Untuk diketahui, musisi K-Pop kerap 'comeback' merilis album/karya beberapa kali dalam setahun dan belum termasuk konser. Hal yang sama pun mulai terjadi di industri musik Barat. Faktanya, sebagian besar dari penggemar mereka mampu membeli segala tetek bengek itu. Apalagi cuma beli paketan menu Rp50 ribuan.
Satu hal yang perlu dicatat. Fenomena keikhlasan fandom untuk merogoh kocek ini bukan hanya datang dari mereka yang kerap dicap "remaja" atau "bocah". Tak sedikit orang dewasa dan berpenghasilan cukup --bahkan berlebih-- rela tinggal gesek dan transfer untuk memenuhi hasrat sebagai fandom.
Gerakan berlandaskan cinta kepada idola inilah yang mampu menggerakkan industri. Apalagi, sebagian besar pendapatan para idola justru bukan datang dari album atau honor film/drama, melainkan aksesori, tiket konser/jumpa penggemar, hingga iklan. Hal yang sama terjadi pada BTS Meal yang diproyeksikan mencetak jutaan dolar atau miliaran rupiah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Jangan kaget melihat proyeksi itu. Lihat saja bagaimana animo ARMY mampu membuat situs pemesanan McD mengalami gangguan, ribuan ojol rela mengantri berjam-jam untuk memenuhi permintaan pesanan, sampai antrean mengular mereka yang ingin membeli secara lantatur alias drive thru, dan berbagai kritikan atas kerumunan dan pembubaran juga penutupan gerai.
Semua drama itu terjadi hanya dalam waktu 12 jam dan serentak di berbagai daerah. Padahal, menu ini dijadwalkan ada dalam beberapa hari hingga momen ultah BTS.
Animo fandom ibarat daya magis yang tak pernah bisa diketahui persis akan sebesar apa, walau bisa diprakirakan secara kasar berdasarkan idola dan karakter fandom. Sehingga, memilih seorang idola untuk berbisnis juga mesti memperkirakan jenis 'tsunami' animo yang bisa muncul.
Segala kekacauan yang terjadi dalam perilisan BTS Meal di Indonesia pada 9 Juni 2021 jelas gambaran ketidaksiapan penyelenggara menghadapi gelombang dari ARMY. Pelayanan daring terganggu, pengaturan jarak dan pemesanan yang tidak terkoordinasi serta jelas, hingga masalah izin juga pelaporan kegiatan berpeluang kerumunan.
Permasalahannya, BTS Meal ini bukan acara dadakan. Sejak April 2021, menu kolaborasi ini sudah diumumkan ke publik dan disebutkan akan dirilis di puluhan negara lainnya, mulai dari Amerika Serikat hingga Indonesia.
Bodoh namanya ketika pengumuman tersebut disiarkan, namun penyelenggara tidak mempersiapkan konsekuensi 'tsunami' yang akan datang. Kala itu, BTS sudah disebut banyak media Hollywood sebagai boyband terbesar di dunia saat ini.
Sebelum datang ke Indonesia pun, kehebohan akan BTS Meal sudah terjadi di sejumlah negara. Permasalahannya mirip: kerumunan para fandom untuk membeli menu tersebut yang membuat tim medis Covid-19 kesal seperti di Malaysia.
![]() |
Sedangkan di Indonesia, penyelenggara lokal bak tak belajar dari lokasi lain. Mereka hanya bermodalkan mengubah pembelian melalui daring, baik melalui situs ataupun jasa on demand seperti ojek online, serta lantatur alias drive thru.
Pertanyaannya, secara logika sederhana, apakah mereka tidak berpikir bahwa kurir seperti ojek online tidak akan menyebabkan kerumunan? Atau drive thru tidak akan menyebabkan kemacetan di jalan sekitar restoran?
Dari berbagai laporan dan berita yang muncul menunjukkan rencana manajemen krisis atas momen ini tak disiapkan dengan matang.
Kelalaian itu kemudian mendatangkan banyak masalah, mulai dari kekecewaan pelanggan menunggu pesanan yang begitu lama, penutupan gerai yang bisa berdampak pada nasib pegawai hingga ancaman pidana karena melanggar prokes, dan yang paling menakutkan adalah peluang terjadi penyebaran Covid-19 akibat kerumunan yang tak terkendali.
Sementara di sisi lain, pemerintah seperti tak memiliki antisipasi dan ketegasan dalam menghadapi peluang kejadian seperti ini.
Rasanya mustahil tak ada aparat yang tahu ada acara berpeluang keramaian seperti ini. Sehingga wajar adanya bila asumsi yang muncul adalah pemerintah terlalu malas untuk menyiapkan langkah-langkah antisipasi, atau terlalu biasa menganggap remeh sesuatu sehingga kelabakan pada akhirnya.
Efek domino memanfaatkan fandom untuk bisnis memang seperti dua sisi pedang. Bila berhasil mengatur arus dan tekanan dengan baik, maka akan menciptakan dampak domino gema kesuksesan yang luas. Namun bila gagal, banyak fandom tak pernah lupa ketika dikecewakan dalam proses memenuhi 'kebutuhan batin' terkait idola mereka.
(tim)