Yogyakarta, CNN Indonesia -- Mentari pagi menyibak rerumputan tanah Yogyakarta, bumi di mana saya berkesempatan untuk mengepakkan sayap jauh lebih tinggi, jenjang perguruan tinggi. Adalah Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tempat saya menimba ilmu, melangkahkan kaki untuk pertama kalinya di tanah Yogyakarta ini, suatu kota yang terkenal akan budayanya yang begitu kental, kota di mana batik berasal, atau sering disebut kota berhati nyaman. Belum lagi dengan sebutan Kota Pendidikannya membangkitkan gelora antusiasme saya untuk mengepakkan barang saya dan siap merantau ke negeri yang tak pernah saya jamah sebelumnya ini.
4 tahun telah saya arungi di pelabuhan saya ini, jika saya merekam ulang jejak peristiwa saya jauh sebelum saya mengenakan almamater berwarna emas ini penuh suka dan duka pastinya. Di mana 4 tahun tersebut saya merantau dan tinggal di kota yang penuh sejuta momen indah dan tak terlupakan, apakah itu positif maupun negatif, seperti naik
roller-coaster, terkadang kita berada di atas, terkadang di bawah sehingga setiap detik yang saya lalui di sini penuh kesan dan bermakna
Semua berawal ketika saya memulai jenjang pendidikan di bangku SD Pertiwi 2 Kota Padang, setelah merasakan indahnya taman kanak-kanak selama 2 tahun, ya saya masih beruntung merasakan awalnya pendidikan di TK akan pentingnya awal pembelajaran dan kepribadian. Perjalanan saya di bangku SD berjalan stagnan, tak ada prestasi yang cukup berarti selain hanya berkutat di peringkat 10 besar hingga menamatkan tingkat SD ini.
Hidup saya penuh dengan suka tawa, mempunyai orang tua yang sangat mendukung saya, sebagai anak bungsu yang pastinya sangat dimanja. Akan tetapi, batu terjal dalam kapal saya mulai berguncang di saat kelas 4 SD.
Saya harus menghadapi kenyataan hidup,
role model saya dalam hidup yaitu ayah saya, harus pergi meninggalkan kami semua, di saat kakak pertama saya harus merantau untuk melanjutkan tingkat perguruan tinggi di ibukota, kakak kedua saya yang akan menghadapi ujian tingkat akhir di bangku SMA, dan mama saya yang harus berjuang seorang diri melanjutkan estafet sebagai kepala keluarga.
Dulu yang segala keinginan saya selalu dipenuhi oleh ayah saya. Masih terngiang dalam pikiran saya, setiap hari dijemput antar oleh ayah saya, menemani beliau untuk melakukan cuci darah sebagai terapi penyembuhan penyakit ginjal yang beliau derita bertahun-tahun. Atau menemani beliau saat bekerja di salah satu pertokoan tekstil di Pasar Raya Kota yang disebut sebagai kota bengkuang ini. Bersuka ria, tanpa ada beban dalam hidup.
Namun semuanya harus terhalang ketika ayah saya tersebut dipanggil Yang Maha Kuasa. Ini beban kedua saya setelah nenek saya meninggalkan saya setahun sebelumnya. Nenek saya yang sangat menyayangi saya. Selalu membelikan saya apa yang saya inginkan, sate padang, mi ayam, bakso, es podeng atau memasak masakan yang begitu lezat untuk saya dan menemani waktu saya sehabis pulang sekolah karena orang tua saya yang harus bekerja hingga petang hari, pun telah pergi ke Rahmatullah.
Walau tak dapat dipungkiri, ini mungkin menjadi faktor kebandelan saya hingga jenjang bangku SMA. Walaupun saya mendapatkan nilai Ujian Nasional yang tinggi di bangku SD dan SMP yang membuat saya dapat bersekolah di SMP dan SMA favorit di kota Padang ini, prestasi saya biasa-biasa saja, bahkan tak pernah mendapatkan peringkat sepuluh besar selayaknya di bangku SD dahulu.
Faktor kehilangan ayah yang dulu cukup keras mendidik saya, yang tak segan mengeluarkan ikat pinggangnya jika saya meninggalkan shalat 5 waktu atau membangkang apabila tidak menuruti nasehat orang tua, menjadikan saya seorang pemalas. Bahkan ibu saya pun pernah dipanggil oleh guru karena saya sering cabut dari sekolah.
Sekolah pun hanya menjadi tempat membosankan bagi saya. Belum lagi kadangkala saya di-
bully oleh teman-teman saya yang hanya menambah kebosanan saya untuk berada di sekolah. Saya pulang larut malam, bermain
game online di warung internet atau
play station seakan hidup saya tak ada aturan dan ibu saya pun telah lelah melihat tabiat saya dengan semua amarah dan nasehat yang diberikan kepada saya tak ada gunanya. Ibarat masuk kuping kanan keluar kuping kiri.
Akan tetapi, tak tahu mengapa pola hidup saya tersebut berubah 180 derajat, setelah saya dinyatakan terpilih mewakili Indonesia dalam program pertukaran pelajar selama satu tahun di negeri Amerika sana. Suatu prestasi yang tak pernah saya duga sebelumnya. Syukur alhamdulillah dapat merambah negeri yang begitu jauh dari Indonesia di usia saya yang bahkan belum mencapai 17 tahun.
Orang tua dan keluarga saya pun begitu bangga kepada saya. Ternyata terlepas dari kenakalan yang saya kerap perbuat, saya ternyata dapat membahagiakan keluarga. Setahun mengarungi lautan di negeri seberang, sebagai duta muda Indonesia, saya berusaha sebaik mungkin dapat merepresentasikan negeri ini, mempromosikan, mengenalkan budaya Indonesia, tak lupa mengajarkan mereka sedikit silat sebagai seni beladiri khas bangsa ini.
Setahun berada di sana, alhamdulillah saya menorehkan beberapa prestasi. United Honor Roll Studentskarena GPA (IPK) saya selama bersekolah di sana mencapai 4.0, atau terpilih menjadi
Junior Most Improved Player di olahraga tenis,
Scholar athlete atau atlet yang berprestasi, mendapatkan beasiswa untuk mengikuti konferensi di Walt Disney World, Florida, atau mendapatkan ucapan selamat dan surat dari US President, Barack Obama, untuk pencapaian
volunteer hours saya.
Kembali dari tanah seberang, melanjutkan pendidikan SMA untuk satu tahun lagi, walaupun saya harus tinggal kelas, dalam artian harus menyelesaikan 4 tahun untuk bangku SMA karena 1 tahun saat di Amerika tidak dapat dihitung. Di saat teman saya telah pergi ke perantauan untuk jenjang Perguruan tinggi, saya bersama 3 teman saya yang juga terpilih di program yang sama harus melanjutkan setahun lagi sebelum menyelesaikan bangku SMA ini. Akan tetapi pengalaman yang begitu tak terlupakan yang sangat berharga bagi masa depan saya, tak akan menjadi penyesalan kehilangan satu tahun bagi saya.
Kini, lika-liku kehidupan saya menyandang status sebagai seorang mahasiswa mengalami pasang surut, kadang di atas, kadang di bawah. Begitu pun yang pasti dialami setiap makhluk bumi ini. Tidak selamanya kita harus meratapi kekurangan yang kita miliki dan terus menjadi bulan-bulanan kerasnya hidup. Setiap manusia harus mampu berjuang untuk mengatasinya.
Bak air mengalir, tak selamanya mengalir dengan tenang. Kadangkala harus terbentur oleh batu atau apapun yang menjadi penghalang. Namun kerja keras air untuk tetap mengalirkannya ke pelosok negeri berbuah manis, senada dengan hidup ini. 2 tahun yang saya jalani ini pun tidak selalu indah.
Jika saya memberikan prioritas pada pencapaian terbesar, maka
I woud say diberikan amanah dengan predikat Mahasiswa Berprestasi ini. Karena ini dapat saya katakan sebagai
the highest satisfaction among utmost efforts,
organizational experiences,
abroad activities and other notable achievements I’ve been struggling in these past 3.5 years in UGM. Yang tentunya dengan menyandang predikat tersebut, saya memiliki tanggung jawab besar yang saya emban di pundak saya.
Untuk mencapai predikat ini,
frankly speaking, banyak lika-liku perjalanan hidup yang saya lalui di bangku perkuliahan ini.
Dimulai dari tahun pertama, tak banyak yang saya raih karena saya masih meraba-raba mencari prioritas di antara segudang kesempatan yang ada. Dua di antaranya adalah di mana saya bersama delegasi lain alhamdulillah diberikan kesempatan menjadi delegasi pada Asian Law Students’ Association (ALSA) Conference, South Korea, meraih juara tiga pada National English Competition Paper Presentation yang diselenggarakan oleh ALSA LC UI dan organisasi-organisasi serta kepanitiaan-kepanitiaan yang saya lalui baik sebagai staf, koordintor hingga menjadi Project Officer.
Di tahun kedua, mungkin dikatakan adalah puncak dari pencapaian saya. Seperti terpilih menjadi peserta Indonesia Leadership Camp (ILC), Indonesia Entrepreneurship Camp, beasiswa sebagai delegasi Indonesia pada APEC Voices of the Future, Bali, di mana saya berkesempatan bertemu kepala negara/pemerintah dan CEO-CEO yang selama ini hanya saya lihat dari layar televisi saja.
Di kancah Internasional, saya meraih beasiswa oleh Kyushu University untuk mengikuti Short Course Asean in Today’s World, Ateneo de Manila University, The Philippines dan beasiswa oleh The Fund for American Studies pada
summer school Asia Institute Political and Economy Programme, University of Hong Kong.
Saya juga berusaha meningkatkan kemampuan pada aspek profesionalitas dan
team work saya dengan terlibat dengan beberapa organisasi intra maupun ekstra kampus, di mana untuk tahun kedua ini saya mendapatkan amanah sebagai Coordinator of Legal Event of ALSA LC UGM. Serta saya juga merupakan Ketua Angkatan 2012 ALSA LC UGM.
Selain itu, saya bersama beberapa alumni ILC adalah
founder dari Nusantara Young Leaders, dan di tahun pertama saya menjabat sebagai Vice President of Internal.
Di tahun ketiga saya memfokuskan waktu saya pada amanah saya di ALSA serta alhamdulillah terdapat 2 pencapaian yaitu Best Delegate in ALSA International Study Trip Indonesia dan National Champion of National Selection of The Louis M. Brown and Forrest S. Mosten International Client Consultation Competition. Di tahun ini saya juga diamanahkan sebagai Director of ALSA LC UGM setelah saya diamanahkan juga beberapa bulan sebelumnya sebagai Mapres.
Begitulah kurang lebih pencapaian-pencapaian yang saya usahakan untuk mencapai target saya sebagai Mapres. Walaupun kesannya semuanya begitu indah dilalui,
believe me, banyak pengorbanan yang saya lewati. Dimulai dari indeks prestasi saya yang menurun walaupun alhamdulilah masih
cum laude, keterbatasan finansial, pro dan kontra di antara keluarga karena saya kesannya menomorduakan akademik, waktu istirahat yang berkurang, serta permasalahan internal lainnya.
At the end, beragam hambatan tersebut hanyalah sebagai bumbu pemanis dalam sebuah masakan, agar perjalanan yang dilalui tidak berjalan dengan mulus, justru dengan hambatan itulah
makes us always stronger dan
tougher.
