Jakarta, CNN Indonesia --
Ada satu hal spesial bila membahas soal koplo dan Jawa Timur. Selain jadi lokasi lahir dan tumbuh koplo, provinsi paling timur di Jawa itu juga kampung halaman banyak penyanyi koplo perempuan kenamaan.
Happy Asmara, Nella Kharisma, Via Vallen, Dewi Perssik, hingga Inul Daratista. Para perempuan asal Jawa Timur ini sukses dikenal sebagai para biduan dangdut koplo dengan banyak penggemar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pentolan Orkes Melayu (OM) New Monata, Cak Sodiq, adalah salah satu saksi hidup yang melihat bagaimana talenta-talenta Jawa Timur seperti kelima perempuan di atas bisa menapak panggung popularitas melebihi di wilayah tempat tinggalnya.
Apalagi, keberadaan biduan di dangdut koplo tak bisa dilepaskan dari pengaruh orkes Melayu yang biasa mengiringinya. Banyak biduan lahir dari 'didikan' dan kerja sama dengan tim orkes.
Namun bagi Cak Sodiq ada beberapa 'kunci' yang membuat nama biduan ataupun orkes musik koplo bisa bertahan bahkan bisa sukses hingga taraf nasional. Beberapa 'kunci' itu adalah bakat, niat, fasilitas, dan kesempatan.
"Dan yang kelima ini, hoki." kata Cak Sodiq.
[Gambas:Video CNN]
Kelima faktor menurut pentolan salah satu orkes besar itu pun sejatinya tergambar dari rekam jejak para perempuan biduan Jawa Timur kenamaan.
Misalnya saja Via Vallen. Namanya melambung saat ia melakukan kover lagu Sayang yang sempat digarap ulang oleh NDX AKA. Lagu pada 2017 itu membuat nama biduan yang biasa hilir mudik di Jawa Timur tersebut viral di media sosial.
Video musik Sayang yang dibawakan Via Vallen di YouTube bahkan kini sudah menembus 206 juta views per Maret 2023. Belum lagi ia berhasil didapuk menjadi pengiring soundtrack Asian Games 2018 yang membuat wajahnya muncul di televisi se-Asia.
 Via Vallen didapuk menjadi pengiring soundtrack Asian Games 2018 yang membuat wajahnya muncul di televisi se-Asia. (AFP/JEWEL SAMAD) |
Inul yang fenomenal
Contoh paling nyata penyanyi yang bisa menggabungkan lima faktor itu, menurut Cak Sodiq, adalah Inul Daratista. Perempuan bernama asli Ainur Rokhimah ini bahkan berhasil jadi pelopor yang membawa koplo dari Surabaya ke hutan beton Jakarta dan terkenal ke seluruh Indonesia.
Jauh sebelum disorot kamera televisi, Inul sudah ber-geol memutar pinggulnya di atas panggung, jingkrak heboh, berdiri di atas drum, hingga menggubah lagu-lagu yang semula dianggap 'bukan dangdut' menjadi koplo.
"Harus something! Kalau kita orang kreatif, inovatif, dan jeli, pasti bisa melihat pasar. Ya apapun bisa membuat menarik perhatian," kata Inul.
"Di atas panggung, penyanyi (lain) itu jogetnya telanjang. Aku enggak mau telanjang, tapi aku mau jogetnya di atas drum!" katanya.
Lanjut ke sebelah...
"Setiap kali aku bernyanyi dulu di Jawa Timur, itu pokoknya harus begini musiknya, tambahin alat musiknya. Kalau satu lagu, satu jam itu saya nyanyinya kuat banget," katanya.
"Apalagi kalau disawer. Enggak kelar-kelar!" tambahnya. "Orang menyawer satu jam itu enggak kelar-kelar joget sambil [aku] menyanyi kayak begitu."
Bakat, niat, dan kerja keras Inul dalam menghibur penonton dengan koplo 'oplosan' itu membuat dirinya meraih kesempatan dikenal lebih luas dari sekadar panggung hajatan. Aksinya banyak direkam dan disebar melalui cakram padat (VCD) yang secara tidak langsung ikut menularkan 'virus' koplo ke berbagai daerah.
Hingga kemudian Dewi Fortuna berpihak ke Inul pada 2003. Ia terendus produser televisi yang kemudian menyiarkan aksinya dan menuai rating positif.
Inul kemudian diboyong ke Jakarta dan tampil di sebuah acara yang dibuat khusus menampilkan dirinya bergoyang mengebor di sela hentakan musik koplo. Walaupun badai perselisihan dengan kubu dangdut klasik menerjang Inul dan sempat diakui membuat ia terpuruk, hokinya pun tak lantas surut.
Kini, Inul dianggap sebagai 'Bunda' dari para biduan koplo.
 Walaupun badai perselisihan dengan kubu dangdut klasik menerjang Inul dan sempat diakui membuat ia terpuruk, hokinya pun tak lantas surut. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA) |
"Kalau aku sih bangga saja dibilang pelopor koplo, karena aku melalui, aku menikmati prosesnya, dan aku masih ada sampai sekarang," kata Inul. "Dan aku bisa melihat bahwa koplo yang zaman dulu dibilang konotasinya jelek, ternyata sekarang menjadi berkelas. Aku bangga,"
Beda Generasi, Beda Cara
Namun bagi perempuan lain yang masih merintis tangga popularitas sebagai biduan koplo, mereka mengakui skena musik koplo Jawa Timur memang memiliki cara tersendiri dalam 'mendidik' biduannya.
"Karena menurutku menggodoknya di Jawa Timur itu luar biasa," kata Lia, salah satu biduan OM Monata.
"Di sini tuh bibitnya tuh cepat (terkenalnya), jadi suburnya orkesnya itu ya di Jawa Timur," timpal biduan OM Monata lainnya yang bernama Ani.
Di Jawa Timur, biduan tak bisa dilepaskan dari orkes mana yang membawanya. Tak jarang, para orkes ini memiliki biduannya sendiri yang diasuh dan dididik untuk bisa tampil membawakan lagu mereka di atas panggung.
 Para orkes memiliki biduannya sendiri yang diasuh dan dididik untuk bisa tampil membawakan lagu mereka di atas panggung. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim) |
Lia dan Ani tak menampik bahwa banyak biduan koplo Jawa Timur yang sukses menaklukkan Jakarta. Namun faktanya, tak semua biduan di Jawa Timur kini ingin mengikuti jejak kelima penyanyi terkenal itu.
Lia misalnya. Ia pernah memiliki mimpi untuk bisa terkenal dan menaklukkan Ibu Kota. Baginya, Jakarta bagai "lift" untuk bisa dikenal se-Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan Lia adalah mengikuti kontes dangdut yang diadakan sebuah televisi nasional.
Namun Lia sadar, yang memiliki mimpi menaklukkan Jakarta dengan jalan singkat seperti kontes dangdut bukan cuma dirinya.
Lanjut ke sebelah..
Lia pun bukan hanya mengorbankan harus jauh dari rumah, kesehatan mentalnya pun tergadai.
"Itu memang persaingannya luar biasa. Aku beberapa bulan di sana turun beberapa kilogram," kata Lia.
"Kita tahu perkembangan dia (kompetitor lainnya), dia tahu perkembangan kita. Otomatis secara psikis terganggu," lanjutnya. "Kalau mau terjun ke Jakarta, ya secara apa pun harus siap mental dan segala macam,"
Cara singkat ini juga disadari oleh senior Lia, Inul Daratista. Inul yang juga menjadi juri sebuah kompetisi dangdut di televisi menyadari generasi penerusnya kali ini lebih banyak memiliki cara instan untuk sukses. Namun tetap saja, ada harga yang harus dibayar.
"Banyak anak-anak yang melihat barometer sosok yang dari desa ke kota ternyata sukses, 'Oo ternyata seperti ini' dan 'berawalnya dari sini', mereka mencoba untuk ke situ," kata Inul.
"Dan perlu diketahui juga karena beda [dengan] zamanku. Kalau aku melalui proses yang tidak instan, tapi kalau sekarang melakukan proses yang instan dengan cara yang wise, dengan cara yang santun begitu," lanjutnya.
 Generasi penerus Inul kali ini lebih banyak memiliki cara instan untuk sukses. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim) |
"Walaupun instan, tapi mereka melakukan teknik, trik, dan strateginya itu cakep, begitu," kata Inul.
"Anak muda sekarang main YouTube, dulinan musik dangdut, didengerin, jadi. Booming. Yang nonton di atas satu juta, viewers-nya sudah oke, dapat duit," papar Inul.
"Setiap generasi itu punya cara masing-masing, dan aku bersyukur sekali ada beberapa anak-anak muda Jawa Timur yang sukses. Tapi melihat sosok si A, si B, yang menjadi barometer suksesnya dengan benar dan tidak dengan hal yang aneh-aneh, itu aku bangga banget." kata Inul Daratista.