Jakarta, CNN Indonesia --
Awalnya, Rabu 9 Juni 2021 mungkin termasuk hari yang dinantikan oleh para penggemar BTS alias ARMY di Indonesia. Pada tanggal itu, menu spesial BTS Meal dirilis menjelang perayaan ulang tahun boyband paling terkenal saat ini di dunia yang jatuh pada 12 Juni.
Nyatanya, kehebohan bukan hanya melanda ARMY. BTS Meal menjadi topik pembicaraan berbagai berita, apalagi kalau bukan ledakan pemesanan menu itu di berbagai gerai McDonald's di Indonesia.
Salah satu restoran cepat saji terbesar itu tak sanggup menghadapi serbuan para ARMY melalui ribuan driver ojol untuk mendapatkan setidaknya satu set menu yang terdiri dari nugget ayam, soda, kentang goreng, dan dua saus spesial, dan dibungkus dengan kemasan warna khas BTS: ungu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang terjadi, keriuhan BTS Meal pada 9 Juni 2021 menggambarkan kekuatan fandom bisa begitu besar dalam menggerakkan isu dalam sosial hingga ekonomi di suatu wilayah, termasuk di Indonesia.
Fandom, yang merupakan sebutan bagi mereka yang menggemari sosok idola baik musisi/grup/seseorang lebih dari masyarakat pada umumnya, dikenal luas memiliki karakter khusus: royal atas apapun yang berkaitan dengan sang idola.
Fanatisme ini terjalin bukan hanya karena faktor "suka" atau "gemar" akan karya ataupun sosok sang idola. Namun lebih dari itu, ada 'ikatan batin' yang tercipta antara idola dengan penggemarnya. Aspek ini mungkin akan sulit dipahami bagi mereka yang tidak menyadari atau mengakui diri sebagai penggemar berat seseorang.
 Ilustrasi fandom. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono) |
Secara sederhana, seorang fandom akan terdorong untuk melakukan suatu hal, entah mendukung, membeli karya, membeli segala aksesori, atau pun membela idola mereka. Persis seperti seseorang akan melakukan apapun untuk orang yang mereka cintai.
Gaet Idola, Dapat Pasar
Namun ketika sang idola kemudian digandeng oleh sekelompok pihak dalam menjalankan sebuah bisnis, maka sudah secara otomatis pihak tersebut ikut 'membeli' pasar yang dimilik oleh sang pesohor.
Apalagi bagi beberapa fandom tertentu, sebut saja K-Popers, Swifties (Taylor Swift), pencinta drama Korea dan Thailand, bahkan hingga pencinta Marvel/DC/Star Wars, mereka dikenal loyal dan royal. Mereka rela merogoh kocek mendapatkan barang bertema idola hingga menunggu berbulan-bulan menanti kedatangan pesanan.
Tak perlu pakar ekonomi untuk melihat bahwa fandom, apapun bentuk dan idolanya, adalah pasar yang menjanjikan bagi berbagai industri, mulai dari hiburan hingga makanan juga fesyen.
Hal itu terlihat dari berapa banyak yang bisa dikeluarkan oleh seorang penggemar untuk membuktikan dirinya sebagai penggemar sejati seorang idola. CNNIndonesia.com pernah membahas ini dalam liputan khususnya, Mengeruk Cuan dari Fan K-Pop.
Dalam riset liputan khusus Februari 2019 tersebut, seorang penggemar K-Pop dari kelompok fandom grup/idola siapapun, setidaknya memiliki sebuah album seharga puluhan ribu rupiah untuk versi digital hingga ratusan atau jutaan rupiah untuk versi fisik dan khusus.
Itu baru satu album untuk satu era/rilisan. Untuk satu era/rilisan saja, masih ada aksesori lain seperti kaus, lightstick, poster, hingga berbagai benda marketing lainnya yang makin ajaib seperti tas, alat rias, sampai makanan.
Segala pengeluaran itu hanya dalam satu era. Bagaimana bila setiap kali perilisan, seorang penggemar selalu berusaha melengkapi koleksi sesuai momen tersebut?
 INFOGRAFIS Modal (minimal) Demi Jadi K-Popers Fanatik. (CNN Indonesia/Fajrian) |
masih lanjut ke sebelah...
Untuk diketahui, musisi K-Pop kerap 'comeback' merilis album/karya beberapa kali dalam setahun dan belum termasuk konser. Hal yang sama pun mulai terjadi di industri musik Barat. Faktanya, sebagian besar dari penggemar mereka mampu membeli segala tetek bengek itu. Apalagi cuma beli paketan menu Rp50 ribuan.
Satu hal yang perlu dicatat. Fenomena keikhlasan fandom untuk merogoh kocek ini bukan hanya datang dari mereka yang kerap dicap "remaja" atau "bocah". Tak sedikit orang dewasa dan berpenghasilan cukup --bahkan berlebih-- rela tinggal gesek dan transfer untuk memenuhi hasrat sebagai fandom.
