Jakarta, CNN Indonesia --
Menonton konser Coldplay rasanya memang layak disebut pengalaman bermusik yang wajib dicoba minimal sekali seumur hidup.
Ucapan itu awalnya terdengar lebay, tetapi ada benarnya juga saat saya akhirnya melihat sendiri aksi Coldplay di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Rabu (15/11) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Coldplay dan Indonesia sama-sama menyimpan dahaga karena tak kunjung bersua sejak band itu berdiri pada 1997. Penantian lebih dari seperempat abad itu akhirnya terjawab ketika Coldplay melawat ke Jakarta dalam rangkaian Music of the Spheres World Tour.
Saya ogah menaruh ekspektasi yang biasa-biasa saja sebelum mendatangi GBK. Wajar saja, band ini punya segudang pengalaman dalam menggelar tur dengan ribuan testimoni apik dari publik.
Waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB. Saya dan puluhan ribu penonton bersiap dengan penuh antusias untuk menyambut Chris Martin, Guy Berryman, Jonny Buckland, dan Will Champion.
Sambil menunggu, saya mengamati sudut-sudut stadion yang sudah dijejali penonton. Mata saya juga tertuju pada kemegahan panggung, dengan berbagai instalasi pendukung yang selalu dibawa Coldplay sepanjang tur.
 Review konser: Grup band Coldplay menampilkan kemegahan panggung dengan berbagai instalasi pendukung yang selalu dibawa Coldplay sepanjang tur. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat) |
Setelah menunggu sekitar dua jam dan sempat dihibur penampilan menawan Rahmania Astrini sebagai pembuka, alunan instrumental Music of the Spheres mulai terdengar dari panggung.
Perjalanan magis sepanjang dua jam itu pun dimulai. Coldplay membuka konsernya lewat title track Music of the Spheres berjudul Higher Power.
Panggung konser yang sejak awal sudah megah itu semakin menakjubkan ketika visual serta lighting mulai dinyalakan. Bulu kuduk saya kian bergidik melihat gelang PixMob yang terpasang di tangan 80 ribuan penonton ikut menyalakan berbagai rona.
Coldplay kemudian beralih membawakan single hit Adventure of a Lifetime (2015), Paradise (2011), hingga The Scientist (2002). Empat lagu populer band itu dengan mudah membakar semangat dan membuat penonton berjingkrak.
"Welcome everybody, assalamualaikum!" ucap Chris Martin usai membuka konser di Jakarta. Sejak awal, ia memang terbukti lihai dalam memikat hati penonton lewat kata-kata.
Ucapan demi ucapan Chris Martin itu seolah menjadi fan service yang menjaga mood dari lagu ke lagu. Ia juga begitu piawai dalam membangun chemistry dengan fan lewat banyak usaha sepanjang konser.
Vokalis Coldplay itu tidak hanya melontarkan sapaan bahasa Indonesia yang singkat, seperti "Selamat malam!" atau "Terima kasih". Ia justru melempar dua pantun berbahasa Indonesia, suatu upaya yang jarang dilakukan musisi internasional lain.
Usaha serupa berlanjut sepanjang konser. Chris Martin berusaha memangkas jarak dengan fan lewat berbagai ucapan afektif.
Kedekatan itu bak mencapai puncak ketika ia mengajak dua penggemar menyanyikan Everglow. Momen itu, bagi saya, membuktikan kemampuan Coldplay menciptakan momen yang berkesan bagi fan.
Lanjut ke sebelah..
[Gambas:Video CNN]
Selain lewat kata-kata, Coldplay juga lihai dalam meracik setlist yang paling pas untuk panggung Jakarta.Coldplay membawakan nyaris semua lagu hit yang menjadi anthem penonton, mulai dari Viva La Vida, A Sky Full of Stars, My Universe, Yellow, hingga Fix You.
Coldplay juga mengalokasikan banyak slot bagi track album Music of the Spheres, seperti Human Heart, People of the Pride, Humankind, hingga Biutyful.
