Saya masih ingat rasanya mengikuti musim pertama House of the Dragon. Saya kebingungan berat karena ada begitu banyak karakter yang diperkenalkan dan adanya lompatan waktu sebanyak dua kali. Itulah yang membuat saya merasa tempo musim pertama terlalu cepat dan diburu-buru.
Namun, menurut saya tim produksi sudah belajar dari kesalahan dengan membuat tempo musim kedua lebih lambat--bagi banyak penonton malah terlalu lambat. Dengan begitu, musim kedua bisa memperlihatkan pengaturan strategi kedua kubu dan konsekuensi dari perang saudara yang membuat Rhaenyra Targaryen kerap ragu untuk mengirim pasukan ke medan perang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alur cerita ini pun juga membuat saya belajar bahwa ternyata perang itu tidak semudah deklarasi, mengumpulkan pasukan, lalu perang. Ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan para pemangku kekuasaan sebelum mereka bertemu di medan perang.
Belum lagi soal peran perempuan sebagai pemimpin yang selalu diragukan oleh laki-laki karena merasa para ratu ini terlalu lemah lembut. Rhaenyra dan Alicent mesti membuktikan kepada laki-laki ini bahwa mereka juga mumpuni sebagai pemimpin. Patriarki dan misogini memang menyebalkan.
![]() |
Saya juga merasa musim kedua ini membuat saya semakin mengenal karakter-karakternya, seperti Rhaenyra yang ternyata sangat taat dengan Tuhan, Alicent Hightower yang galau setelah mencicipi konsekuensi dari perang yang dia inisiasikan, hingga Criston Cole--karakter yang kita semua benci karena kebrengsekannya--akhirnya menunjukkan kerentanannya hingga memantik sedikit simpati penonton.
Musim kedua ini juga memiliki banyak adegan-adegan yang apik. Misalnya, ketika Aegon murka setelah anaknya tewas, pertempuran Rhaenys-Meleys melawan Aegon-Sunfyre dan Aemond-Vhagar di Rook's Rest, ketiga anak haram menjadi penunggang naga yang baru, hingga deklarasi kesetiaan Daemon kepada Rhaenyra.
Ada banyak pula humor-humor kecil yang tersebar di sepanjang musim kedua, terutama yang berhubungan dengan adegan Daemon dengan Simon Strong di Harrenhal. Simon Strong bahkan saya dapuk sebagai Most Valuable Player (MVP) untuk House of the Dragon season 2. Tanpa kehadirannya, ekspresi mikronya, dan celetukan-celetukan kocaknya, musim kedua ini bakal terlalu serius.
Akting para aktor di House of the Dragon ini begitu menyihir, akan sangat salah jika satu atau dua orang tidak mendapat piala penghargaan. Menurut saya Tom Glynn-Carney yang berperan sebagai Aegon dan Emma D'Arcy sebagai Rhaenyra setidaknya harus masuk pertimbangan.
Saya juga ingin memuji departemen sound design atas kerja keras mereka menciptakan suara dan raungan naga-naga yang memiliki karakteristik berbeda. Salah satunya raungan Vermithor yang betul-betul membuat saya sangat takjub.
![]() |
Putusan saya terhadap House of the Dragon season 2 adalah tidak buruk-buruk amat walaupun aksi perangnya tidak sebanyak yang mereka janjikan ketika promosi. Setiap episodenya tetap memiliki adegan dan dialog yang menarik, hingga penyutradaraan, akting, dan sinematografinya tidak perlu diragukan lagi.
Namun, perlu kesabaran yang tebal untuk akhirnya bisa menyaksikan aksi Dance of the Dragons dua tahun lagi.