Jakarta, CNN Indonesia --
Dalam dunia film, ada istilah 'kutukan sekuel' yang merujuk pada hasil film kelanjutan biasanya lebih jelek dibanding sebelumnya, entah secara kualitas maupun komersil. Film 365 Days: This Day (2022) adalah contoh paling nyata dari istilah itu.
Meski begitu, sebenarnya ada sesuatu tersimpan di balik segala kebobrokan 365 Days: This Day. Tentu saja, hal itu semua di luar dari kualitas cerita, akting, hingga lagu yang bikin geleng-geleng kepala.
Terkait mutu cerita, rasanya tidak perlu jadi seorang movie-freak atau penulis ulasan untuk melihat kualitas cerita saga 365 Days (2020). Bahkan sebenarnya tidak ada perkembangan dari ulasan yang pernah saya buat untuk film pertama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
365 Days: This Day sudah berantakan bahkan sebelum memasuki inti cerita. Penyajian film ini jelas dimaksudkan hanya menjaja adegan seks semata, meski tidak secara terang-terangan seperti film porno.
Fokus utama film ini jelas adalah bagaimana menampilkan adegan seks antara Massimo dan Laura sepanas dan seliar mungkin, di mana pun dan kapan pun. Bukan hanya Massimo dan Laura, cerita dari karakter pendukung pun juga berusaha menampilkan adegan erotis semenarik mungkin.
Upaya itu terlihat dari durasi seluruh adegan panas --saya tidak bisa menyebutnya semata sebagai adegan ranjang-- dalam film ini yang mencapai nyaris 13 menit untuk film 110 menit.
Bahkan selama 20 menit pertama film ini digelar, jelas sekali tim penulis yang terdiri dari Tomasz Klimala, Barbara Białowąs, Tomasz Mandes, dan Blanka Lipińska, hanya ingin menampilkan seks, seks, dan seks.
 Review 365 Days: This Day: Dari bagian ini saja sudah jelas 365 Days: This Day tidak peduli akan cerita cinta sindrom Stockholm antara Laura dan Massimo seperti yang terlihat pada film pertama. (Netflix/Karolina Grabowska) |
Memang, film ini dibuka dengan kisah Massimo dan Laura kembali bersatu usai kecelakaan di terowongan. Sehingga, mungkin serta para penulis ingin menampilkan kemesraan dua karakter itu sebagai bukti cinta dan rindu mereka. Namun apakah cinta hanya melulu soal seks?
Sejumlah adegan bersetubuh sebagai pelepasan rindu antara Massimo dan Laura itu justru membuat mereka bagai sepasang hewan yang sedang birahi di puncak musim kawin.
Jujur saja, ekspresi saya saat melihat dua karakter itu berpagut-ria persis seperti Olga (Magdalena Lamparska) memergoki mereka 'nganu' sebelum masuk gereja untuk sakramen pernikahan.
Dari bagian ini saja sudah jelas 365 Days: This Day tidak peduli akan cerita cinta sindrom Stockholm antara Laura dan Massimo seperti yang terlihat pada film pertama.
Ketidakpedulian itu juga terlihat dari pertanyaan sejak awal dan tidak terjawab hingga akhir film, bagaimana Laura bisa selamat dari kecelakaan di akhir film pertama? Atau bagaimana dengan loncatan waktu juga cerita di beberapa bagian film ini?
Saya yakin sutradara Barbara Białowąs dan Tomasz Mandes paham bahwa 365 Days (2020) dihujat habis-habisan karena ceritanya yang 'tidak jelas'. Meski begitu, film itu sukses menjadi buah bibir dan membuat banyak orang penasaran.
Apalagi harus diakui, adegan erotis dalam 365 Days (2020) mampu menjadi magnet penonton yang rindu akan romansa macam kisah saga Fifty Shades of Grey.
Pada tahap inilah, para kreator 365 Days: This Day dengan totalitas memanfaatkan atensi itu dengan menjaja hal yang digunjing besar-besaran dari saga ini, yaitu adegan erotis.
