Memang kerja tim riasan prostetik saya acungi jempol karena mampu mengubah Luna menjadi sekitar 80-90 persen tampilannya mirip dengan Suzzanna pada dekade '80-an.
Namun dalam beberapa adegan pula, prostetik yang tebal itu juga terlihat mengganggu kenyamanan Luna dalam berakting. Seperti saat berucap, bagian pipi dekat mulutnya nyaris tak bergerak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jujur saja, setiap adegan Luna berbicara, saya malah tertawa karena ia terlihat bagai terlalu banyak menggunakan botoks atau rahangnya dibebat sehingga sulit bicara.
Selain itu, prostetik dan riasan yang terlalu putih membuat Luna terlihat terlalu palsu di antara penampil-penampil lainnya. Apalagi saat dirinya menjadi setan, yang ada bukan seram tetapi mengingatkan saya akan parodi-parodi di media sosial.
Bagi saya, Luna hanya perlu lebih banyak mendalami karakter Suzzanna dan merenungi lebih dalam mengapa mesti berperan sebagai sosok legenda itu.
Apalagi, Suzzanna dikenal bukan hanya mengandalkan akting yang terlihat kamera, tetapi perenungan mendalam juga ia lakoni demi mendapat 'aura' mistis.
![]() |
Terlepas dari Luna Maya dan masalah riasan prostetiknya yang kaku, penampilan sejumlah bintang dalam film ini terbilang cukup memuaskan.
Achmad Megantara bagi saya berhasil memperbaiki penampilannya di KKN di Desa Penari yang kurang bermakna. Kali ini, dia terlihat jauh lebih bekerja keras dan hasilnya pun agak lebih baik dari saat main di film terlaris Indonesia itu.
Tyo Pakusadewo tak perlu ditanya soal bagaimana penampilan aktingnya. Apalagi peran antagonis adalah santapan mudah bagi aktor peraih Piala Citra Festival Film Indonesia untuk Pemeran Utama Pria Terbaik ini.
Lihat Juga : |
Meski begitu, Tyo tampaknya paham bahwa perannya dalam film ini sebenarnya tidaklah menantang. Sehingga, saya sendiri tidak melihat energi penampilan Tyo secara penuh dalam film ini.
Selain itu, tampaknya tim kreatif berusaha menyiapkan sejumlah adegan kejutan. Namun nyatanya kejutan-kejutan itu tak terlalu membuat terkejut.
Hingga setelah rampung melihat Malam Jumat Kliwon, saya jadi bertanya-tanya apakah Suzzanna Reborn hanya sekadar gimik dan eksploitasi nama sang legenda horor, atau benar-benar sebagai usaha mengenang --dan utamanya adalah menghargai-- Suzzanna Martha Frederika van Osch seperti yang selalu dipajang di awal film.