Lantunan Sejarah Panjang Seni Langgam Al-Qur'an

CNN Indonesia
Minggu, 17 Apr 2022 11:35 WIB
Melagukan lantunan ayat Al-Qur'an ini bukan sekadar memberikan irama saat membacakan ayat suci.
Melagukan lantunan ayat Al-Qur'an ini bukan sekadar memberikan irama saat membacakan ayat suci. (istockphoto/selimaksan)

"Pengajian Al-Qur'an ini pada umumnya diselenggarakan secara individual dan dengan sukarela, lama kelamaan pengajian seperti ini menjadi besar dan berkembang dengan pesat," terulis dalam buku itu.

"Mereka membaca Al-Qur'an secara klasik dengan lagu dan irama khas di Indonesia. Keadaan seperti ini berlangsung selama beberapa abad sampai menjelang abad ke-20 Masehi," lanjutnya.

Dalam masa itu, perhubungan antara negara-negara Arab dengan Indonesia disebut semakin lancar. Salah satunya ditandai dengan banyak kiai dan ustaz yang pergi haji dan menimba ilmu ke Tanah Suci, seperti Makkah dan Madinah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai mendapatkan ilmu di Tanah Suci, sebagian dari mereka kembali ke Indonesia dan menyebarkannya ke masyarakat lokal, termasuk cara membaca Al-Qur'an dengan nagham (lagu) yang diperoleh saat di Makkah. Gaya ini kemudian dikenal sebagai lagu Makkawi.

Seiring semakin banyak keberadaan qari dan hafiz alias penghafal Al-Qur'an sebagai buah keberadaan pesantren di Indonesia, maka mulai dibentuk pembinaan dan pengembangan baca dan hafalan Al-Qur'an. Pada dekade 1950-an, berdirilah Jam'iyatul Qurra wal Huffazh (Persatuan Qari dan Hafiz) di Surabaya yang kemudian di bawah naungan Nadhatul Ulama.

"Berdirinya organisasi ini merupakan salah satu faktor makin berkembang seni baca Al-Qur'an di Indonesia, walaupun kegiatannya waktu itu belum mengarah kepada musabaqah (perlombaan), melainkan dititikberatkan kepada pembinaan dan pengajaran membaca dan melagukan Al-Qur'an," tulis buku itu.

Anak-anak di salah satu sekolah TK di gang Mushola, Jakarta Selatan, melakukan tadarus Alquran dengan menggunakan pelindung wajah dan masker di Bulan suci Ramadhan, saat pandemi Covid-19. Selasa (20/4/2021). Bulan suci Ramadhan dimanfaatkan umat muslim untuk memperbanyak amalan dan ibadah di antaranya sholat sunah, zikir, dan tadarus Alquran. CNN Indonesia/Andry NovelinoIlustrasi. Seiring semakin banyak keberadaan qari dan hafiz alias penghafal Al-Qur'an sebagai buah keberadaan pesantren di Indonesia, maka mulai dibentuk pembinaan dan pengembangan baca dan hafalan Al-Qur'an. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Memasuki dekade 1960-an, Mesir dilaporkan mengirim sejumlah syekh qari dari negara itu ke sejumlah negara Islam, termasuk Indonesia, dalam rangka meramaikan Ramadan. Oleh pemerintah Indonesia kala itu, tujuh syekh asal Mesir yang datang kemudian disebar dan diajak keliling ke berbagai lokasi masjid.

Mereka adalah Syekh Abdul Basith Abdus Shamad, Syekh Thanthawi, Syekh Mahmud Mujahid, Syekh Mustafa Kamil, Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari, Syekh Abdul Hayyi Zhahran, dan Syekh Abdul Qadir Abdul Azhim.

"Setiap malam mereka membaca Al-Qur'an dengan lagu yang amat merdu dan memukau para hadirin, berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain sampai menjelang Idulfitri," tulis buku tersebut.

Lantunan yang mereka bawakan dengan gaya Mesir nyatanya berhasil memikat para qari Indonesia dan tergerak untuk mempelajari hingga menguasainya. Secara perlahan, gaya melanggam ayat Al-Qur'an yang kini dikenal dengan lagu Mishri itu jadi salah satu yang populer hingga saat ini.

Ada sejumlah alasan lagu Mishri menjadi gaya yang mendominasi cara melanggam ayat Al-Qur'an di Indonesia, salah satunya keberadaan Haflah Konferensi Islam Asia Afrika pada 1956. Di acara itu, KH A Aziz Muslim jadi pemenang utama dengan menggunakan lagu Mishri ala Syekh Abdul Basith Abdus Shamad.

Kemudian faktor lainnya adalah keberadaan MTQ yang digelar secara nasional oleh pemerintah Indonesia sejak 1968. Setiap tahun, MTQ digelar dan salah satu yang jadi poin penilaian adalah bidang lagu dan suara yang dasarnya menggunakan lagu Mishri.

Peserta mengikuti lomba Musabaqah Tilawah Quran (MTQ) dan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) di Kodim 0710 Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (23/3/2022). Selain dalam rangka menyambut datangnya bulan suci ramadhan, Kodim 0710 Pekalongan mengadakan lomba MTQ dan MQK yang diikuti sebanyak total 228 santri yang bertujuan untuk menciptakan generasi muda muslim yang religius dan berkualitas serta ahli dalam Al Qur'an. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana PutraPeserta mengikuti lomba Musabaqah Tilawah Quran (MTQ) dan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) di Kodim 0710 Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (23/3/2022). (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)

MTQ kemudian bukan hanya ada di tingkat nasional, melainkan berkembang hingga ke akar rumput, ke sekolah-sekolah, kelurahan, kecamatan, kota, hingga provinsi. Di tingkat internasional, MTQ juga digelar dan Indonesia terbilang rajin menjadi juaranya.

Keberadaan kompetisi MTQ ini kemudian semakin mempopulerkan keberadaan lagu Mishri yang berkarakter lebih lembut dan syahdu, dibanding lagu Makkawi yang lebih kental dengan dialek lokal Makkah.

"Di Indonesia sendiri, ternyata hampir dapat dipastikan, sekitar 99 persen orang membaca Al-Qur'an dengan lagu-lagu ala Mishri. Bahkan dalam MTQ hampir tidak ada sama sekali lagu-lagu Makkawi kecuali hanya sebagai variasi," tulis buku tersebut.

Selain dari MTQ, penggunaan lagu Mishri dan Makkawi juga semakin terjaga dengan pendirian Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an pada 1971 di Jakarta.

Perpaduan kedua lagu itu di lembaga pendidikan yang juga membina para qari, hafiz, dan akademisi Al-Qur'an ini kemudian dinilai memberikan pengaruh besar bagi perkembangan seni baca Al-Qur'an di Indonesia.

Hingga seiring berjalannya waktu, Indonesia menelurkan berbagai qari yang menjadi jawara baik tingkat nasional hingga internasional, seperti H Muammar ZA, Hj Maria Ulfah, Nasrullah Jamaluddin, Mirwan Batubara, H Ahmad Muhajir, dan masih banyak lagi.

(end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER