Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia semakin dilirik musisi asing untuk konser musik. Sejumlah konser besar dari musisi asing sudah digelar di Indonesia, dan beberapa lainnya masih menanti.
Namun sekadar dilirik saja belum cukup membuktikan Indonesia layak dikunjungi musisi asing yang biasanya menggelar konser besar dengan standar produksi tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut akademisi manajemen konser dan festival Universitas Pelita Harapan (UPH), Yosia Revie Pongoh, Indonesia harus berbenah dalam hal manajemen konser dan keramaian.
Revie menilai, promotor tidak boleh mementingkan dari segi bisnis saja, melainkan juga dari pengalaman, pelayanan, dan kepastian konser itu berjalan aman.
Hal itu berkaca dari banyaknya keluhan penonton soal konser musisi asing beberapa waktu terakhir. Apalagi, kini Coldplay dirumorkan mempertimbangkan untuk mampir pertama kalinya di Indonesia.
"Waktu itu kan dia [Coldplay] tur sampai Filipina, Thailand, tapi enggak sampai sini. Itu PR juga buat kita. Kadang promotor enggak mikir dampak-dampaknya," kata Revie.
[Gambas:Video CNN]
"Ayolah kita harus pikirkan hal yang lain. Jadi saya pikir promotor jangan pikirin sold out aja. Coldplay tuh pasti sold out," lanjutnya.
Dia menyebut penjualan tiket tak boleh lebih dari kapasitas tempat. Hal ini untuk mengantisipasi permasalahan keamanan.
Namun sebelum memikirkan penjualan tiket, Revie menilai promotor harus memerhatikan masalah perizinan. Dia mengatakan perizinan tempat sampai performing rights, jika dibutuhkan, harus diselesaikan lebih dulu, baru ke tahapan berikutnya.
Jika berkaca pada konser-konser sebelumnya, Revie melihat banyak masalah terjadi di sebuah konser karena menyepelekan masalah perizinan.
"Saya rasa yang paling krusial itu antara izin sama penjualan tiket. Itu krusial banget, izin itu kan urutannya banyak. Izinnya aja sudah berurutan, izin satu dengan yang lain. Kalau tidak, kan jika ada pembatalan, penonton kecewa," ucap dia.
"Kalau perizinan belum klir ya sebaiknya jangan. Eskalasinya bisa meningkat, bisa jadi kepolisian berubah pikiran karena ada satu hal." kata Revie.
"Kayak kemarin kan kasusnya begitu. Atau Berdendang Bergoyang itu kan kasus. Mungkin sudah ada pendekatan informal, tapi begitu ada masalah, polisi berubah pikiran untuk tidak mengambil resiko. Jadi dipertimbangkan lagi," katanya.
Lanjut ke sebelah...
Penonton Juga Mesti Tanggung Jawab
Menurut dia, tidak hanya promotor yang bertanggung jawab agar konser terselenggara dengan baik. Dia menyebut aparat, pemerintah, dan penonton juga turut bertanggung jawab.
Untuk pemerintah, Revie menyarankan untuk terus memperbaiki tata kota, transportasi, terutama fasilitas umum dan massal seperti stadion dan lokasi untuk konser.
Hal ini mengingat, akses sangat berperan penting dalam pengendalian massa kerumunan dari sebuah konser atau festival yang pasti dihadiri ribuan hingga puluhan ribu orang.
"Pengaturan lalu lintas juga, biasanya konser itu bikin macet. Nah itu perlu keterbukaan informasi. Kalau kerja sama kan enak, lalu lintasnya bisa diatur dan kemanannya lah. Kita kan banyak menghadapi isu-isu kemanan," kata Revie.
Namun yang tak kalah penting adalah peran serta penonton. Menurut Revie, penonton Indonesia mesti memperbaiki sikap dan pola pikir bila akan datang ke sebuah konser atau pertunjukan dengan massa besar.
"Orang datang ke konser itu, punya perilaku yang dalam penelitian, konser ruang terbuka terutama, mentalnya punya beberapa kecenderungan seperti kurang menghargai otoritas," kata Revie.
[Gambas:Infografis CNN]
"Biasanya sudah diumumin juga kan, barang yang enggak boleh dibawa, itu belum bisa tertib. Pas konser baru kaget kenapa bisa lolos," lanjutnya. "Walaupun pengamanannya sudah berusaha, kalau penontonnya tidak tertib, susah. Mentalnya mesti diperbaiki,"
Revie berkaca pada Jepang yang penontonnya sangat tertib dalam menonton konser. Menurut Revie, selain penonton Jepang yang sudah terkenal bertanggung jawab usai menonton, mereka juga dikenal memiliki budaya luhur dalam mengantre dan menghargai sesama penonton.
Sementara itu, beberapa konser di Indonesia baru-baru ini banyak diwarnai keributan. Mulai dari rebutan tiket, ribut dan saling ancam di media sosial, hingga rusuh saat menonton hingga konser dihentikan.
Hal itu disebut Revie membuat reputasi Indonesia dalam menyelenggarakan acara saat ini tengah disorot. Apalagi, masalah pesta sepakbola yang batal belum lama terjadi juga turut berpotensi menjadikan pihak luar akan berpikir berkali-kali untuk mengadakan sebuah acara di Indonesia.
Dia pun mengingatkan semua pihak, mulai dari promotor, aparat, pemerintah hingga penonton untuk bekerja sama. Dia juga mewanti-wanti agar penonton di Indonesia untuk memiliki etika dalam konser.
"Reputasi kita lagi kurang baik memang. Makanya perlu diskusi di tingkat bawah untuk bersatu padu memperbaiki bahwa orang Indonesia tidak seburuk itu."
"Kembalikan lah keramahtamahan kita. Herannya, jika nonton bola atau konser jadi norak," tuturnya.