Suporter Arema memasuki lapangan karena tak terima dengan hasil pertandingan yang memenangkan Persebaya. Insiden itu direspons polisi dengan menghadang dan menembakkan gas air mata.
Langkah tersebut menyebabkan penonton panik, sehingga berlarian, sesak napas, dan terinjak-injak. Menurut data, 125 orang meninggal dunia dalam tragedi ini dan ratusan orang lainnya luka-luka.
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendalami dugaan gas air mata yang digunakan aparat untuk membubarkan massa di Stadion Kanjuruhan telah kedaluwarsa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gas pasti punya kedaluwarsa itu akan menjadi kunci kami tanya ke medis," kata Anam dalam jumpa pers di Malang, Jawa Timur, Senin (3/9).
"Apakah ini karena sesak nafas, kadar oksigen dan lainnya seperti apa," tambahnya.
Penggunaan gas air mata sendiri dilarang keras dalam pengamanan pertandingan sepak bola menurut regulasi FIFA. Meski di sisi lain, polisi menyatakan penggunaan gas air mata saat kerusuhan di Kanjuruhan telah sesuai prosedur.
Pemerintah sendiri telah memerintahkan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menyelidiki Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan lebih dari seratus suporter tim bola Arema FC atau Aremania.
Selain itu, pemerintah pun meminta TNI dan Polri untuk mengusut dugaan pelaku pidana, juga menindak apabila ada anggotanya yang menyalahi aturan berlaku.
"Tugas jangka pendek meminta Polri dalam beberapa hari ke depan segera mengungkap pelaku yang terlibat tindak pidana," kata Menko Polhukam Mahfud MD usai dalam konferensi pers usai rapat koordinasi di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (3/10).
"Kalau sudah dilakukan agar diumumkan pelaku pidana yang sudah memenuhi syarat agar ditindak. Dan, Polri melakukan evaluasi penyelenggaraan keamanan di daerah setempat," lanjutnya.
(frl/end)