Gerakan berlandaskan cinta kepada idola inilah yang mampu menggerakkan industri. Apalagi, sebagian besar pendapatan para idola justru bukan datang dari album atau honor film/drama, melainkan aksesori, tiket konser/jumpa penggemar, hingga iklan. Hal yang sama terjadi pada BTS Meal yang diproyeksikan mencetak jutaan dolar atau miliaran rupiah.
 Antrean pengemudi ojol di gerai McDonald's, Jalan Sultan Agung, Mergangsan, Kota Yogyakarta, Rabu (9/6) siang. (CNN Indonesia/Tunggul) |
Jangan kaget melihat proyeksi itu. Lihat saja bagaimana animo ARMY mampu membuat situs pemesanan McD mengalami gangguan, ribuan ojol rela mengantri berjam-jam untuk memenuhi permintaan pesanan, sampai antrean mengular mereka yang ingin membeli secara lantatur alias drive thru, dan berbagai kritikan atas kerumunan dan pembubaran juga penutupan gerai.
Semua drama itu terjadi hanya dalam waktu 12 jam dan serentak di berbagai daerah. Padahal, menu ini dijadwalkan ada dalam beberapa hari hingga momen ultah BTS.
'Tsunami'
Animo fandom ibarat daya magis yang tak pernah bisa diketahui persis akan sebesar apa, walau bisa diprakirakan secara kasar berdasarkan idola dan karakter fandom. Sehingga, memilih seorang idola untuk berbisnis juga mesti memperkirakan jenis 'tsunami' animo yang bisa muncul.
Segala kekacauan yang terjadi dalam perilisan BTS Meal di Indonesia pada 9 Juni 2021 jelas gambaran ketidaksiapan penyelenggara menghadapi gelombang dari ARMY. Pelayanan daring terganggu, pengaturan jarak dan pemesanan yang tidak terkoordinasi serta jelas, hingga masalah izin juga pelaporan kegiatan berpeluang kerumunan.
Permasalahannya, BTS Meal ini bukan acara dadakan. Sejak April 2021, menu kolaborasi ini sudah diumumkan ke publik dan disebutkan akan dirilis di puluhan negara lainnya, mulai dari Amerika Serikat hingga Indonesia.
Bodoh namanya ketika pengumuman tersebut disiarkan, namun penyelenggara tidak mempersiapkan konsekuensi 'tsunami' yang akan datang. Kala itu, BTS sudah disebut banyak media Hollywood sebagai boyband terbesar di dunia saat ini.
Sebelum datang ke Indonesia pun, kehebohan akan BTS Meal sudah terjadi di sejumlah negara. Permasalahannya mirip: kerumunan para fandom untuk membeli menu tersebut yang membuat tim medis Covid-19 kesal seperti di Malaysia.
 Ilustrasi. Segala kekacauan yang terjadi dalam perilisan BTS Meal di Indonesia pada 9 Juni 2021 jelas gambaran ketidaksiapan penyelenggara menghadapi gelombang dari ARMY. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim) |
Sedangkan di Indonesia, penyelenggara lokal bak tak belajar dari lokasi lain. Mereka hanya bermodalkan mengubah pembelian melalui daring, baik melalui situs ataupun jasa on demand seperti ojek online, serta lantatur alias drive thru.
Pertanyaannya, secara logika sederhana, apakah mereka tidak berpikir bahwa kurir seperti ojek online tidak akan menyebabkan kerumunan? Atau drive thru tidak akan menyebabkan kemacetan di jalan sekitar restoran?
Dari berbagai laporan dan berita yang muncul menunjukkan rencana manajemen krisis atas momen ini tak disiapkan dengan matang.
Kelalaian itu kemudian mendatangkan banyak masalah, mulai dari kekecewaan pelanggan menunggu pesanan yang begitu lama, penutupan gerai yang bisa berdampak pada nasib pegawai hingga ancaman pidana karena melanggar prokes, dan yang paling menakutkan adalah peluang terjadi penyebaran Covid-19 akibat kerumunan yang tak terkendali.
Sementara di sisi lain, pemerintah seperti tak memiliki antisipasi dan ketegasan dalam menghadapi peluang kejadian seperti ini.
Rasanya mustahil tak ada aparat yang tahu ada acara berpeluang keramaian seperti ini. Sehingga wajar adanya bila asumsi yang muncul adalah pemerintah terlalu malas untuk menyiapkan langkah-langkah antisipasi, atau terlalu biasa menganggap remeh sesuatu sehingga kelabakan pada akhirnya.
Efek domino memanfaatkan fandom untuk bisnis memang seperti dua sisi pedang. Bila berhasil mengatur arus dan tekanan dengan baik, maka akan menciptakan dampak domino gema kesuksesan yang luas. Namun bila gagal, banyak fandom tak pernah lupa ketika dikecewakan dalam proses memenuhi 'kebutuhan batin' terkait idola mereka.