Banjir Sintang di Kalimantan Barat pada November 2021 meninggalkan pertanyaan tentang perbaikan tata kelola lingkungan ke depan. Pemerintah pun terus berupaya mengatasi hal ini salah satunya melalui skema Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo bersama berbagai pihak melakukan program pemulihan lingkungan melalui penanaman di Kelurahan Kedabang, Kecamatan Kota Sintang, Rabu (8/12). Kegiatan ini dilakukan bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala BNPB Suharyanto, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, Bupati Sintang Jarot Winarno dan masyarakat.
"Selain kita akan juga membangun sebuah persemaian di lingkungan Sungai Kapuas dalam rangka penanaman kembali, rehabilitasi kembali hutan-hutan kita yang rusak," ungkap Jokowi dalam keterangan tertulis, Kamis (9/12/2021).
Jokowi berharap RHL dapat menjadi instrumen yang mendukung format tata kelola berbasis bentang alam guna menangani Daerah Tangkapan Air (DTA) banjir seluas ± 6.941.735 ha. Selain itu, upaya RHL juga diharapkan dapat memulihkan DTA atau catchment area DAS di hulu Sungai Kapuas maupun Sungai Melawi yang rusak akibat pertambangan dan perkebunan.
Sementara itu, Menteri LHK, Siti Nurbaya mengatakan wilayah hulu DAS Kapuas merupakan kawasan resapan air yang harus dilestarikan. Mengingat penyimpanan air tahan sebagian besar berasal dari kawasan ini.
"Jika kawasan ini rusak, potensi hidrologi yang besar tersebut akan hilang," ujar Siti.
Oleh karena itu, Siti mengatakan ke depan pihaknya berencana membangun satu unit persemaian skala besar yang dapat memproduksi 10 juta bibit per tahun untuk RHL, khususnya DTA Kapuas. Menurut Siti, pembangunan persemaian ini dapat dilakukan dengan pola public-private partnerships, yang melibatkan pihak swasta turut bertanggung jawab dalam pemulihan lingkungan.
Siti menyebut program rehabilitasi lahan bekas tambang seluas 10 hektare ini akan menjadi tonggak rehabilitasi besar-besaran di DAS Kapuas dengan daerah tangkapan air seluas ±9.659.790 hektare. Ia menjelaskan alokasi program yang telah terencana saat ini sudah dilakukan dan akan selalu disesuaikan dengan dinamika fisik dan sosial ekonomi yang berkembang.
Dalam hal ini, Siti mengatakan sinergi dengan tata ruang merupakan langkah mutlak yang harus ditempuh. Hal ini guna program pemulihan tersebut menjadi bagian integral pembangunan ekonomi lokal yang berujung terbentuknya mesin pertumbuhan wilayah yang mensejahterakan masyarakat Kalimantan Barat secara keseluruhan.
"Untuk itu, pemilihan komoditas tanaman penghijauan yang memiliki manfaat lingkungan dan ekonomi adalah strategi yang ditempuh agar tercipta harmoni pembangunan ekonomi dan perbaikan mutu lingkungan," ungkap Siti.
Lebih lanjut, Siti menyampaikan rehabilitasi lahan bekas tambang bersama masyarakat menjadi upaya dalam menurunkan suplai sedimen ke Sungai Kapuas sehingga kapasitas tampungnya terjaga. Pasalnya, berdasarkan hasil penelusuran banjir yang dilakukan pasca kejadian menunjukkan aktivitas tambang di luar kawasan hutan menyumbang sedimen yang cukup banyak ke badan sungai Kapuas. Hal ini kemudian menyebabkan kapasitasnya menurun dan tidak mampu menampung limpasan air limpasan, sehingga meluap dan menyebabkan banjir di sekitarnya.
Selain itu, penanaman bekas tambang tersebut merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) yang terlantar sejak 1990. Penanaman dengan pola khusus ini dilakukan dengan menggunakan teknologi kompos blok sebagai media tanam yang telah dilakukan uji coba di beberapa provinsi.
Dalam hal ini, jumlah bibit yang ditanam pada lokasi penanaman ± 4.050 batang yang terdiri dari jenis durian, alpukat, lengkeng, matoa, mangga, jambu kristal, jambu air, nangka, cempedak, jengkol, sirsak, petai, kaliandra, cemara dan mahoni. Jenis tanaman yang ditanam pun merupakan tanaman produktif yang dapat meningkatkan fungsi ekologi dan menambah nilai ekonomi bagi masyarakat dari hasil produksi tanaman. Siti mengatakan kegiatan penanaman ini juga melibatkan masyarakat setempat yang terdampak bencana banjir sebanyak ± 1.000 orang.
Siti mengatakan kegiatan ini akan dilakukan pemeliharaan secara intensif sampai dengan tahun ke-3 dan pendampingan kepada masyarakat. Selain itu, pihaknya juga akan mengembangkan kegiatan pemulihan melalui rehabilitasi hutan dan lahan pada skala lebih luas di wilayah bekas tambang terlantar di Kalimantan Barat.
Oleh karena itu, Siti meminta dukungan dan partisipasi dari semua pihak terkait, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta dan masyarakat. Dengan demikian, tujuan pemulihan lingkungan, serta keberlanjutan daya dukung ekosistem dan sumber daya alam terhadap keberlangsungan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
(adv/adv)