Merayakan 100 Tahun Pram dengan ARA: Chronicle of A Moving Clipping

CNN Indonesia
Minggu, 03 Agu 2025 08:48 WIB
Koreografer dari Bandung, Galuh Pangestri Larashati, merayakan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer dengan cara lain: menginterogasi karya Pram dan mementaskannya dalam bentuk tari kontemporer. (Dok. Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koreografer dari Bandung, Galuh Pangestri Larashati, merayakan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer dengan cara lain: menginterogasi karya Pram dan mementaskannya dalam bentuk tari kontemporer.

Berakar dari novel Larasati, Galuh menyusun karya berjudul ARA yang bukan lagi sekadar alih wahana, dan tidak pula interpretasi, melainkan penulisan ulang melalui tubuh-tubuh perempuan penari.

"ARA bukan pertunjukan yang datang untuk menyampaikan cerita, melainkan untuk membongkarnya. Tidak ada tokoh, tidak ada alur, dan tidak ada keinginan untuk menjelaskan. Yang ada hanyalah tubuh-tubuh yang terus bergerak, menyela, dan menulis," kata Galuh dalam konferensi pers yang berlangsung Sabtu (2/8), di Bandung.

Para penari melakukan pembacaan dekat dan pembacaan berjarak, lalu masing-masing penari yang berjumlah enam orang mengambil hal paling relevan dari novel Larasati bagi kehidupan mereka, lalu mendiskusikan, membongkar, dan mencari apa saja yang belum ditulis oleh Pram tentang dunia perempuan.

"Saya memberi karya ini subjudul 'Chronicle of A Moving Clipping' karena saya membangun struktur koreografi berdasarkan pandangan para penari tentang Pram, tentang Larasati, tentang revolusi, tentang perempuan, tentang kehidupan. Jadi ini seperti kronik atau kliping," ujar Galuh lagi.

Bagi Galuh, karya ini adalah proses menulis ulang dengan tubuh.

"Proses dari karya ini adalah seperti menulis jurnal. Tubuh kami membaca, tubuh kami menulis, dan kami bisa membaca ulang apa yang telah kami tulis melalui kerja tubuh," ujarnya lagi. 

Memeriksa Pram dengan Kritis

Wening Sari, salah seorang penari yang hadir dalam konferensi pers, mengatakan bahwa dia tidak merasa diarahkan oleh koreografer, karena suara dan pikirannya tentang Larasati didengarkan, diolah, dan diserap oleh struktur koreografi yang dibangun oleh Galuh.

"Mbak Galuh tidak pernah memaksakan idenya, dia terus mengajak kami mencari tahu apa sih yang kami cari, gerak seperti apa yang paling pas buat tubuh kami sebagai penari," ujar Wening.

"ARA buat Mbak Galuh belum tentu sama dengan ARA dalam interpretasiku. Dan dari situ aku belajar mengenali tubuhku sendiri. "Saya merasa akhirnya bisa, ya, menjadi subjek.""

Produser karya ini, Zen RS, mengaku mendukung sepenuhnya karya ARA ini karena membuat Pramoedya tidak lagi sakral, namun didekati dengan kritis.

Pram yang sering diakui sebagai pengarang lelaki yang feminis diperiksa oleh para penari perempuan sehingga ARA memungkinkan untuk menampilkan apa yang tak diutarakan oleh Pramoedya yang laki-laki.

"Terlebih ini bukan alih wahana, misalnya dari novel jadi naskah teater, atau jadi naskah film. Ini bukan juga interpretasi bebas. Karya ARA ini benar-benar interogatif terhadap Pram, sehingga kita bisa menyadari bahwa karya ini memang berakar dari Larasati-nya Pram, tapi hadir dalam bentuk, struktur, logika, dan nilai yang sudah sama sekali berbeda. Ini bentuk penghormatan yang radikal terhadap karya Pram," ujar Zen.

Koreografer Galuh menyebut praktik yang dijalankan sebagai korpografi, dari kata corpus (tubuh) dan graphein (menulis). Tubuh di sini bukan alat ilustrasi. Ia adalah penulis utama. Ia tidak patuh pada narasi. Ia bekerja seperti membaca dan menulis ulang, menciptakan tegangan antara suara dan gestur, antara teks dan napas.

ARA akan dipentaskan pada Kamis, 7 Agustus 2025 pukul 19.00-21.00 WIB, di Tjap Sahabat, Bandung. Pertunjukan ini bersifat tertutup, khusus untuk undangan dan peserta terdaftar.

Dalam eksekusinya, musik disusun secara live oleh seorang DJ hip hop, menciptakan irama yang mentah dan tidak netral. Suara para penari hadir sebagai gugatan, puisi, atau patahan yang menyergap gerak tubuh tidak untuk memperjelas, tapi untuk mengganggu, menyela, dan membuka lapisan-lapisan baru.

Karya ini merupakan inisiatif kolektif tari Tarang Karuna dari Bandung, disutradarai dan dikoreografi oleh Galuh Pangestri Larashati, serta diproduseri oleh jurnalis dan esais Zen RS. Dramaturgi dikerjakan oleh Taufik Darwis dan musik digarap secara independen oleh musisi hiphop, Ways.

Pertunjukan ini menjadi bagian dari perayaan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer, dan berangkat dari pembacaan terhadap Larasati bukan untuk diadaptasi, melainkan untuk diinterogasi.

(vws)
KOMENTAR

TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK