Taylor Swift disebut mempertimbangkan langkah hukum setelah dirinya menjadi korban penggunaan kecerdasan buatan (AI) berupa gambar porno yang menyerupai dirinya.
Gambar vulgar yang sudah lenyap tersebut sebelumnya beredar di dunia maya X atau twitter pada Kamis (25/1) yang disebar oleh sejumlah akun pria yang kini juga ikut hilang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun para penggemar Swift langsung menyerbu penyebar tersebut, melaporkan massal, dan menutupi pencarian foto tersebut melalui tagar pembelaan terhadap Swift.
Page Six menyebut bahwa foto-foto rekayasa hasil AI tersebut berasal dari situs yang mengandung konten bugil dan dewasa. Hal itu juga diketahui oleh Swift dan membuat dirinya marah besar.
"Apakah akan diambil tindakan hukum atau tidak, itu masih sedang dibahas," kata sumber dalam Taylor Swift kepada Daily Mail pada Kamis (25/1).
"Namun ada satu hal yang jelas: itu palsu, gambar ciptaan AI ini sangat kejam, menghina, eksploitatif, dan dibuat tanpa persetujuan atau pengetahuan dari Taylor," katanya.
"Akun Twitter yang mengunggah foto-foto tersebut tak lagi eksis. Ini mengejutkan, platform media sosial bahkan membiarkan mereka melakukan hal tersebut," lanjut sumber tersebut.
Laporan Daily Mail tersebut juga menyebut bahwa Swift beserta keluarganya "marah" akan foto-foto imajinatif tersebut.
"Perlu ada aturan dan undang-undang yang disahkan untuk mencegah hal ini, dan undang-undang mesti diberlakukan," kata sumber tersebut.
Page Six melaporkan gambar-gambar tersebut berisi berbagai pose provokatif Taylor Swift di pertandingan Kansas City Chiefs, klub tempat kekasihnya, Travis Kelce, bermain.
Foto tersebut kini sudah hilang dan tertutup kampanye dukungan dari para penggemar Swift berupa "RESPECT TAYLOR SWIFT", "AS SHE SHOULD", dan "Swifties" yang menjadi trending di media sosial pada Jumat (26/1) waktu Indonesia.
Selain itu, banyak netizen mendukung bahkan mendesak Taylor Swift untuk mengambil tindakan hukum terkait hal ini.
Apalagi, Swift dinilai memiliki kekuatan politik untuk mendesak perubahan aturan seperti yang terjadi pada 2015 ketika ia mendesak Apple Music dan Spotify untuk memberikan royalti yang adil ke musisi.