Beberapa hari lalu Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menemukan indikasi penimbunan minyak goreng jenis Minyakita, yakni jenis minyak goreng curah yang telah bungkus dalam kemasan.
Tidak tanggung tanggung, indikasi penimbunan ini mencapai 500 ton. Pasokan Minyakita juga mulai surut di pasaran, dan harganya mulai merangkak naik. Gawat jika kita menghadapi situasi seperti tahun lalu, kelangkaan minyak goreng, dan antrian dimana mana.
Tidak kalah mencengangkan, Kepala Bulog Budi Waseso dalam sidaknya 3 Februari lalu menemukan dugaan mencampurkan beras Bulog dengan merek lain di Gudang Food Station.
Pada saat yang sama, Kepala Bulog menemukan harga beras Bulog yang seharusnya maksimal Rp8.900 malah melonjak hingga Rp12 ribu per kilogram di Pasar Induk Cipinang.
Kita berharap kasus-kasus serupa tidak berulang terus atas praktik penimbunan, pengoplosan, dan praktik curang lainnya atas tata kelola pangan strategis rakyat. Bulan depan, Maret 2023 kita sudah memasuki bulan suci Ramadhan, disusul dengan lebaran Idulfitri.
Seperti kebiasaan tahun tahun sebelumnya, di Bulan Ramadhan dan lebaran, konsumsi terhadap bahan pangan pokok meningkat.
Kita saat ini juga telah memasuki tahun politik. Oleh sebab itu, menghadapi "tahun kritis dan sensitif" ini pemerintah harus waspada. Persoalan pangan adalah persoalan hajat hidup orang banyak. Sangat gampang menjadikannya sebagai komoditas untuk menyulut kerusuhan sosial.
Karena itu segenap jajaran Kementerian, dan Lembaga (K/L) yang berwenang dan berkaitan sektor pangan harus memiliki pemahaman atas kerentanan ini.
Mencermati atas hal itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menekankan beberapa hal pokok sekiranya menjadi atensi kawan kawan di K/L, yakni;
1. Terhadap upaya penimbunan atau pengoplosan produk yang tidak sesuai ketentuan aturan, Kemendag dan Bulog harus serius menyeret para pelaku ke meja hijau, agar menunjukkan kewibawaan pemerintah didepan hukum dan membangkitkan efek jera terhadap para pelaku.
2. Para pemangku kepentingan, yakni: Kementan, Kemendag, Kemeneg BUMN, Badan Pangan Nasional, dan Perum Bulog harus sinergi dan mengacu pada data yang sama (one data). Jangan sampai selisih paham soal data bahan pangan, khususnya beras terulang kembali di tahun ini oleh para pemegang otoritas.
Tahun lalu Kementan berpandangan cadangan beras nasional cukup, namun Bulog melihat stok beras nasional tidak mencukupi, itu sebabnya Bulog Impor beras akhir tahun lalu. Polemik ini kontraproduktif, dan sebaiknya sinergi untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
3. Pemerintah telah menetapkan sebelas bahan pangan rakyat yang menjadi acuan ketahanan pangan nasional. Kesebelas bahan pangan pokok rakyat itu meliputi; beras, jadung, kedelai, gula, minyak goreng, tepung terigu, bawang merah, cabe, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam.
Menjaga ketahanan pangan sebagaimana yang dimaksud diatas adalah; mengamankan harga ditingkat produsen dan konsumen, mengelola cadangan pangan pemerintah, penyediaan dan pendistribusian pangan, mengembangkan industri berbasis pangan, dan pergudangan, serta kegiatan importasi pangan
Melalui Perpres No 48 tahun 2016, Presiden Joko Widodo telah menugaskan Perum Bulog untuk menjaga ketahanan pangan terkhusus terhadap beras, jagung dan kedelai. Untuk menjaga ketahanan pangan atas; gula, minyak goreng, tepung terigu, bawang merah, cabe, daging sapi, daging ayam ras, dan teluar ayam, Menteri Perdagangan bisa menugaskan BUMN selain Bulog, atau tetap melalui Perum Bulog.
Tugas penting dalam menjaga ketahanan pangan adalah basis data yang akurat, dan intensitas melakukan pengawasan dan operasi pasar, serta menjaga ketersediaan cadangan pangan pemerintah pusat dan daerah kuat.
Untuk memastikan ketersediaan cadangan pangan pemerintah kuat, hendaknya mempersiapkan produksi pangan dalam negeri secara memadai, dan menghindari impor. Impor pangan kita lakukan hanya karena gagal panen atau karena produksi dalam negeri belum mencukupi karena masih minimnya lahan produksi.
4. Tidak ada satu pihak pun yang bisa memprediksikan kapan berakhirnya perang antara Rusia dan Ukraina. Sampai saat ini perlombaan arsenal militer dari kedua negara terus berlanjut dengan dukungan sekutu masing masing.
Saat ini dampak Perang Rusia dan Ukraina terhadap kenaikan harga komoditas pangan dunia memang tidak setinggi pertengahan tahun lalu.
Harga komoditas menunjukkan keadaan yang beragam, harga minyak bumi, gas bumi, minyak sawit, gandum, dan daging sapi cenderung turun, sebaliknya, kedelai, padi, dan gula di pasar internasional cenderung naik.
Kementan, Kemendag, Badan Pangan, dan Bulog perlu mewaspadai pengaruh harga komoditas pangan nasional yang harganya cenderung naik. Nyatanya kedelai, padi dan gula kita masih disuplai dari impor.
Kenaikan harga komoditas tersebut akan menjadi beban keuangan negara karena disparitas harga impor dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebagai penetapan harga untuk stabilisasi harga pangan rakyat.
5. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberi peringatan kepada kita semua akan ancaman La Nina, yang berarti tahun ini kita harus bersiap musim kering yang panjang. Musim kering yang panjang berpotensi mengoreksi produksi pangan nasional, khususnya beras.
Peringatan dini BMKG ini harus menjadi acuan mitigasi risiko dari kawan kawan di K/L, khususnya Kementan, Badan Pangan Nasional, dan Bulog dalam memperbaharui strategi menjalankan agenda ketahanan pangan menghadapi La Nina.
Saya berkeyakinan bila langkah langkah tersebut dijalankan dengan baik, dan sinergi antar K/L dan pemda berjalan dengan baik, persoalan pangan nasional tidak akan menjadi masalah bagi rakyat di tahun tahun mendatang.
(adv/adv)