Review Film: One Battle After Another

Muhammad Feraldi Hifzurahman | CNN Indonesia
Jumat, 26 Sep 2025 20:15 WIB
Review One Battle After Another: Sulit rasanya untuk menyangkal penilaian bahwa film ini adalah film Hollywood terbaik beberapa tahun terakhir.
Review One Battle After Another: Sulit rasanya untuk menyangkal penilaian bahwa film ini adalah film Hollywood terbaik beberapa tahun terakhir. (Warner Bros. Pictures)
5
One Battle After Another seharusnya juga mampu mempersembahkan Piala Oscar pertama bagi Paul Thomas Anderson.
Jakarta, CNN Indonesia --

Sulit rasanya untuk menyangkal penilaian orang yang menasbihkan One Battle After Another sebagai film Hollywood terbaik beberapa tahun terakhir. Film ini mencentang semua syarat yang dibutuhkan untuk sebuah tontonan terbaik, dari naskah hingga eksekusi teknis lainnya.

Salah satu alasan utama yang membuat One Battle After Another begitu apik adalah kepiawaian penulis sekaligus sutradara Paul Thomas Anderson (PTA) membuat film ini dengan takaran seimbang untuk semua elemennya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keseimbangan ini menjadikan eksekusi PTA terasa cukup dalam spektrumnya masing-masing. Tak ada yang terlalu ekstrem, tak ada yang berlebihan, serta tidak luput pula menghadirkan detail kecil untuk memoles cerita.

Hasilnya dapat saya rasakan sendiri saat menonton One Battle After Another di layar lebar. Film ini berdurasi 162 menit (nyaris tiga jam), tetapi tidak terasa panjang atau membosankan.

Cerita One Battle After Another, yang terinspirasi dari novel Vineland karya Thomas Pynchon, juga memiliki banyak cabang dan karakter di dalamnya. Namun, PTA mampu mengatur tempo cerita agar menarik untuk disimak, dan setiap karakternya juga dikenalkan dengan baik.

Porsi seimbang pun terasa ketika meresapi narasi yang diusung secara lebih dalam. Film ini secara umum mengisahkan perjalanan eks revolusioner Amerika Serikat berhadapan dengan musuh lama, seorang tentara berpangkat kolonel.

Film One Battle After Another (2025). (Warner Bros. Pictures)Review Film One Battle After Another (2025): Salah satu alasan utama yang membuat One Battle After Another begitu apik adalah kepiawaian penulis sekaligus sutradara Paul Thomas Anderson (PTA) membuat film ini dengan takaran seimbang untuk semua elemennya. (Warner Bros. Pictures)

Saya sempat mengira film ini akan berkutat tentang pertempuran kelompok revolusioner melawan rezim tirani. Keberadaan PTA di kursi sutradara membuat bayangan saya soal film ini menjadi semakin 'berat' seperti karya-karyanya terdahulu.

Namun, apa yang dituturkan oleh sang sutradara ternyata tidak seakurat perkiraan awal. Ia memang menyajikan cerita bertema serius dengan isu sosial di One Battle After Another.

PTA bahkan menggambarkan Amerika Serikat di bawah rezim fasis: imigran diburu untuk ditahan, dwifungsi tentara dan polisi, kelompok supremasi kulit putih, hingga munculnya revolusioner yang mendisrupsi penguasa.

Menariknya, di balik narasi satir sang sutradara, ia mempertebal lapisan cerita dengan drama ayah-anak perempuan lewat Bob Ferguson (Leonardo DiCaprio) dan Willa Ferguson (Chase Infiniti).

Elemen drama ini bahkan bukan hanya pemanis semata. Ia menjadi jantung cerita dan dikemas dengan sentuhan yang personal sehingga terasa dekat di hati.

Kejutan lain ditunjukkan lewat gaya sang sutradara dalam mengatur tempo cerita. Anderson dikenal sebagai sutradara yang membuat film dengan tempo lambat, bernuansa muram, dan kental nuansa 'artsy'.

Signature style PTA itu ternyata tidak muncul di One Battle After Another. Ia justru menggebrak langsung sejak pertama lewat rangkaian adegan pembebasan imigran oleh kelompok revolusioner French 75.

Pendekatan semacam itu bahkan dipertahankan Anderson nyaris sepanjang cerita. Hal ini entah mengapa membuat One Battle After Another tampak seperti film laga yang mejeng di televisi, tetapi dengan kualitas cerita yang berkali-kali lipat lebih baik.

Kualitas itu juga tercapai berkat penampilan apik setiap pemerannya. Leonardo DiCaprio lagi-lagi berhasil menunaikan tugasnya sebagai pemeran utama bernama Bob Ferguson.

Film One Battle After Another (2025). (Warner Bros. Pictures)Review Film One Battle After Another (2025): Leonardo DiCaprio mampu menyuguhkan akting meyakinkan, baik sebagai eks revolusioner yang diselimuti ketakutan masa lalu maupun menjadi ayah tunggal yang protektif terhadap putri kesayangannya. (Warner Bros. Pictures)

Kolaborasi perdana DiCaprio dan PTA ini terbilang berhasil. Sang aktor mampu menyuguhkan akting meyakinkan, baik sebagai eks revolusioner yang diselimuti ketakutan masa lalu maupun menjadi ayah tunggal yang protektif terhadap putri kesayangannya.

Penampilan menawan lainnya turut disajikan Sean Penn, pemeran Kolonel Steven J. Lockjaw. Bintang 65 tahun itu bukan hanya menjadi tentara jahat yang menghantui kesunyian keluarga Ferguson, tetapi juga menggambarkan kengerian produk fasisme dan supremasi kulit putih.

Saya juga dibuat kagum dengan Chase Infiniti, sang pemeran Willa. Film ini tercatat sebagai debut layar lebarnya, tetapi penampilan sang aktris seolah tak menunjukkan bahwa dia baru seumur jagung di industri Hollywood.

Bintang lain yang tergabung dalam ensambel pemeran film ini juga menyita perhatian dalam setiap kemunculannya, seperti Benicio del Toro yang eksentrik hingga Teyana Taylor yang mampu menunjukkan keberanian sekaligus sensualitas dalam satu waktu.

Keunggulan ini menjadi pelengkap manis dalam One Battle After Another. Film ini benar-benar menjadi paket lengkap antara tontonan hiburan hingga komentar sosial yang lugas.

[Gambas:Video CNN]

One Battle After Another juga memenuhi syarat menjadi tontonan timeless yang tidak lekang zaman. Hanya saja, film ini mungkin tidak selalu relevan dengan situasi politik di luar Amerika Serikat, termasuk Indonesia.

Keberanian Anderson menempuh rute baru juga seharusnya berbuah banyak piala dalam musim penghargaan mendatang. Apalagi, Warner Bros. selaku studio tampaknya bakal jor-joran dalam mengerahkan kampanye untuk film tersebut.

One Battle After Another seharusnya juga mampu mempersembahkan Piala Oscar pertama bagi Paul Thomas Anderson, sutradara yang sudah masuk 11 nominasi tetapi belum pernah menang sekali pun.

[Gambas:Youtube]

(end)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER