Sementara itu, Walsh dari Tribune News Service melihat kesegaran Bluee Beetle melalui skenario klasik yang diadaptasi melalui buku komiknya langsung, yang telah hadir sejak beberapa dekade lalu di DC Comics.
"Sebuah kisah klasik ala zaman dulu yang dikemas baik, sebuah film tunggal yang tidak terikat oleh percampuran dan kemunculan singkat. Sebagai bentuk pemulihan dari DCEU yang bermasalah, ini menyegarkan, meskipun tetap berpegang pada formula lawasnya," kata Walsh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komentar senada juga dituangkan Owen Gleiberman dari Variety, yang menyebut film ini spesial dengan segala ketidakniatan mereka untuk mengungkap "asal-usul pahlawan super yang penuh semangat, konyol, dan dipenuhi dengan perangkat canggih."
"Itu sudah cukup untuk membuat film ini terasa sebagai hembusan semangat dari kisah-kisah lama yang cukup segar," kata Gleiberman.
Meski begitu, beberapa catatan dan kritik juga tetap menerpa Blue Beetle, yang dilihat sebagai upaya tanpa asa dari DCEU. Kyle Smith dari Wall Street Journal melihat film ini tak berbeda dengan Black Adam maupun The Flash.
Maya Phillips dari New York Times bahkan menyoroti efek visual Blue Beetle yang ia sebut murahan, sehingga membuat film ini membosankan.
"Kisah yang biasa-biasa saja ini, ditambah efek visual yang terlihat murahan dan penyutradaraan yang kurang berwarna dari Soto, adalah contoh utama pembuatan film yang membuat penonton seperti terlelap dalam keadaan tanpa kesadaran," kata Phillips dari New York Times.
"Meskipun mungkin memiliki beberapa elemen baru, waralaba ini terasa sudah lelah, dan tidak jauh lebih menjanjikan daripada upaya-upaya terbaru DC seperti Black Adam" dan The Flash. Kumbang ini tidak memiliki banyak daya tarik," tulis Smith di Wall Street Journal.
Hal serupa juga dinyatakan oleh Peter Travers dari ABC News, yang masih menilai Blue Beetle sebagai kisah superhero yang generik dan medioker, namun tertolong oleh pesan kekeluargaan yang dibutuhkan.
"Sensasi dalam film superhero Latino pertama ini sebagian besar bersifat generik, tetapi hubungan personal antara protagonis Jaime Reyes (Xolo Maridueña) dan kerabat-kerabatnya yang ramai dan tangguh membuat perbedaan besar. Viva la familia!" tulis Travers.
Sementara itu, Brian Lowry dari CNN.com menilai jika efek kesegaran yang diberikan oleh Blue Beetle juga tak jauh berbeda dengan tontonan serupa yang tayang di layanan streaming.
"Blue Beetle cenderung tampil baik dalam momen-momen kecil tertentu, yang hanya memperkuat keterbatasan konsep ini, sebagian karena banyaknya tontonan serupa yang terus didorong oleh layanan streaming," kata Lowry dalam ulasannya di CNN.
Blue Beetle menjadi film pahlawan super pertama dari DCEU yang menggunakan kebudayaan Latin sebagai latar cerita. Film ini digarap Angel Manuel Soto dengan naskah ditulis Gareth Dunnet-Alcocer.
Selain Xolo Mariduena sebagai bintang utama, film ini juga dibintangi oleh Susan Sarandon, Bruna Marquezine, Alberto Reyes, dan George Lopez.
Blue Beetle tayang di bioskop Indonesia sejak 16 Agustus.
(far/chri)