Jakarta, CNN Indonesia --
Decision to Leave terasa seperti puisi kisah romansa tragis yang disusun sedemikian rapi oleh Park Chan-wook, sutradara sekaligus pujangga film ini. Narasi puitis itu semakin fenomenal dengan sinematografi kelas wahid di setiap adegannya.
Park Chan-wook yang meraih penghargaan Best Director Cannes Film Festival 2022 lewat film ini menyuguhkan salah tontonan terbaik tahun ini. Meski terasa lebih 'ramah' dari film lainnya, ia tak kehilangan daya magisnya dalam menggarap Decision to Leave.
Film ini justru membuktikan Chan-wook sebagai sutradara matang dengan pengalaman menggarap puluhan film kelas wahid. Salah satu yang paling tampak yakni dari cara dirinya membangun serta mengeksekusi cerita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Decision to Leave sebenarnya mengusung premis yang tak terlalu berbelit. Film ini mengisahkan seorang detektif menangani kasus pembunuhan, lalu terjebak cinta terlarang dengan tersangka yang tak lain adalah istri korban.
Dari premis itu, Chan-wook merangkai setiap kepingan cerita dengan begitu teliti. Penonton diajak mengikuti arah pikiran sang sutradara yang tertuang lewat perjalanan Hae-joon (Park Hae-il) menginvestigasi kasus pembunuhan misterius di sebuah gunung.
Adegan demi adegan yang disuguhkan kemudian menampilkan petunjuk yang menarik untuk diikuti. Penonton pun dengan sukarela bakal mencermati apa pun yang ditampilkan di layar, seolah menjadi detektif yang mencermati tempat kejadian perkara.
 Review film: Decision to Leave terasa seperti puisi kisah romansa tragis yang disusun sedemikian rapi oleh Park Chan-wook. (Moho Film via KOFIC) |
Namun, film ini tidak sepenuhnya membawa nuansa noir dan misteri ala film detektif ke dalam cerita. Decision to Leave malah lebih terasa sebagai film yang mendalami sisi psikologis dua karakter utama.
Narasi yang dibawa dalam film ini memang seperti mengupas karakter Hae-joon dan Seo-rae (Tang Wei) dengan motif hingga siasat masing-masing yang berlapis dan misterius.
Setiap dialog hingga gerak-gerik para karakter menyiratkan makna tersembunyi yang saling berkaitan seiring alur film itu melaju. Hal tersebut membuat penonton terus menebak jati diri Hae-joon dan Seo-rae sesungguhnya, bahkan sampai film itu berakhir.
[Gambas:Video CNN]
Daya magis Park Chan-wook tak berhenti di situ. Ia juga menggiring penonton ke dalam kisah cinta yang tak biasa antara Hae-joon sang detektif dengan tersangka utama dalam kasusnya, Seo-rae.
Chemistry Hae-joon dan Seo-rae patut diacungi jempol karena berhasil memerankan karakter dengan perasaan hati yang rumit, bahkan untuk dipahami oleh mereka sendiri.
Kompleksitas karakter itu dibawakan dengan baik oleh para karakter. Park Hae-il berhasil memerankan Hae-joon yang terjebak dilema, antara menjadi detektif berbudi atau menuruti kata hati.
Review film Decision to Leave lanjut ke sebelah...
Tak jauh berbeda, Tang Wei juga begitu piawai dalam memerankan karakter Seo-rae yang datang ke kehidupan Hae-joon dengan latar belakang penuh misteri. Ia berhasil menunjukkan rumitnya situasi hidup Seo-rae, warga China yang terjebak di Korea Selatan karena sebuah rahasia.
Benak penonton pun ikut terbius dengan kisah cinta mereka yang menerobos batas lazim serta etika antara detektif dan tersangka. Interaksi Hae-joon dan Seo-rae selama investigasi memancarkan romantisme yang janggal, tetapi sangat bisa dinikmati.
Bayangkan saja, adegan interogasi dan pengintaian dalam film ini justru terasa seperti PDKT antara seorang detektif dengan tersangka yang diselidiki.
Sang sutradara juga menerapkan metode 'slow-burn' dengan kadar yang pas. Secara perlahan, penonton dibawa untuk beranjak dari premis yang ringan menuju klimaks yang mencengangkan.
Perjalanan menuju klimaks itu dieksekusi dengan alur lambat tanpa membosankan. Kesan yang dirasakan selama menuju klimaks justru memberi kepuasan tersendiri. Di titik ini, rasanya Chan-wook sudah begitu khatam dalam mengemas narasi yang mudah dinikmati.
Decision to Leave juga benar-benar melampaui ekspektasi dalam menyajikan suguhan sinematografi dan scoring musik yang menawan, bahkan sejak adegan pertama. Chan-wook mengeksekusi setiap visual dengan komposisi yang menawan, dibalut tone warna biru-hijau.
 Review film: Decision to Leave juga benar-benar melampaui ekspektasi dalam menyajikan suguhan sinematografi dan scoring musik yang menawan, bahkan sejak adegan pertama. (Moho Film via KOFIC) |
Kemegahan film ini disempurnakan dengan scoring musik yang mewah. Suara gesekan senar biola dan cello yang mengiringi setiap adegan harus diakui menambah warna Decision to Leave.
Kisah cinta Hae-joon dan Seo-rae itu pun berujung dengan adegan puncak yang fenomenal. Adegan tersebut dengan apik menggambarkan bagaimana akhir perjalanan dua orang yang terjebak cinta terlarang.
Nasib Hae-joon dan Seo-rae dinarasikan dengan adegan yang sarat kesan puitis. Chan-wook lagi-lagi menunjukkan kepiawaiannya dalam menyajikan puncak cerita yang tragis, tetapi terasa begitu indah dan manis.
Di luar itu semua, film ini juga menyimpan banyak petunjuk dan adegan sarat makna yang menarik untuk dikulik. Decision to Leave termasuk salah satu film yang memberikan kesan baru, bahkan jika ditonton lebih dari sekali.
Meski mengusung tema noir, Decision to Leave tidak mengangkat kasus misterius dengan penuh twist mencengangkan di dalamnya. Di sisi lain, film ini juga tidak mengusung narasi romantis yang kerap ditemui.
Namun uniknya, Decision to Leave tetap meninggalkan kesan mendalam terhadap dua genre yang diusung. Tentunya dengan gaya Chan-wook yang jauh dari kata lazim tetapi begitu mengesankan.
[Gambas:Youtube]