Selain dua sindiran di atas, James Cameron memperluas pesan lingkungannya dalam semesta Avatar melalui Avatar 2, The Way of Water. Sejalan dengan latar cerita yang kini berpusat di pesisir dan lautan, James Cameron menyoroti soal perburuan hewan tulkun yang di Bumi mirip dengan paus.
Dalam Avatar 2, tulkun dikisahkan kerap diburu oleh Bangsa Langit untuk kemudian diperdagangkan. Konon, cairan dalam otak tulkun yang bernama amrita amat dicari oleh manusia di Bumi dengan harga US$80 juta per tabung.
Perburuan tulkun pun dilakukan bukan dengan peralatan sederhana. Mengingat ukuran tulkun yang besar seperti paus di Bumi, sejumlah manusia berburu makhluk mirip ikan itu dengan peralatan canggih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Narasi itu mirip dengan berbagai laporan soal perburuan paus di lautan. Mulai dari nelayan hingga perusahaan asing sengaja berburu paus dan hiu untuk diperdagangkan.
Perburuan paus diperkirakan telah dilakukan manusia sejak 3000 SM. Paus diburu untuk mendapatkan sejumlah produk, mulai dari daging, minyak, hingga lemaknya.
Namun jumlah perburuan terhadap paus atau whaling semakin meningkat sejak teknologi modern diciptakan.
Menurut data International Whaling Commission yang diakses pada Desember 2022, sejak pendataan dimulai pada 1985, tercatat sudah ada lebih dari 56 ribu ekor paus ditangkap.
Pada 2019, jumlah paus di lautan Bumi diperkirakan mencapai 1,3 juta, Namun bila jumlah mereka dikembalikan pada era sebelum ada perburuan, jumlah paus di lautan bisa mencapai 4-5 juta ekor.
Padahal dalam studi yang dipublikasikan pada 2010, tubuh-tubuh paus di lautan bisa menyerap karbon dioksida (CO2) di atmosfer yang dianggap sebagai salah satu senyawa penyebab efek rumah kaca dalam perubahan iklim.
James Cameron tampak tak ingin berhenti hanya sampai pada masalah perburuan hewan laut dalam Avatar The Way of Water. Lewat kasus itu pula, Cameron menyindir industri kosmetika.
Perburuan tulkun dalam The Way of Water dilakukan sejumlah manusia dari RDA karena mengincar cairan dalam otak hewan Pandora tersebut.
Cairan kental berwarna kuning itu disebut memiliki khaisat untuk bisnis kosmetika karena mampu membuat manusia berhenti menua alias anti-aging, bahkan disebut seolah-olah bagai abadi alias immortal.
Kasus kekerasan pada hewan sejatinya sudah sejak lama diarahkan kepada industri kosmetika. Sejumlah laporan menyebut bahwa hewan kerapkali digunakan sebagai percobaan untuk menguji keamanan kosmetik yang dibuat.
Praktik ini diyakini sudah dilakukan manusia sejak dulu, tapi meningkat pada abad ke-19 dan 20 seiring dengan perkembangan industri kosmetik. Dalam praktik ini, hewan uji akan dicekoki bahan kosmetika dari hidung, dipaksa menelan, disuntikkan, hingga diteteskan di sekitar mata mereka.
Hewan uji bakal mengalami berbagai efek samping, mulai dari kecanduan bahan kimia, hingga buta, mandul, kulit terbakar, tertusuk, hingga infeksi virus dan kematian.
New Straits Times pada 2017 melaporkan sebuah komposisi kosmetik baru yang diuji kepada hewan bisa membunuh setidaknya 1.400 hewan.
Avatar The Way of Water yang berpusat di kehidupan klan Metkayina tampak sebagai upaya James Cameron menyoroti kehidupan masyarakat pesisir dan di pulau-pulau terpencil.
Kehidupan mereka yang sepenuhnya bergantung pada kondisi laut sejatinya berlangsung damai dan sejahtera, sampai manusia pendatang atau Bangsa Langit datang.
Meski plot utama Avatar 2 adalah ketika RDA mencari Jack Sully yang bersembunyi di suku Metkayina, tapi potret bahwa banyak aksi manusia terhadap laut ikut membuat kehidupan suku asli pesisir itu terganggu.
Salah satu hal dari perbuatan manusia yang mengancam kehidupan masyarakat pesisir dan di pulau-pulau terpencil adalah berkaitan dengan eksploitasi alam dan perubahan iklim.
Menurut laporan USAID pada 2016 yang dikutip LCDI Indonesia pada 2022, kerusakan dan kehilangan akibat perubahan iklim tertinggi berada pada sektor laut dan pesisir, termasuk berdampak pada masyarakat yang tinggal di sana.
Ancaman yang bisa menghadang masyarakat pesisir akibat perubahan iklim berupa mulai dari luas daratan yang hilang akibat tenggelam air laut, kerusakan ekosistem pesisir, perubahan mata pencaharian masyarakat pesisir, hingga penurunan biodiversitas pesisir.
(end)