Jakarta, CNN Indonesia --
Nama beken Warkop DKI bukan lahir dari aji mumpung belaka. Ada banyak konsep, adu gagasan, hingga riset mendalam untuk menentukan obrolan yang bakal disajikan. Terbukti, formula itu ampuh berdekade-dekade.
Indrodjojo Kusumonegoro menjabarkan bagaimana grup komedi legendaris yang berpengaruh di Indonesia itu menyusun punchline demi punchline hingga benar-benar menonjok bukan hanya saraf tawa masyarakat, tetapi juga mereka yang kena sindir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semua bermula ketika grup ini masih mengudara di saluran radio pada awal dekade '70-an. Nanu Moeljono, Rudy Badil, Wahjoe Sardono, Kasino Hadiwibowo, dan Indrodjojo Kusumonegoro bertemu karena campur tangan Temmy Lesanpura.
Temmy dikenang Indro sebagai seorang aktivis yang juga jadi programmer radio Prambors Rasisonia. Radio itu lahir dari kumpulan anak muda yang tinggal di sudut Menteng, Jakarta Pusat di kawasan sekitar Proklamasi.
Temmy disebut Indro memang ingin merekrut teman sesama aktivis untuk mengisi salah satu program di radio yang berdiri pada 1971 tersebut. Mereka adalah orang-orang yang banyak terlibat dalam pergerakan mahasiswa pada pertengahan '60-an.
Nilai aktivisme melekat pada geng tersebut, termasuk Indro yang direkrut walau usianya masih SMA kala itu. Riset, diskusi, dan adu gagasan selalu ditempuh sebelum menjelajahi hal baru.
 "Kami menganggap obrolan di warung kopi adalah obrolan paling bebas, paling demokratis di Indonesia," kata Indro Warkop. (dok. Indro Warkop) |
Sebut saja ketika warung kopi alias Warkop akhirnya tercetus sebagai nama nama grup mereka. Lahirnya nama itu berawal dari perundingan terkait arah program radio yang nantinya dibawakan oleh mereka berlima.
Semula lima orang yang kala itu belum punya nama ingin membahas seputar pencinta alam. Namun, cakupan itu dianggap terlalu kecil sehingga berpotensi membatasi ruang gerak.
Kelima pemuda itu akhirnya sepakat dengan sebuah filosofi yang juga menjadi nama mereka: Obrolan warung kopi alias Warkop.
"Kami menganggap obrolan di warung kopi adalah obrolan paling bebas, paling demokratis di Indonesia," kata Indro saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu. "Sehingga dipilihlah acara itu obrolan di warung kopi,"
"Obrolan di warung kopi itu menentukan kemudian Warkop siapa. Kenapa? Karena [lewat] obrolan di warung kopi itu kami masukkan visi misi kita, sindiran kita," ucap Indro.
"Sehingga secara insting mereka akan tetap menjalankan apa yang dirasakan oleh mahasiswa, dan mahasiswa itu wakil rakyat banget," lanjutnya.
 Dalam beroperasi, Warkop sudah merumuskan siapa menjadi apa, atau siapa melakukan apa. (dok. Indro Warkop) |
Bukan hanya memiliki filosofi sederhana tapi mendalam dan dekat dengan masyarakat pada umumnya. Dalam beroperasi pun, Warkop sudah merumuskan siapa menjadi apa, atau siapa melakukan apa.
Rudi disebut Indro bekerja di belakang layar dan menciptakan karakter. Kasino adalah pemimpin dari grup, dia membuat strategi dan melakukan kesepakatan serta jalur dalam bergerak.
Kemudian Dono akan berkecimpung dari segi kreatif, termasuk soal kajian akan isu yang akan dibahas. Sedangkan Indro, ia bergerak di arah keuangan dan logistik selain sebagai pemberi umpan saat melawak bersama Warkop.
"Amat sangat [terkonsep], amat sangat. Kami textbook banget. Terutama Mas Dono ya, Mas Dono itu dia enggak bisa improve. Dia pasti akan ikut line, ikut garis yang kami sudah buat sama-sama," kata Indro.
Lanjut ke sebelah...
Nyatanya, mereka sukses besar dan terkenal di berbagai kalangan. Warkop bukan hanya berisi obrolan yang berat karena mereka aktivis, tetapi juga berlangsung secara santai karena jiwa kawula muda para penggawanya.
Kesuksesan dan popularitas Warkop juga mengundang rekan sesama aktivis menyuarakan keresahan mereka. Seingat Indro, aktivis dekade '70-an, Ibrahim Gidrach Zakir atau Bram Zakir, juga salah satu 'kontributor isu' untuk dibahas di Warkop.
