"Saya pencipta lagu, tapi [masih] bisa tampil di panggung, di masa satu setengah tahun ini panggung itu hilang, jadi selama dua tahun itu jelas pendapatan utamanya dari royalti, kalau dulu saling menopang, sekarang hanya satu," kata Eross.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatur pembayaran royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait yang digunakan para pengguna lagu atau musik di karaoke, bioskop, restoran, kafe, pub, kelab malam dan diskotek.
Kewajiban membayar royalti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/ Atau Musik. Dalam beleid yang diteken Jokowi pada 30 Maret lalu tersebut, kewajiban tertuang dalam Pasal 3 ayat 1.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dalam perjalannya, LMKN sebagai lembaga bentukan negara yang mengelola perihal royalti yang selama ini dijalankan masing-masing LMK dituding menunjuk pihak ketiga secara tidak transparan.
Pihak ketiga tersebut disebut bertugas mendistribusikan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota LMK.
Karenanya, AMPLI meminta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 dan Permenkumham Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik dibatalkan.
Eross dan anggota AMPLI menilai bahwa sekarang merupakan momen yang tepat untuk memperbaiki tata kelola royalti dan memaksimalkan pendapatan para musisi dan pencipta lagu royalti.
"Seperti yang teman-teman ketahui, menulis lagu itu kan karya yang menyerahkan jiwa raga, jadi harus signifikan [dampaknya], kalau enggak sekarang ya suatu hari nanti," kata Eross.
"Jadi mulai dari sekarang saya mau sistem itu solid, jadi ke depan lebih mudah lah ya royalti karya kami ini bisa dinikmati anak cucu dan untuk generasi yang akan datang," lanjutnya.
(nly/end)