Ini ada beberapa tips dari saya yang mungkin saja dapat bermanfaat bagi adik-adik semua:
1. Selalu tulislah resolusi yang ingin dicapai tiap tahunnya, dan di akhir tahun, akhiri dengan evaluasi
as feedback terhadap apa saja keinginan adik-adik yang telah tercapai atau belum. Dengan adanya resolusi tersebut akan sangat memudahkan adik-adik untuk mempersiapkan amunisi-amunisi untuk mencapai target tersebut.
Goals give us direction. They put a powerful force into play on a universal, conscious, and subconscious level. Goals give our life direction.2. Setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk mendapatkan ide, kalau cara saya adalah dengan berdiskusi dengan teman-teman atau dengan senior-senior yang telah berpengalaman ketika saya telah
set goals, trust me, it truly works! Maka, hargailah proses,
regardless apapun hasilnya, kembali lagi hasil adalah bonus atas kerja keras kita.
Hard work never betrays guys!
Namun, saya yakin setiap orang dapat jatah gagalnya, gunakan jatah gagal tersebut sebelum meraih tujuan hidup kita dan untuk mencapainya tentu perlu perjuangan yang begitu keras, sekerasnya hidup ini. Jika kita tetap pada posisi kita, berjalan stagnan tanpa ada langkah progresif setiap harinya, maka bersiap-siap untuk selalu menjadi korban dalam hidup ini.
Dan tidak lupa pula untuk tidak lupa diri kepada sang Pencipta, setiap urusan yang kita hadapi selalu sematkan dengan doa di akhirnya serta ibadah yang tidak henti-hentinya. Kekuatan doa dan keimanan kita begitu indah dan tidak akan pernah kita duga. Sesuatu yang mungkin secara kasat mata hanyalah mimpi dan bualan semata dapat menjadi kenyataan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Kunci itulah yang selalu saya camkan pada diri saya dan beristiqamah dalam melakukannya untuk mencapai cita-cita saya menjadi seorang diplomat bagi tanah air ini.
“Pantang menyerah, selalu mendengarkan kritikan dan masukan, selalu
set up target yang ingin dicapai di tiap tahunnya. Belajar dari kesalahan, dan utamakan rasa kekeluargaan. Yang terpenting adalah Jangan lupa untuk selalu berdoa dan mendoakan orang lain serta selalu bersedekah secara rutin. Ingatlah Allah Maha Adil lagi Mendengar, ketika kita mendoakan orang lain, maka niscaya Malaikat-malaikat pada waktu bersamaan mendoakan kita kembali. Insha Allah apapun yang teman-teman lakukan senantiasa akan dipermudah dan dilancarkan.
The power of prayers are definitely remarkable!
“Semuanya pada akhirnya membuat saya terus bersyukur seraya saya harus terus mengembangkan potensi, meningkatkan kualitas diri hingga saya mencapai cita-cita saya nanti, dan tentunya untuk selalu berbagi, menularkan apa yang telah kita dapatkan kepada orang lain, karena saya yakin the
power of giving itu merupakan puncak dari kebahagiaan hakiki seseorang. Bukan soal
how much you can gain, but how much you can give, itulah definisi tepat dari
rich people.”
Semoga tulisan saya ini dapat saling memotivasi dan menyemangati semua, pun bagi penulis sebagai evaluasi diri untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik ke depannya.
“
Man Jadda Wajada, Man Shabara Zhafira”
2 kunci itulah yang dapat menjadi ramu¬¬¬¬¬an ampuh untuk mencapai kesuksesan, dan selalu sematkan doa Rabbi yassir wala tu’assir Rabbi tammim bi khair setiap kali kita menemukan kesulitan.
Muhammad Rizki
Be earnest, perseverance and unstoppable prayers.
Mahasiswa Berprestasi Fakultas Hukum UGM 2015
Finalis 10 Besar Mahasiswa Berprestasi UGM 2015
(ded/ded)