"Jadi seolah-olah mereka, Mas Dono dan Mas Kasino, itu teman-temannya yang ada di jalanan tetap monggo, silakan," kata Indro.
"Gue akan dari budaya, gue akan dari seni... Mungkin lebih halus, lebih tidak meresahkan. Karena sindiran itu juga yang penting bukan hanya sampai kepada penguasa, tapi juga jangan meresahkan," lanjutnya.
Popularitas mereka bukan hanya di gelombang frekuensi radio. Warkop sering dapat tawaran manggung, hingga memproduksi rekaman audio via kaset yang laris manis di pasaran.
Hingga kemudian, tawaran main film datang. Konon, lebih dari tiga studio yang menawari lima sekawan ini. Setelah berbagai pertimbangan dan perundingan, mereka pun bersedia menggarap sebuah film.
Studio Bola Dunia Film adalah pihak pertama yang bekerja sama dengan Warkop untuk menggarap film debut mereka. Namun kali ini, Warkop hanya ada empat orang karena Rudy Badil tak ikut serta.
 Konsep dan idealisme yang dipegang teguh dalam meramu komedi hingga strategi jitu dalam memasarkan film rasanya menjadi dua unsur penting di balik kesuksesan Warkop DKI. (dok. Indro Warkop) |
Berbeda seperti seleb yang naik daun kebanyakan ketika digandeng masuk layar lebar, Warkop memilih untuk sepenuhnya terlibat dalam segi kreatif. Mereka menulis naskah untuk film bertajuk Mana Tahaaan... dan bekerja sama dengan Nawi Ismail sebagai sutradara.
Meski tampak semakin komersial, Warkop tidak meninggalkan idealisme dan prinsip yang sudah dipegang. Nawi sebagai sutradara menyadari betul hal ini.
"Mereka merupakan anak-anak yang tidak mau menerima begitu saja instruksi yang saya berikan," kata Nawi saat wawancara dengan majalah Putra pada 1980 yang dikutip dari buku Warkop: Main-main Jadi Bukan Main (2013).
"Mereka kepingin tahu kenapa saya suruh begitu, mereka saya suruh begini. Mereka kritis," lanjutnya.
Kegigihan itu pun terbukti. Dalam buku Warkop: Main-main Jadi Bukan Main (2013), Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) mencatat Mana Tahaaan... ditonton lebih dari 400 ribu orang selama tayang.
Angka itu terbilang fantastis karena Perfini hanya mencatat data dari wilayah Jakarta. Padahal, film itu berkelana ke berbagai daerah dan disambut dengan antusiasme yang sama tingginya.
Mana Tahaaan... juga mengubah arah perjalanan Warkop DKI. Usai sepakat berkomitmen menjadi aktor, mereka semakin serius dalam menggarap film-film selanjutnya.
 "Ideologi kami ya ingin berguna ke masyarakat dengan menyampaikan apa aspirasi rakyat. Dibalut dengan apa? Dibalut dengan kontrol sosial." kata Indro Warkop. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Mereka melakukan riset ke berbagai daerah untuk menggali informasi sebagai bahan mengerjakan komedi. Penelusuran itu yang juga melatarbelakangi strategi penayangan film Warkop pada musim Lebaran dan libur tahun baru.
Konsep dan idealisme yang dipegang teguh dalam meramu komedi hingga strategi jitu dalam memasarkan film rasanya menjadi dua unsur penting di balik kesuksesan Warkop DKI.
Namun, ada satu unsur lain yang sangat berpengaruh meski tak kasat mata, yakni niat teguh untuk tetap menyajikan tontonan yang berguna bagi masyarakat, apapun ujian yang menghadang.
"Ideologi kami ya ingin berguna ke masyarakat dengan menyampaikan apa aspirasi rakyat. Dibalut dengan apa? Dibalut dengan kontrol sosial," kata Indro.
[Gambas:Infografis CNN]
"Kita punya hak untuk itu. Masyarakat punya hak untuk melakukan kontrol sosial, tentunya dengan punya etika tertentu," lanjutnya.
"Warkop membawakannya dengan satire, bukan kritik, karena kami tidak mungkin memberikan solusi di lawak, jadi kami menyindir." kata Indro.
"Makanya kami enggak akan pernah menyebut nama, menyebut nama lembaga, menyebut kasus... karena itu sudah masuk kepada fakta," katanya. "Kalau kami, opini. Walaupun didasari oleh sebuah fakta, tapi inilah opini kami."