Review film 365 Days This Day lanjut ke sebelah...
Meskipun, mereka mengorbankan atau memang tidak peduli dengan kualitas narasi cerita film ini. Seperti logika cerita yang berantakan, alur waktu yang tidak logis, hingga konsep cerita yang membingungkan.
Dalam menjaja kisah sensual Massimo dan Laura, Barbara Białowąs dan Tomasz Mandes hanya fokus pada aspek adegan erotis dan penggunaan tone warna untuk mendukung suasana eksotik. Inilah yang terasa berbeda dari versi prekuel.
Sehingga, 365 Days: This Day tampak hanya fokus pada aspek visual untuk memastikan suasana erotis dari para karakternya kawin sempurna dengan latar tempat yang eksotis.
Białowąs dan Mandes juga memaksakan suasana romantis dengan memasukkan lagu ke setiap adegan sensual dalam film ini, alih-alih menggunakan scoring lembut atau 'seksi' sehingga menambah mood dalam adegan.
365 Days: This Day tercatat menggunakan lagu yang lebih banyak dibanding pendahulunya, terlalu banyak bahkan. Pada 365 Days (2020), hanya ada tujuh lagu digunakan. Sementara kali ini, ada 22 lagu yang diputar sepanjang durasi.
Lagu-lagu itu bahkan berbeda-beda dalam setiap adegan. Saking banyaknya, masing-masing adegan panas punya lagunya sendiri. Sehingga adegan yang mestinya mesra atau ikut merangsang penonton malah sebenarnya terasa hambar.
Sementara itu, pesan penulis asli saga 365 Days, Blanka Lipińska, bahwa 365 Days: This Day menggambarkan Laura yang mandiri dan kuat pun terasa hanyalah pemanis.
 Review: dalam 365 Days: This Day, Anna-Maria Sieklucka dan Michele Morrone seolah seperti kehilangan karakter Laura dan Massimo yang sudah mereka mainkan di 365 Days (2020).: (Netflix/Karolina Grabowska) |
Bila Lipinska menilai bahwa keputusan Laura berselingkuh sebagai langkah 'mandiri' dari seorang perempuan saat melihat sosok yang ia duga suaminya bermain serong, sepertinya ada nilai feminisme yang berbeda dalam film ini.
Apalagi, pesan 'berdaya' dari Lipinska itu kadung tertutup oleh chemistry Anna-Maria Sieklucka dan Michele Morrone di film ini yang lebih buruk dibanding pada film pertama. Mereka memang sering seranjang, tapi ikatan antara keduanya tak lagi sama.
Dalam 365 Days: This Day, Anna-Maria Sieklucka dan Michele Morrone seolah seperti kehilangan karakter Laura dan Massimo yang sudah mereka mainkan di 365 Days (2020). Apakah mungkin karena Morrone bermain ganda dalam film ini? Entahlah.
Terlepas dari berbagai ulasan sambat saya soal 365 Days: This Day, film ini sebenarnya memiliki keberanian untuk tetap bertahan walau banjir hujatan. Tak peduli penilaian orang, selama ramai dibahas dan ditonton untuk disambat, film ini tetap mencapai target komersilnya.
Sehingga jangan heran bila mungkin 365 Days: This Day mungkin akan tetap mendapatkan jumlah penonton tinggi walau dihujat dan dianggap 'kaleng-kaleng'. Toh, sebagian penonton akan ada yang hanya berniat cuci mata alih-alih menikmati cerita.
Maka saya pun yakin tim produksi dan Netflix yang butuh dorongan kenaikan jumlah pelanggan, akan tetap melanjutkan film ini seperti rencana trilogi 365 Days semula.
Saya sendiri tidak begitu yakin babak akhir Massimo dan Laura nanti akan lebih baik dari dua film lainnya. Meski begitu, jujur saja saga ini masih mengundang rasa penasaran saya. Setidaknya, melatih saya untuk bersambat.
[Gambas:Youtube]