Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang ondel-ondel berkeliaran di jalanan yang yang dijadikan alat mengamen atau mengemis. Dalam keterangannya, Pemprov menilai penggunaan ondel-ondel untuk mengemis saat ini banyak meresahkan.
Razia pada pengamen ondel-ondel langsung digelar bersamaan dengan razia sejumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial seperti pengamen bandut, manusia silver, pak ogah, anak jalanan, hingga pemulung.
"Di satu sisi kita ingin melestarikan budaya bangsa, termasuk budaya Betawi, ondel-ondel. Tapi di sisi lain juga kita ingin dilakukan dengan cara-cara yang lebih baik, lebih bijak ya," kata Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria di Balai Kota Jakarta, Rabu (24/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, rencana larangan ondel-ondel di jalanan masih menuai pro dan kontra di masyarakat. CNNIndonesia.com lalu meminta tanggapan sejumlah warga di DKI terkait hal itu.
Komar (44), seorang pedagang telur di Cipete, Jakarta Selatan, mengaku meskipun keberadaan ondel-ondel di jalanan ada sisi positif, ia tetap mendukung rencana pelarangan oleh Pemprov DKI tersebut. Dia menyarankan sebaiknya pemerintah memberikan tempat untuk mereka, jangan hanya sekadar melarang.
Menurut dia, keberadaan ondel-ondel saat ini cukup mengganggu sebab kerap hilir mudik dan menutup lalu lintas di jalanan. Menurut Komar, ondel-ondel sebagai ciri khas budaya harus berada di tempatnya.
"Positifnya [ondel-ondel di jalanan] paling ngenalin budaya. Lebih terkenal lagi. Cuma harus ada tempatnya. Kalau masalah dilarang ya setuju, soalnya ganggu juga sih," katanya.
 Pedagang telur di Cipete, Jakarta Selatan, Komar (44). (CNNIndonesia/Thohirin) |
Sementara itu, seorang pedagang kelontong di Radio Dalam, Jaksel, Rahmeida enggan menyatakan sikap terkait wacana larangan ondel-ondel di Ibu Kota.
Di satu sisi, perempuan 47 tahun itu cukup merasa terganggu dengan keberadaan ondel-ondel jalanan yang kerap mampir di warungnya meminta sumbangan sambil lalu. Meski begitu, ia menyayangkan jika ondel-ondel benar akan dilarang sebagai sarana untuk mencari penghasilan buat warga.
"Sebenarnya, setuju enggak setuju sih. Enggak setujunya kasihan dia kan cari nafkah, apalagi situasinya kayak gini nyari duit susah. Enggak setujunya, musiknya terlalu berisik," kata dia.
Ibu empat anak itu menyadari bahwa ondel-ondel merupakan salah satu budaya khas Betawi yang harus dilestarikan. Namun, ia juga tak setuju ondel-ondel digunakan sebagai sarana untuk meminta-minta.
"Memang harus dilestarikan. Cuma kalau untuk caranya mereka buat ngamen juga, ya gimana ya, kita juga enggak bisa melarang orang cari nafkah. Intinya saya sih netral aja lah," katanya.
 Pedagang kelontong di Radio Dalam, Jaksel, Rahmeida (47). (CNN Indonesia/Thohirin |
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DKI Jakarta, Arifin mengatakan, sebagai salah satu ikon kebudayaan Betawi, ondel-ondel mestinya dihormati dan diluhurkan. Ia meminta masyarakat memahami wacana larangan tersebut.
Ke depan, kata Arifin, pihaknya akan mulai mengedukasi dan mensosialisasikan kepada warga terkait wacana larangan tersebut.
Sementara terkait sanksi, kata dia, telah diatur melalui Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam Pasal 40 beleid tersebut menjelaskan, setiap orang atau badan dilarang menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
Lalu, Pasal 61 tercantum bahwa mereka yang melanggar dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 60 hari dan denda Rp20 juta.
Seorang ojek online yang CNNIndonesia.com temui di wilayah Fatmawati, Jakarta Selatan, Hariyadi (40) mengaku tak setuju dengan rencana Pemprov DKI Jakarta untuk melarang penggunaan ondel-ondel di jalanan sebagai sarana untuk meminta-minta uang.
