Ikut Demo DPR, Andovi da Lopez Dituduh Sebarkan Ajakan Kekerasan

CNN Indonesia
Kamis, 22 Agu 2024 11:30 WIB
Konten kreator Andovi da Lopez mengaku mendapat pesan dari nomor tidak dikenal yang menuding dirinya sebagai penyebar ajakan kekerasan dalam aksi demo di DPR.
Konten kreator Andovi da Lopez mengaku mendapat pesan dari nomor tidak dikenal yang menuding dirinya sebagai penyebar ajakan kekerasan dalam aksi demo di DPR. (Screenshot dari Instagram @andovidalopez )
Jakarta, CNN Indonesia --

Konten kreator Andovi da Lopez mengaku mendapat pesan dari nomor tidak dikenal yang menuding dirinya sebagai penyebar ajakan kekerasan dalam aksi demo di DPR.

Andovi yang terlihat hadir dalam demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8), mengaku tidak pernah menyebarkan ajakan kekerasan. Ia datang demo untuk menyuarakan keresahannya terhadap DPR.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Gue didakwa sebagai penyebar ajakan aksi kekerasan, padahal dari tadi di sini gue nyantai, menyemangati anggota DPR tercinta yang bisa meeting dengan sangat cepat," kata Andovi menyindir rapat Panja Baleg DPR merampungkan revisi RUU Pilkada pada Rabu (21/8) hanya dalam 7 jam.

"Gue dapat [pesan] jam 9.43 pagi. Guys kepada Bareskrim Jakarta Pusat, saya tidak mengajak apapun, di sini damai kok. Di sini sama teman-teman cuma menyuarakan keresahan saja," kata Andovi.

Sementara itu, sejumlah musisi, komedian, hingga penulis memutuskan ikut aksi di depan gedung DPR pada Kamis (22/8) untuk menunjukkan aksi solidaritas menolak pengesahan revisi UU Pilkada.

Artis dan komika ikut serta dalam aksi Demo Darurat Indonesia  di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8).Sejumlah musisi, komedian, hingga penulis memutuskan ikut aksi di depan gedung DPR pada Kamis (22/8) untuk menunjukkan aksi solidaritas menolak pengesahan revisi UU Pilkada, seperti Bintang Emon dan Abdel. (CNN Indonesia/Taufiq Hidayatullah)

Aksi ini digelar untuk menolak kesepakatan rapat Panja Baleg DPR pada Rabu (21/8) kemarin karena dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada Selasa (20/8).

Demonstrasi besar ini dipicu manuver DPR menganulir putusan MK soal syarat pencalonan kepala daerah dan syarat usia calon kepala daerah.

DPR alih-alih mengikuti putusan MK justru menggelar pembahasan Revisi UU Pilkada. Dua poin dalam revisi itu terang-terangan tidak merujuk pada putusan MK.

Pertama terkait perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.

DPR sepakat partai yang punya kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya. Padahal putusan MK telah menggugurkan syarat tersebut.

Kemudian soal batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di pasal 7. Baleg memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) dibandingkan MK. Dengan demikian, batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih.

[Gambas:Video CNN]



[Gambas:Instagram]



(yoa/end)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER