Meski banyak yang bisa dipuji dari film ini, bukan berarti The Paradise of Thorns bebas catatan. Perseteruan Thongkam dan Mo yang begitu banyak dan plot twist cukup sering membuat film ini bak drama makjang.
Hal tersebut yang jadi sedikit mengganjal setelah menyaksikan bagian ending. Akhir film terasa terburu-buru, terlebih lagi ketika ada satu karakter baru yang datang dan pergi begitu saja di babak akhir.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suara lembut Jeff Satur sebagai pengisi soundtrack menutup manis The Paradise of Thorns yang memiliki ending begitu realistis, terutama saat berhadapan dengan celah hukum.
The Paradise of Thorns pada akhirnya bukan film yang hanya menyinggung kesetaraan, dan jelas bukan boys' love. Keseluruhannya menyoroti ketidakadilan yang bisa dialami semua orang dengan latar belakang apa pun.
Begitu pula dengan perjuangan mempertahankan hal-hal yang diyakini pantas kita miliki, sampai akhirnya malah membuat lupa sesuatu yang benar-benar penting dalam hidup ini.
Dampak kemiskinan struktural dalam kehidupan masyarakat, hierarki yang begitu kental dalam banyak keluarga Asia, serta peran perempuan dalam masyarakat menambah layer penceritaan film ini.
Semua bisa ditampilkan dengan baik di layar lebar berkat naskah yang baik serta penampilan luar biasa para bintang, terutama Jeff Satur yang membuatnya semuanya seperti effortless.
Kemudian Seeda Puapimon dalam menghidupkan karakter ibu yang baru menaruh label orang tua dalam hidupnya setelah sang anak tiada dan meninggalkan warisan.
![]() |
![]() |
Toey Pongsakorn Mettarikanon dalam menggambarkan konflik keinginan pribadi Sek dengan tekanan memenuhi harapan masyarakat. Begitu pula Keng Harit sebagai Jingna satu-satunya karakter dengan hati nurani dalam film ini.
Terakhir, Engfa Waraha dalam menghadirkan karakter begitu kompleks dan backstory yang membuat emosi penonton naik turun sepanjang film, tapi pada akhirnya sadar tak bisa membenci Mo 100 persen.
Melalui The Paradise of Thorns, penonton seperti tidak akan menyangka bahwa film tersebut menjadi debut Boss Kuno sebagai sutradara film panjang, serta Jeff Satur, Engfa Waraha, dan Keng Harit Buayoi yang untuk pertama kalinya tampil layar lebar.
(chri/chri)