Danu merinci berbagai kasus yang umum dialami kru ketika mengambil proyek sinetron. Mereka kerap mendapatkan kontrak yang tidak jelas ketentuannya, sehingga hak-haknya kerap diabaikan.
Kru sinetron juga biasanya tidak memerhatikan kontrak yang ditandatangani, sehingga luput menyoroti pasal-pasal yang berpotensi melemahkan posisi mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kru sinetron menjadi orang yang paling rentan dalam industri ini. Sering tidak ada kontrak yang jelas, hak dan kewajiban terkait apa yang mereka berikan, dan apa yang mereka dapatkan tidak mereka pahami," ujar Danu.
"Andai mendapat kontrak, kru jarang membaca sampai tuntas. Seringnya hanya membaca nominal uang yang mereka dapatkan, tanpa menyadari ada pasal yang melemahkan mereka ketika dituntut kerja overtime," lanjutnya.
Persoalan yang sudah ada bertahun-tahun itu sejatinya dimengerti berbagai pihak. Pelaku industri, pengamat, hingga media juga tak jarang menyoroti isu-isu yang bertebaran di lingkungan produksi sinetron.
Sorotan terhadap masalah ini juga tak luput dari sorotan Founder dan Komisaris Utama PT Tripar Multivision Plus Tbk, Raam Punjabi. Pengusaha sekaligus produser yang merintis era industri sinetron itu bahkan sempat buka suara mengenai isu tersebut.
![]() |
Menurut pandangan Raam, berbagai kritik mengenai nasib para pekerja itu justru bagai pecutan semangat bagi dirinya untuk selalu memahami masalah. Ia pun berusaha terus mencari jalan tengah demi merawat industri ini supaya tetap berjalan.
"Kalau jadi isu, itu karena masyarakat sangat heterogen. Masing-masing mempunyai hak untuk menyuarakan isi hati," ujar Raam Punjabi. "Buat saya, kalau itu jadi bahan perdebatan, malahan menyemangati saya untuk mengerti jalan pikiran mereka,"
Mengusahakan nasib penulis dan kru sinetron supaya sejahtera rasanya bak menggapai mimpi yang kelewat tinggi. Semua pihak harus saling bahu membahu untuk meruntuhkan tembok-tembok persoalan yang begitu besar.
Hak dan kesejahteraan itu seyogianya adalah imbalan yang bukan muluk-muluk. Lagipula, pekerja kreatif di Indonesia sesungguhnya juga memiliki kapasitas yang mumpuni.
Lihat Juga : |
Mereka hanya butuh menggali ide dengan alokasi waktu yang proporsional. Bahkan, jika menilik ke industri layar lebar, banyak kru asal Indonesia yang direkrut untuk ikut berkolaborasi dengan produksi film Hollywood.
Sebut saja kru dari Seven Sunday Films, rumah produksi asal Indonesia, yang sempat berkolaborasi dengan studio Hollywood untuk film The Creator (2023). Sejumlah kru digaet untuk membantu sutradara Gareth Edwards saat syuting di Indonesia, dari Bali hingga Bromo.
Produser Seven Sunday Films Rodney Vincent menyebut kerja sama itu bukan lah suatu kebetulan belaka. Sebab, kru asal Indonesia sudah lebih dari sekali ikut produksi film Hollywood.
Ia pun menilai kru-kru lokal memiliki potensi lebih banyak belajar dari Hollywood jika aksesnya dipermudah. Proses ini sekaligus meningkatkan mutu kru Indonesia, sehingga kualitas produksi lokal juga akan semakin melejit.
"Kita perlu lebih banyak pengalaman. Jika kita bisa mendapat pekerjaan seperti The Creator ini beberapa kali dalam setahun, pasti kita juga akan tumbuh," ujar Rodney kepada CNNIndonesia.com.
"Kita punya pengalaman, kita punya eksposur. Bekerja dengan sutradara-sutradara sebesar ini, pasti kita juga akan berkembang," lanjutnya.
(chri/frl)