Lulusan seni yang sedikit itu pun masih harus putar otak dalam menghadapi kenyataan di lapangan. Tak jarang, mereka harus bekerja di luar bidang spesifik yang sudah mereka jalani selama di bangku pendidikan. Hal itu terlihat dari sebuah survei Nugroho dan Hernadi pada 2023 terhadap lulusan seni musik di sebuah universitas periode 2017-2022.
Survei yang diterbitkan dalam jurnal IMAJI: Jurnal Seni dan Pendidikan Seni itu menemukan alumni program studi seni musik seringkali harus memiliki beberapa pekerjaan sekaligus, mulai dari berwirausaha, hingga menjadi guru (62,4 persen), karyawan (12,9 persen), atau menjadi YoTuber, operator IT, dan sebagainya.
Sementara itu, lulusan pendidikan vokasi yang digalakkan Kemendikbudristek untuk menyiapkan tenaga ahli profesional juga mengalami hal serupa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Berdasarkan data Tracer Study Vokasi Kemendikbudristek 25 November 2022, sebanyak 38,9 lulusan SMK seni memilih bekerja, 15,2 persen berwirausaha, 15,6 persen melanjutkan studi, tapi ada 12,9 persen yang masih jadi pengangguran.
Indah Tjahjawulan dalam tulisannya, Bagaimana Pendidikan Tinggi Seni Indonesia Khususnya Institut Kesenian Jakarta Menghadapi Revolusi Industri 4.0?, menilai jumlah program studi seni yang ada di Indonesia sangatlah minim.
"Jika pemerintah ingin menghasilkan aset pendukung ekonomi kreatif Indonesia, sudah sewajarnya jika lebih serius mengurus Pendidikan Tinggi Seni," tulis Indah dalam artikel yang terbit di Jurnal Seni Nasional CIKINI, 5 (2) Desember 2019-Mei-2020, halaman 60-71.
Menurut Indah, dalam ekosistem 16 sub sektor ekonomi kreatif, "hampir semua subsektor atau tepatnya 12 subsektor sumber daya berasal dari Pendidikan Tinggi Seni/Fakultas Seni dan Desain".
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Ahmad Mahendra mengatakan Kemendikbudristek bukan hanya mengurus soal kurikulum para sekolah vokasi yang ada di bawah mereka.
Ahmad menyebut Dirjen Vokasi ada "pendanaan khusus untuk para SMK" secara keseluruhan, sebagai bantuan kepada sekolah untuk membantu para peserta didik.
"Kalau kita ya mengembangkan programnya, sehingga menunjukkan lebih ke industri, menunjukkan lebih talenta-talenta yang profesional, dan sebagainya," kata Ahmad.
"Akan fokus juga pendanaan untuk mengembangkan untuk seperti sekolah-sekolah seni, sehingga kurikulumnya juga menjadi lebih baik," lanjutnya.
Lihat Juga : |
Salah satu contoh pengembangan lulusan sekolah seni yang ada di bawah naungan Ahmad Mahendra adalah pada bidang perfilman. Ia mengklaim sedang mengembangkan pemetaan kebutuhan sumber daya sejumlah proyek film besar yang sedang syuting.
Dari pemetaan tersebut, pihaknya akan bekerja sama dengan Dirjen Vokasi dan Badan Perfilman Indonesia agar lulusan SMK seni bidang film bisa ikut workshop sebagai "jembatan" menuju industri film.
Namun Indah menilai, negara bisa bertindak lebih untuk mempersiapkan para lulusan pendidikan seni sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga pada kemudian hari, lulusan seni memiliki peran dan bisa berkontribusi "pada kemandirian ekonomi negara".
"Perlu ada peninjauan kembali pada regulasi Pendidikan Tinggi yang adaptif dengan perkembangan pola belajar mahasiswa di generasi mendatang, seperti misalnya meninjau apakah dari struktur organisasi Pendidikan Tinggi sudah cukup adaptif atau dari segi pengelolaan SDM pendidik (dosen) apakah konsep pembinaan sekarang sudah cukup memadai," tulis Indah.
Selain itu, Indah menyinggung soal porsi pemberian beasiswa untuk para mahasiswa dan peserta pendidikan seni. Indah menilai, seni "perlu menjadi pertimbangan khusus bagi pemerintah untuk menyediakan beasiswa khusus bagi Pendidikan Tinggi Seni, dan yang terkait bidang seni" mengingat seni adalah "bagian dari sektor ekonomi kreatif".
Namun semua kembali ke masing-masing siswa. Paulita dan Anto menyadari modal lulus SMK saja tidak cukup, apalagi di bidang seni. Keduanya memilih untuk melanjutkan studinya ke perguruan tinggi, tepatnya seni musik ISI Yogyakarta.
"Setelah itu aku bakalan benar-benar ingin cari beasiswa untuk studi ke luar negeri," kata Paulita yang terinspirasi usai mendapat masukan penyanyi opera asal Bali, Henny Janawati.
"Katanya, 'eman-eman [sayang sekali] kalau cuma di sini doang, di Indonesia'."
(end)