TILIKAN

Cowok Kok (Insecure) Nonton Barbie?

CNN Indonesia
Minggu, 30 Jul 2023 16:16 WIB
Di antara banyak perbincangan soal Barbie, ada penilaian miring dari para lelaki akan film yang dianggap feminis itu. Apakah itu valid?
Di antara banyak perbincangan soal Barbie, ada penilaian miring dari para lelaki akan film yang dianggap feminis itu. (Warner Bros. Pictures via IMDb)

"Mungkin ketidaksukaan terhadap konsep feminisme, ya karena feminisme pada dasarnya menggugat banyak hal yang selama ini memberikan kenyamanan dan lebih banyak keuntungan pada satu gender saja. Sedikit saja orang biasanya mau diganggu kenyamanannya," kata Tunggal.

"Padahal mestinya feminisme itu dilihat sebagai upaya untuk membuat semua gender mendapatkan akses dan kesempatan yang setara. Tidak ada lagi satupun manusia yang dirugikan karena gendernya. Simple kan? Dan mosok sih enggak mau mendukungnya?" katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

@sastiaroria new relationship tips unlocked : ajak pasangan nonton film barbie dan liat reaksinya gimana 👍🏻 #barbie #barbiemovies #ngobrolbarengsasti ♬ What Was I Made For? [From The Motion Picture "Barbie"] - Billie Eilish

Fandom Toksik

Meski Greta dan Noah sudah menampilkan akhir kisah Barbie yang menyetarakan bagi kedua gender, segala omongan miring dan kebencian terhadap film ini tetap terdengar.

Hikmat Darmawan bahkan melihat lebih jauh. Meski sebenarnya pro dan kontra itu biasa, tapi omongan miring soal Barbie di dunia nyata juga membuktikan isu budaya populer yang diangkat Greta Gerwig, yakni budaya fandom toksik.

Greta dan Noah pun menggunakan fenomena itu dalam sejumlah candaan yang muncul di film Barbie. Salah satunya saat Writer Barbie (Alexandra Shipp) tersadar dari budaya patriarki.

"Ini seperti saya berada dalam sebuah mimpi ketika saya benar-benar hanyut dalam Justice League Zack Snyder's cut," kata Writer Barbie saat tersadar.

Kalimat itu merujuk pada fenomena perundungan di media sosial yang dilakukan oleh penggemar fanatik Zack Snyder untuk menekan Warner Bros merilis Justice League versi sutradara itu.

Kampanye yang sebagian besar dilakukan oleh para fandom anonim ber-ava karakter DC dan diyakini laki-laki itu berjalan dari 2019, hingga akhirnya versi Snyder rilis 2021.



Banyak orang jadi 'korban' perundungan ini, mulai dari staf dan pejabat studio, hingga James Gunn yang menerima ancaman pembunuhan kala menggarap The Suicide Squad (2021) dari sebuah akun fan ber-ava karakter Batman.

"[referensi toksik fandom] Itu sangat kekinian. Itu contoh terkini toxic fan culture. Itu bentuk terkini bukan hanya patriarki ya, tapi bahkan misoginis, benci terhadap perempuan," kata Hikmat.

Hikmat mengacu pada subkultur comicsgate yang dikenal di kalangan penggemar komik sayap-kanan alias konservatif. Penganut comicsgate menolak diversifikasi pada industri komik seperti berpusat pada perempuan, orang kulit berwarna, serta LGBT.

Comicsgate ini sendiri menular dari subkultur gamergate yang muncul sejak masa awal internet pada 2000-an. Para penganut gamergate tidak suka pada keberadaan perempuan dalam dunia gim yang dianggap mengancam eksistensi mereka.

Bukan hanya itu, para gamer laki-laki yang merasa terancam ini juga merasa tertindas dengan gamer perempuan yang lebih jago dan dinilai membuat mereka tak bisa mendapatkan kekasih perempuan.

"Itu agak terlihat di Indonesia tapi mungkin tidak, belum, seekstrem Amerika. Di Amerika lebih ekstrem, tapi kelihatan di 'ngabngab' itu, merasa harus memukul balik feminisme, menyalahkan semua hal dalam diri mereka pada feminisme," kata Hikmat.

"Kalau para 'ngabngab' dan orang konservatif itu merasa keberatan dengan film Barbie dengan alasan perempuan jadi enggak butuh laki-laki, kan itu jadi membuktikan kebenaran film tersebut." lanjutnya.

[Gambas:Youtube]



Terlepas dari pro dan kontra soal Barbie, Hikmat sendiri menilai bahwa karya Greta Gerwig ini amatlah menyenangkan meski sebelumnya terlihat 'mustahil' dibuat karena latar belakang sineasnya yang realis dalam membuat film.

Senada dengan Hikmat, Barbie juga dianggap Tunggal Pawestri sebagai film yang mampu bisa mengangkat tema-tema kekinian dengan cara "pop". Meskipun, ia skeptis Barbie bisa segera membuka pikiran laki-laki akan isu yang dihadapi perempuan "atau mendadak jadi feminis".

"Tapi ya, tonton sajalah, lalu diskusikan dengan teman perempuan dan pasanganmu. Pasti seru kan punya bahan pembicaraan." kata Tunggal.

(end)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER