Jakarta, CNN Indonesia --
Film horor Pabrik Gula yang diadaptasi dari kisah horor viral SimpleMan akhirnya rilis. Film ini mencantumkan terinspirasi dari kejadian nyata, benarkah?
Pabrik Gula mengisahkan serangkaian kejadian horor dan mengancam nyawa yang diterima sekelompok pekerja musiman menjelang musim panen dan penggilingan tebu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kisah film ini, sekumpulan kejadian horor tersebut muncul karena ada pantangan yang dilanggar oleh sejumlah pihak yang membuat murka para penghuni gaib pabrik gula itu.
Berbagai upaya dilakukan oleh pihak pabrik guna menenangkan para penghuni gaib, apalagi momennya menjelang penggilingan tebu yang penting bagi kelangsungan bisnis.
Mulai dari memberikan sajen sapi hingga ritual khusus tak jua mempan. Hingga kemudian, mereka terpaksa melakukan tradisi yang sudah lama tak mereka lakukan, manten tebu.
 Dalam kisah film ini, sekumpulan kejadian horor tersebut muncul karena ada pantangan yang dilanggar oleh sejumlah pihak yang membuat murka para penghuni gaib pabrik gula itu. (dok. MD Pictures via IMDb) |
Apakah film Pabrik Gula dari kisah nyata?
Untuk memastikan cerita film Pabrik Gula dari kisah nyata terbilang sulit, karena kisah film ini dibuat secara fiksi dan adaptasi dari cerita yang dituturkan di media sosial.
Namun ada sejumlah hal yang disinggung dalam film ini memang menjadi bagian dari budaya masyarakat sekitar pabrik gula di Indonesia, salah satunya adalah manten tebu.
Nofi Antikasari dan Octo Dendy Andriyanto dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya menyebut, tradisi manten atau pengantin tebu adalah salah satu tradisi yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat pabrik gula di Jawa, khususnya di Jawa Timur.
Nofi dan Octo menulis dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam Jurnal Online Baradha pada Januari 2023, tradisi manten tebu ini dilaksanakan setahun sekali setiap waktu buka giling saat April atau Mei.
"Tradisi ini sudah dilaksanakan puluhan tahun lamanya. Makna dalam tradisi petik manten tebu ini yaitu mengawinkan pihak pabrik gula dan petani tebu, bertujuan agar pekerjaan petani dan pihak pabrik gula yang dilaksanakan bisa lancar," tulis mereka.
Lanjut ke sebelah...
Dalam melaksanakan tradisi ini, dua batang tebu dipilih dan ditetapkan sebagai manten, satu sebagai pihak pria yang diberi nama Raden Bagus Rosan, dan lainnya sebagai pihak perempuan yang diberi nama Dyah Ayu Roromanis.
Tebu yang digunakan sebagai manten tak sembarangan dipilih, yakni mesti bibit super, tebu paling bagus. Tebu manten perempuan berasal dari kebun pabrik, sementara tebu manten pria dari milik petani.
Selayaknya acara mantenan besar, segala pernak pernik hajatan dibuat, termasuk acara sosial seperti santunan kepada anak yatim, hingga pagelaran seni rakyat dan pasar rakyat macam pasar malam.
Tebu yang jadi manten diberikan kertas berisi nama masing-masing, dibersihkan, disiram air bunga tujuh macam, dan diiringi oleh sepasang manusia yang memeragakan sebagai manten, lengkap dengan pakaian adat pengantin.
Kemudian masyarakat akan mengadakan kirab atau arak-arakan dalam tradisi tersebut keliling desa hingga berakhir di pabrik gula. Mesin giling kemudian dinyalakan, dan tebu yang sudah dipilih sebagai manten pun dimasukkan ke mesin giling.
 Pabrik Gula mengisahkan serangkaian kejadian horor dan mengancam nyawa yang diterima sekelompok pekerja musiman menjelang musim panen dan penggilingan tebu. (dok. MD Pictures via IMDb) |
"Tradisi manten tebu ini bukan sekadar acara formal, tapi juga untuk melestarikan dan menghormati leluhur di sekitar kita," tulis Nofi dan Octo.
Tradisi ini ditulis Nofi dan Octo sebagai bentuk ucapan syukur masyarakat pertanian tebu dalam menyambut momen panen, sekaligus meminta hajat kepada Tuhan akan keselamatan saat panen dan penggilingan.
Selain dari pada tradisi manten tebu, pabrik gula juga banyak diwarnai dengan berbagai kisah mistik ataupun cerita rakyat yang menyelimutinya hingga lintas generasi, sama seperti berbagai lokasi yang ada di Indonesia.
[Gambas:Youtube]