Berbagai pengakuan penonton yang mengaku mengalami dampak psikologis karena menyaksikan film horor berbalut tema religi di media sosial beberapa waktu lalu diakui nyata oleh psikolog.
Psikolog klinis Viera Adella kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu mengakui bahwa film horor religi memang memengaruhi psikologis penonton dengan reaksi yang muncul berbeda-beda di tiap orang.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film horor secara umum dipandang Viera mampu memancing hormon adrenaline sehingga bisa membuat seseorang lebih tegang, khususnya tema supranatural atau gaib atau tak terlihat tapi nyata.
"Penonton merasa penasaran ketika sesuatu itu lebih intangible. Itu tuh efeknya secara psikologis lebih besar kepada kondisi kecemasan dan stres seseorang pada waktu menonton," kata Viera.
"Tegang pasti ada, tapi untuk yang tadi supranatural, efeknya lebih lekat, apalagi kalau orang ini masuk ilusinya. Ilusi itu artinya membayangkan sesuatu yang enggak ada seperti ada," lanjutnya.
Ilusi itu yang bila tak terkendali, disebut Viera, akan terbawa hingga usai menonton dan merasuk dalam kehidupan sehari-hari dan bisa memengaruhi perilaku realitasnya di dunia nyata.
![]() |
"Nah pada film-film yang tadi supranatural khususnya ke arah religi, nah ini hati-hati juga kita memproduksi film-film seperti ini. Karena efeknya ternyata pada orang-orang tertentu malah justru membuat dia akhirnya jadi membangun satu ilusi di kepalanya," katanya.
Ilusi tersebut bisa berupa merasa ada yang hadir di belakangnya saat salat, atau terbayang muncul setan dari balik pakaian saat salat, atau yang lainnya. Viera menyebut, bila ilusi itu tak segera ditangani dan terus ada, maka akan sulit menilai film horor hanyalah film semata.
Bila dianggap berlebihan, Viera memang mengakui anggapan tersebut. Namun faktanya sebagian orang memang sangat dipengaruhi hormon yang terpancing karena menyaksikan film hormon dengan segala dramaturgi di dalamnya.
Viera turut tak menampik bahwa ilusi-ilusi yang tak terkendali itu bisa mengarah pada depresi bila semakin memburuk yang tentu mengganggu kesejahteraan hidup. Hal itu pun, disebut Viera, pernah disinggung oleh Sally Winston, psikolog dari Maryland University.
"Akhirnya orang yang suka nonton film horor terbagi menjadi dua, mengambil itu sebagai suatu hiburan, ibaratnya membuat emosi dia menjadi lebih kaya. Nah itu, kalau memang orang tersebut mampu untuk mengendalikan diri," kata Viera.
"Tapi, buat penonton satunya lagi, yang mempunyai tipikal gampang panik, dan gampang cemas, akhirnya jadi obsesif. Artinya, dia punya kesulitan untuk kembali kepada realitas, dan akhirnya dampaknya jadi negatif." lanjutnya.
"Muncul di sini masalah. Akhirnya jadi lebih rela mengabaikan tugas salat, yang mana itu kan wajib. Akhirnya [ketakutan] bisa mengalahkan itu saking dia lebih terobsesi dengan emosi yang ditawarkan atau dibentuk oleh film," kata Viera.
"Nah, jadi, pengabaian tadi adalah karena obsesif. Karena dia terlalu masuk dan kemudian dia sulit untuk keluar, dalam lingkaran itu. Kompensasinya adalah ditinggalkan salatnya," katanya.
Viera kemudian memberikan saran kepada penonton untuk lebih beragam dalam menyaksikan film. Menurutnya, ada banyak jenis film lainnya yang bisa memperkaya emosi selain horor.
Beberapa film thriller lain yang jadi rekomendasi Viera adalah Black Swan. Bahkan film horor yang 'beda agama' dengan penonton bisa juga menjadi pertimbangan. Namun yang paling penting adalah bagaimana penonton bisa mengendalikan dirinya.
"Untuk orang-orang yang bisa katakan mencari alternatif tontonan lain, jadi yang tadi take a break, mengalihkan kepada tema-tema horor yang berbeda. Kalau tetap suka horor, tapi coba untuk lebih variatif." kata Viera Adella.