Warga asli Kota Depok, Jawa Barat itu merasa kasihan jika ondel-ondel tak lagi bisa digunakan warga untuk mencari uang. Menurut dia, ondel-ondel adalah sarana masyarakat untuk mencari penghasilan.
"Nggak setuju sih, dibilang nggak setuju. Apalagi sekarang susah nyari kerja," kata dia.
Meskipun demikian, sebagai salah satu budaya khas Betawi, Haryadi cukup menyayangkan ondel-ondel digunakan sebagai media untuk mengamen atau mengemis.
"Sebenarnya kalau dibilang nggak bagus sih, emang nggak bagus. Emang kan harusnya mas iya budaya Betawi dijadiin buat kayak begitu," kata Haryadi.
 Ojek online yang ditemui di Fatmawati, Jaksel, Haryadi (40). (CNN Indonesia/Thohirin) |
Pendapat serupa juga diungkapkan Marsela (27). Salah satu karyawan swasta yang ditemui di Radio Dalam, Jaksel itu mengaku tak setuju terkait wacana larangan ondel-ondel di jalanan Ibu Kota.
Menurut dia, ondel-ondel masih berguna untuk mencari penghasilan tambahan bagi warga yang tak memiliki pekerjaan. Perempuan asli Medan, Sumatera Utara itu menilai, penggunaan ondel-ondel untuk mencari penghasilan lebih baik daripada hanya sekedar mengemis.
Dia menolak untuk menyebut warga yang meminta-minta uang dengan ondel-ondel sebagai pengemis. Sebab, katanya, mereka masih melakukan sesuatu, berbeda dengan pengemis yang meminta uang tanpa melakukan apapun.
"Kayaknya enggak deh, soalnya ada kegiatannya. Kalau ngemis kan kayak minta-minta aja. Dia kan ada musik, ada kegiatannya," kata dia.
Oleh sebab itu, Marsela mengaku tak setuju jika ondel-ondel nantinya akan dilarang. Sebagai salah satu budaya khas Betawi, dia khawatir ondel-ondel akan dilupakan jika larangan itu diberlakukan.
 Karyawan swasta di Jakarta Selatan, Marsela (27). (CNN Indonesia/Thohirin) |
Wacana pelarangan ondel-ondel untuk mengamen bukan barang baru, pernah mengemuka pada 2014. Saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang masih menjabat wakil gubernur mengatakan tak sepatutnya ondel-ondel dijadikan alat mengamen.
Ahok mengatakan makin banyak orang memikul ondel-ondel berkeliling dari gang ke gang untuk mengemis. Padahal, mengemis di Ibu Kota dilarang.
"Kalau pandangan saya ya enggak boleh mengemis di Jakarta dengan alasan apapun. Itu (ondel-ondel) kan untuk seni sebenarnya. Tapi itu dijadikan alasan buat mengemis," kata Ahok saat itu.
Setelah mereda, rencana melarang ondel-ondel untuk mengemis kembali mencuat pada 2018. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Kadisparbud) Asiantoro mengatakan pihaknya akan melakukan penertiban dan pembinaan terhadap pengamen ondel-ondel.
Asiantoro menyebut penertiban pengamen ondel-ondel itu tidak dilakukan dengan cara penangkapan. Menurutnya, pembinaan itu akan dilakukan dengan mengajak para pengamen untuk memanfaatkan ondel-ondel sebagai kegiatan seni yang baik.
Namun, lagi-lagi rencana ini hanya kata-kata belaka tanpa tindakan nyata.
Dua tahun berselang, wacana tersebut kembali mengemuka. Namun, pihak DPRD DKI Jakarta meminta agar Pemprov merevisi Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi.
Salah satunya poin yang menjadi perhatian ialah pelarangan ondel-ondel untuk kegiatan minta-minta.
Terkini, saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria mengatakan pihaknya ingin ondel-ondel dilestarikan dengan cara yang lebih baik. Atas dasar itu, Pemprov DKI bakal melarang pengamen ondel-ondel di jalanan.