Selain lewat kata-kata, Coldplay juga lihai dalam meracik setlist yang paling pas untuk panggung Jakarta.Coldplay membawakan nyaris semua lagu hit yang menjadi anthem penonton, mulai dari Viva La Vida, A Sky Full of Stars, My Universe, Yellow, hingga Fix You.
Coldplay juga mengalokasikan banyak slot bagi track album Music of the Spheres, seperti Human Heart, People of the Pride, Humankind, hingga Biutyful.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Band itu membawakan tujuh dari total 12 lagu yang ada dalam album rilisan 2021 tersebut. Jumlah tersebut rasanya sudah cukup sebagai bentuk tanggung jawab terhadap nama tur.
Chris Martin Cs juga memberikan penampilan manis untuk penggemar lama dengan lantunan sejumlah single klasik, seperti In My Place (2002) dan Sparks (2000).
Lagu demi lagu itu memiliki derajat memuaskan yang sama tingginya. Coldplay terlihat begitu stabil membawakan setlist edisi ini, sehingga antusiasme penonton ikut terjaga.
Mereka juga mempersembahkan atraksi dan aksi panggung yang bermacam jenis untuk masing-masing lagu.
Gemerlap cahaya PixMob yang selalu memukau, ajakan Chris Martin kepada penonton untuk ikut bernyanyi tanpa merekam ponsel, hingga 'trik sulap' berujung penampilan kejutan Maliq & D'essentials adalah segelintir atraksi yang berkesan dari panggung semalam.
Coldplay juga sempat mengajak Angel Moon, boneka alien yang muncul dalam dua album terakhir, untuk ikut berduet dengan Chris Martin di atas panggung.
Music of the Spheres Tour juga kian sempurna dengan komitmen Coldplay dalam mengadakan tur yang ramah lingkungan. Saya mengakui komitmen itu betul-betul diusahakan Coldplay dengan berbagai cara.
Pemanfaatan energi ramah lingkungan hingga properti berkelanjutan patut diacungi jempol. Dalam lawatan ini, Coldplay juga mendonasikan kapal pembersih sampah demi membantu mengatasi masalah lingkungan di sungai Cisadane.
Berbagai upaya yang belum disebutkan semua itu menunjukkan kematangan Coldplay dalam mengadakan tur. Pendekatan ini juga patut dicontoh musisi lain, meski butuh upaya dan sumber daya besar untuk mewujudkannya.
Sayang seribu sayang, penampilan paripurna Coldplay dalam konser di Jakarta ternodai oleh pengelolaan massa yang mengecewakan. Gelombang protes dan testimoni miring di media sosial membuktikan pelaksanaan konser ini masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.
Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pun rasanya masih menjadi momok yang belum bisa diatasi beberapa promotor di Indonesia. Masalah klasik lagi-lagi muncul, mulai dari akses di dalam venue yang merepotkan hingga payahnya crowd control.
Penyelenggara juga terlihat kesulitan dalam menangani penumpukan penonton di berbagai titik. Antrean panjang akhirnya tidak bisa dihindari di titik rawan, seperti toilet, booth merchandise, hingga booth makanan dan minuman.
Padahal, promotor dapat mengatasi itu dengan mengerahkan usher yang mampu mengelola massa ketika mendapati antrean yang terlalu panjang.
Catatan itu diperparah dengan pengakuan dari sejumlah pembeli tiket yang tidak bisa masuk akibat sistem yang kurang mulus. Belum lagi gerbang salah satu kategori yang ditembus penonton di tengah pertunjukan.
Jumlah orang yang mengalami kerugian memang hanya segelintir bila dibandingkan dengan puluhan ribu penonton yang puas selama dua jam pertunjukan. Namun, pengalaman memuaskan seharusnya menjadi hak semua pemilik tiket sah, tanpa terkecuali.
Berbagai catatan ini sepatutnya menjadi bahan evaluasi yang wajib segera diatasi seluruh promotor di Indonesia, terutama mereka yang ingin memakai venue sekelas SUGBK.
Setelah itu, mari berdoa semoga kondisi ini benar-benar menjadi pelajaran, sehingga fan tak harus menunggu seperempat abad lagi untuk menyaksikan konser Coldplay di negara ini.
![]() |