Band itu membawakan tujuh dari total 12 lagu yang ada dalam album rilisan 2021 tersebut. Jumlah tersebut rasanya sudah cukup sebagai bentuk tanggung jawab terhadap nama tur.
Chris Martin Cs juga memberikan penampilan manis untuk penggemar lama dengan lantunan sejumlah single klasik, seperti In My Place (2002) dan Sparks (2000).
Lagu demi lagu itu memiliki derajat memuaskan yang sama tingginya. Coldplay terlihat begitu stabil membawakan setlist edisi ini, sehingga antusiasme penonton ikut terjaga.
Mereka juga mempersembahkan atraksi dan aksi panggung yang bermacam jenis untuk masing-masing lagu.
[Gambas:Photo CNN]
Gemerlap cahaya PixMob yang selalu memukau, ajakan Chris Martin kepada penonton untuk ikut bernyanyi tanpa merekam ponsel, hingga 'trik sulap' berujung penampilan kejutan Maliq & D'essentials adalah segelintir atraksi yang berkesan dari panggung semalam.
Coldplay juga sempat mengajak Angel Moon, boneka alien yang muncul dalam dua album terakhir, untuk ikut berduet dengan Chris Martin di atas panggung.
Music of the Spheres Tour juga kian sempurna dengan komitmen Coldplay dalam mengadakan tur yang ramah lingkungan. Saya mengakui komitmen itu betul-betul diusahakan Coldplay dengan berbagai cara.
Pemanfaatan energi ramah lingkungan hingga properti berkelanjutan patut diacungi jempol. Dalam lawatan ini, Coldplay juga mendonasikan kapal pembersih sampah demi membantu mengatasi masalah lingkungan di sungai Cisadane.
Berbagai upaya yang belum disebutkan semua itu menunjukkan kematangan Coldplay dalam mengadakan tur. Pendekatan ini juga patut dicontoh musisi lain, meski butuh upaya dan sumber daya besar untuk mewujudkannya.
Sayang seribu sayang, penampilan paripurna Coldplay dalam konser di Jakarta ternodai oleh pengelolaan massa yang mengecewakan. Gelombang protes dan testimoni miring di media sosial membuktikan pelaksanaan konser ini masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.
Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pun rasanya masih menjadi momok yang belum bisa diatasi beberapa promotor di Indonesia. Masalah klasik lagi-lagi muncul, mulai dari akses di dalam venue yang merepotkan hingga payahnya crowd control.
[Gambas:Video CNN]
Penyelenggara juga terlihat kesulitan dalam menangani penumpukan penonton di berbagai titik. Antrean panjang akhirnya tidak bisa dihindari di titik rawan, seperti toilet, booth merchandise, hingga booth makanan dan minuman.
Padahal, promotor dapat mengatasi itu dengan mengerahkan usher yang mampu mengelola massa ketika mendapati antrean yang terlalu panjang.
Catatan itu diperparah dengan pengakuan dari sejumlah pembeli tiket yang tidak bisa masuk akibat sistem yang kurang mulus. Belum lagi gerbang salah satu kategori yang ditembus penonton di tengah pertunjukan.
Jumlah orang yang mengalami kerugian memang hanya segelintir bila dibandingkan dengan puluhan ribu penonton yang puas selama dua jam pertunjukan. Namun, pengalaman memuaskan seharusnya menjadi hak semua pemilik tiket sah, tanpa terkecuali.
Berbagai catatan ini sepatutnya menjadi bahan evaluasi yang wajib segera diatasi seluruh promotor di Indonesia, terutama mereka yang ingin memakai venue sekelas SUGBK.
Setelah itu, mari berdoa semoga kondisi ini benar-benar menjadi pelajaran, sehingga fan tak harus menunggu seperempat abad lagi untuk menyaksikan konser Coldplay di negara ini.
Infografis Fakta-fakta Unik Coldplay yang Bakal Konser di Jakarta. (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi) |