DKI Jakarta tampak gegabah ketika berencana melarang penggunaan ondel-ondel sebagai sarana mengamen. Rencana itu dibuat atas dasar keluhan masyarakat yang merasa resah dan terganggu.

Alih-alih mencari jalan tengah, Pemprov DKI justru mengambil jalan pintas dengan berencana melarang. Bahkan, pemerintahan yang dipimpin Anies Baswedan ini akan menyiapkan sanksi bagi yang melanggar.

Padahal, biar mengganggu sekalipun, seniman ondel-ondel secara tidak langsung melestarikan warisan budaya Betawi. Sementara, apa yang Pemprov DKI lakukan untuk melestarikan ondel-ondel?

Akan lebih baik kalau Pemprov DKI mempelajari permasalahan pengamen ondel-ondel terlebih dahulu. Menurut sejarawan JJ Rizal, hal tersebut bisa dimulai dengan memahami tradisi budaya dan sejarah ondel-ondel.

Menurutnya, dalam tradisi Betawi memang ondel-ondel digunakan untuk mengamen. Ondel-ondel keluar masuk kampung untuk mengusir bala kemudian mendapat imbalan dari warga sekitar sebagai bentuk terima kasih.

"Dari sana kemudian melihat evolusinya, dengan begini pemerintah malah dapat mengedukasi publik bukan malah mengamini salah paham dan pandangnya terhadap ondel-ondel," kata JJ Rizal Rabu malam (24/3).

Wacana pelarangan ondel-ondel memantik sejumlah reaksi dari pihak di luar pemerintahan (Foto: (CNNIndonesia/Ludi Noviandra))

Pemprov DKI sendiri memiliki Dinas Kebudayaan yang bisa ditugaskan mencari solusi pengamen ondel-ondel. Mereka bisa mengumpulkan pegamen ondel-ondel di Jakarta untuk diberikan edukasi.

Hal ini disetujui oleh salah satu seniman ondel-ondel, Hasanuddin, yang tidak setuju dengan pelarangan tersebut. Walau, di sisi lain ia kesal karena mayoritas pengamen ondel-ondel bukan Betawi asli dan bermain seenaknya.

"Dari pakaian dan musik juga tidak menjaga keaslian tradisi, pakai baju sobek, tidak rapi. Kemudian musik tidak dimainkan langsung tetapi dari flashdisc," kata Hasanuddin kemarin (24/3) lewat telepon.

"Jangan dilarang, tapi mereka diberi wawasan dan edukasi atau ditampung, supaya bisa tampil lebih rapi dan baik. Agar pelestarian ondel-ondel dan kehidupan seniman sama-sama terus berlangsung." lanjutnya.

Terlebih, di masa pandemi ini tidak ada acara yang memfasilitasi ondel-ondel untuk tampil. Mengamen menjadi salah satu pilihan seniman untuk menyambung hidup dan membuat dapur berasap bagi yang sudah berkeluarga.

Bila hal itu dirasa berat bagi Pemprov DKI atau Dinas Kebudayaan DKI, mereka bisa meregulasi soal waktu. Misalnya pengamen ondel-ondel hanya boleh beroperasi di jam tertentu dan atau hanya boleh mengamen di akhir pekan dan tanggal merah.

Dengan begitu kegiatan mengamen bisa menjadi lebih tertib dan bisa dipantau oleh Pemprov DKI atau Disbud DKI. Keluhan masyarakat yang merasa resah dan terganggu pun bisa direduksi secara perlahan.

Solusi lain yang bisa diterapkan adalah menyediakan tempat-tempat khusus pengamen ondel-ondel. Mereka diperbolehkan mengamen di tempat-tempat yang banyak pengunjung, seperti pasar atau pujasera.

Razia ondel-ondel sudah mulai diterapkan (Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Bila terealisasi, tempat tersebut harus dijaga ketat oleh Pemprov DKI agar tidak ada pungutan liar dari preman setempat. Jangan sampai terjadi praktik yang justru merugikan seniman ondel-ondel dalam mencari nafkah.

Opsi solusi ini mungkin akan diterapkan oleh Pemprov DKI. Pasalnya Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan Disbud dan Disparekraf akan mengkaji tempat yang lebih layak bagi kesenian ondel-ondel. Namun, Rizal menilai cara ini kurang tepat.

"Kalau ondel-ondel dilokalisir maka yang terjadi adalah menyalahi sejarah tradisi ondel-ondel itu sendiri," katanya.

Terlepas dari semua opsi solusi yang ada, seniman ondel-ondel seperti Hasan hanya ingin Pemprov DKI memberikan perhatian lebih, jangan seketika muncul dan langsung melarang.

"Mereka harus pikirkan juga kehidupan seniman Betawi. Kalau posisi dibalik mereka jadi seniman Betawi bagaimana, Pastikan minta solusi, bagaimana kelangsungan hidup," tutup Hasan.

(adp/fjr)


KOMENTAR

TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK