Keluarga Nano Riantiarno membeberkan kondisi kesehatan sang pendiri Teater Koma tersebut sebelum meninggal dunia pada Jumat (20/1). Nano disebut mengidap kanker paru stadium akhir sebelum tutup usia.
Almitra Pranawingtyas selaku menantu menceritakan kondisi Nano dalam beberapa bulan terakhir yang bermula dari tumor di paha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya tumor di paha, sempat diangkat tanggal 8 November. Sesudah operasi sempat membaik sebentar," kata Almitra kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/1).
"Namun, awal Desember kemudian batuk-batuk dan sesak napas. Pas diperiksa ternyata sudah menyebar ke paru-paru."
Ia pun mengonfirmasi keadaan Nano terakhir jelang meninggal dunia dipengaruhi kondisi paru-parunya.
"Iya betul, karena yang di paru-paru sudah kanker stadium akhir," Almitra menegaskan.
Hingga pendiri Teater Koma itu dikonfirmasi meninggal dunia di rumahnya pada Jumat (20/1) pagi.
"Iya betul. Tadi pagi, sekitar jam 7 lewat sedikit," Almitra mengonfirmasi.
Ia mengungkapkan Nano Riantiarno akan dimakamkan Sabtu (21/1) pagi di Taman Makam Giri, Tama, Tonjong Bogor. Sementara itu, Sanggar Teater Koma akan dijadikan rumah duka Nano.
Lihat Juga : |
Pria bernama lengkap Norbertus Riantiarno ini sudah aktif di teater sejak 1965 di kota kelahirannya, Cirebon. Usianya baru 16 tahun saat itu. Peran kecil di pementasan Caligula ia dapat berkat kemampuan menghafal naskah utuh, sekaligus menggantikan pemeran aslinya yang sedang sakit.
Ia kemudian resmi mendirikan Teater Koma pada 1 Maret 1977. Dalam sepanjang kariernya, Nano Riantiarno tercatat mendapat sejumlah penghargaan berkat kiprah dan konsistensinya di panggung teater Indonesia.
Pada 1993, ia dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Lima tahun berikutnya, ia menerima Penghargaan Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia.
Menteri Pariwisata dan Budaya juga pernah memberikan Piagam Penghargaan sebagai Seniman dan Budayawan Berprestasi pada 1999. Di tingkat internasional, Nano meraih Sea Write Award dari Raja Thailand di Bangkok atas karyanya Semar Gugat pada 1998.
Nano yang juga dikenal sapaan kecil seperti Jendil dan Nakula itu sedikitnya sudah membuat 35 naskah panjang. Sementara, dirinya pun juga sudah menulis naskah sandiwara pendek untuk panggung dan televisi.
Tak hanya membuat naskah teater, Nano juga pernah menulis sedikitnya tiga buku kumpulan puisi, 25 naskah adaptasi, tujuh novel (limanya diterbitkan), 30 naskah film dan televisi.
(chri)